⭐Bab 2⭐

562 44 21
                                    

⭐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Pagi ini terasa begitu panas. Selesai dengan rutinitas, Hinata pun bergegas menyiapkan sarapan. Meskipun hanya roti tawar dan segelas susu, itu sudah cukup menjadi pengganjal perut.

Hanabi dan Neji pun keluar dari kamar masing-masing dan siap menyantap roti mereka.

Setelah sarapan Neji pun langsung mengantarkan kedua adiknya ke sekolah. Hanabi yang lebih dulu sampai, sebab sekolahnya lebih dekat dari rumah.

Mobil putih itu pun kembali meluncur menuju Tokyo High School berada. Tidak henti-hentinya netra bulan Neji menatap sang adik yang sedari tadi terus diam.

Ia tahu Hinata memang anak yang tidak banyak bicara, tetapi, jika dengan keluarganya gadis itu pasti sedikit lebih terbuka. Namun, entah kenapa sekarang ia seperti merapat mulutnya kuat-kuat.

"Apa ada yang kamu pikirkan? Nii-san tidak tenang kalau melihatmu seperti ini," ungkap Neji pada akhirnya.

Hinata terlonjak kaget lalu menoleh sekilas pada sang kakak.

"Tidak ada apa-apa. Nata, hanya sedikit tidak enak badan saja."

"Kalau begitu kamu tidak usah sekolah saja."

"Iie-iie-iie. Hinata baik-baik saja sungguh. Nii-san tidak usah berlebihan." Paniknya.

Neji pun mengangkat kedua sudut bibir melihat tingkah adiknya ini.

"Baiklah kalau begitu. Kita sudah sampai, yang rajin sekolahnya jangan terus memikirkan pemuda itu."

Seketika tangan yang hendak menyalami punggung tangan sang kakak pun terhenti di udara.

Bagaimana bisa kakaknya ini sangat peka terhadap keadaannya? Hinata harus berhati-hati lagi mulai sekarang.

Neji lalu kecil menyaksikan raut muka terkejut sang adik kedua.

"Sudahlah pergi sana nanti terlambat," lanjut Neji menyadarkan.

Setelah berpamitan Hinata pun keluar dari mobil dan bergegas masuk ke dalam bangunan sekolah.

Liburan musim panas telah usai. Semua anak-anak sekolah kembali melanjutkan aktivitas seperti biasa. Begitu pula dengan Hinata. Baru kemarin memulai lagi kehidupan sosialnya, ia merasa was-was. Tentu saja alasannya karena pemuda pemilik senyum cerah tersebut.

Langkah kaki terus berjalan memasuki gerbang. Tidak lama kemudian, iris nya seketika melebar tat kala mendapati sosok bertubuh tinggi tegap itu tengah berjalan di depan.

Diam-diam ia pun mengikuti ke mana pemuda itu pergi. Sampai mereka pun tiba di halaman belakang sekolah.

Kedua kaki yang terbungkus sepatu terdiam melihatnya menghentikan laju berjalan. Netra bulan itu masih setia memandangi punggung tegap di sana. Seketika rona merah mencuat di kedua pipi bulatnya.

InstaJrah (Instagram Hijrah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang