24. End-

3.9K 286 58
                                    

So take a deep breath and let it go
You shouldn't be drowning on your own
And if you feel you're sinking, I will jump right over
Into cold, cold water for you
And although time may take us into different places
I will still be patient with you
And I hope you know
I won't let go
~
Major Lazer, Justin Bieber - Cold Water

***

Selepas pertemuan mengejutkan bersama Tony Iriawan, Tamansari jadi tempat tujuan Ariel berkeliling bersama Rama. Menghabiskan waktu sore untuk mengobrol dan lainnya. Mencari titik kenyamanan yang bahkan Ariel rindukan setelah mereka berpisah empat tahun. Sementara Tony memilih pulang ke hotel bersama sopir taksi.

Beberapa orang mendahului langkah mereka. Terlihat bersama hingga bergandengan tangan, tapi Ariel, dia memilih bersedekap sedangkan Rama yang berjalan biasa di sisinya. Terlalu kaku. Sampai Ariel menoleh meneliti seperti apa Rama saat berada dekat dengannya, hanya diam dan menyusuri jalan bersama tanpa mengobrol.

"Tony, tadi dia bilang lo sering ke Jogja," gumam Ariel memecah keheningan.

"Pernah, bukan sering."

"Ngapain?" pancing Ariel dan menghentikan langkah. Dia minggir agar tidak menutupi jalan orang-orang.

Rama ikut minggir dan menatap Ariel dalam. "Hm ... merayakan sesuatu?"

"Apa?"

"Ulangtahun Yogyakarta. Hanya tampil terus pulang ke Magelang."

"Tampil sebagai apa?" Ariel mengejar.

"Penatarama, mayoret, leader of ... drumband?" Rama tersenyum tapi tak mendapat balasan dari Ariel. Ia menghela napas cepat. "Empat tahun kemarin gue habiskan untuk masa pendidikan militer di Magelang, Riel. Sama seperti lo, gue juga belajar."

"Sebagai prajurit?"

"Y...ya."

"Oh, bagus." Ariel melanjutkan langkah diikuti Rama. "Gue nggak pernah bayangin lo masuk pendidikan militer."

"Gue juga."

"Karena Tony?"

Rama mengangguk tipis.

Hening kembali menjalar sampai Ariel memilih jalan keluar dari bangunan estetik Tamansari. Di pinggir jalan pun, dia masih belum bersuara meski tahu Rama terus mengikutinya.

Namun langkah Ariel terhenti ketika tangannya dicekal Rama dari belakang.

Ariel menatap bingung.

"Ada sesuatu yang perlu gue tanyain."

Ariel mengedik singkat. "Tanya aja."

"Gimana kabar Radit sekarang?"

Butuh waktu beberapa detik untuk Ariel bisa merespon baik, namun yang keluar hanya helaan napas. Dia kembali menyembunyikan kedua tangan ke bawah ketiak. Dengan gerakan kepala, Ariel menyuruh Rama untuk meneruskan jalan menyusuri perkampungan di sebelah Tamansari.

"Dia sehat. Dia barusan selesai sama skripsi," jawab Ariel apa adanya.

"Detik-detik wisuda?"

"Hm."

Rama menelan saliva saat percakapan berhenti lagi. Dan ia tak tahan. Sekali lagi Rama menahan Ariel untuk berhenti. Di pinggir jalan mereka saling bertatapan. Tidak mungkin juga Rama menepis kenyataan kalau Ariel itu cantik dan ia tidak betah berlama-lama menatapnya. Justru, kecantikan Ariel bertambah saat cewek itu semakin dewasa. Dan ketika menatap bibir merah pucatnya, Rama mengingat penggalan memori empat tahun lalu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ruang Rindu ArielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang