⭐Bab 23⭐

61 11 0
                                    

Hadirnya bagikan membawa empedu, menebar kepahitan masa lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hadirnya bagikan membawa empedu,
menebar kepahitan masa lalu. Bagaikan arus sungai mengalir menuju lautan kepedihan.

Kenangan masa lalu akan terus datang, sebagaimana kerasnya melupakan, ia tetap hadir tanpa bisa dicegah.

Sakit rasanya jika harus mengingat kenangan telah lalu. Tidak ada habisnya ketika membicarakan masa-masa remaja penuh silap dan salah.

Rintik hujan di balik kelopak sepasang jelaga bulan bermunculan. Liqud bening tidak sanggup ditahan dan seketika bendungannya hancur mengalir di kedua pipi.

Sungguh luka tak kasat mata mempunyai tempat tersendiri di hati. Ia tidak bisa dimusnahkan begitu saja, dan sampai kapan pun akan tetap ada.

Hinata, menyadari tidak pernah bisa melupakan kejadian di hari itu. Hari di mana sebuah pengkhianatan dan dusta berkeliaran.

Ia tidak menyangka sosok pujaan dengan tega menorehkan noda hitam di perasaan tulus seputih salju. Dikhianati secara terang-terangan menimbulkan ketakutan tersendiri.

Air mata hanya menjadi teman setia, ketika kata-kata tidak bisa diungkapkan lagi.

Selama tiga tahun berselang, Hinata berusaha bertafakur, tidak menyalahkan siapa pun. Ia menyadari jika apa yang telah dirinya terima murni kesalahannya.

"Iya, aku tidak boleh menyalahkan siapa pun. Rasa sakit yang aku rasakan waktu itu atas kesalahan sendiri. Karena mengekspresikan perasaan ke hal salah. Sudah jelas Allah melarang untuk tidak menjalin hubungan sebelum pernikahan, dan... dengan entengnya aku melakukan itu."

"Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. Itulah arti dari ayat Al-Quran surah Al-Isra ayat tiga puluh dua."

"Sudah jelas bukan kalau pacaran sebelum adanya ikatan adalah perbuatan dilarang. Dengan mudahnya aku melakukan itu tanpa mengindahkan peringatan-Nya."

"Ya Allah, hamba percaya dengan segala ketentuanmu. Hamba di sini... bukan semata-mata ingin mengulang kesalahan yang sama, tetapi... hamba di sini murni ingin melihatnya saja."

"Hamba benar-benar sudah memaafkan semua kesalahannya, maka... berikanlah kesempatan padanya untuk berubah juga. Karena bagaimanapun dia telah menerima karma itu sendiri."

Hinata terus saja bermonolog dalam diam sambil memandang lurus ke depan di mana di bangkar rumah sakit itu sang mantan kekasih tengah terbaring tak sadarkan diri.

Sudah sepuluh menit berlalu sejak ia dan kedua sahabatnya memasuki ruang inap, selama itu pula Naruto belum kunjung membuka mata.

Ia tidak henti-hentinya berdoa meminta yang terbaik. Di sampingnya Ino dan Sasuke terus memperhatikan apa yang tengah dipikirkan.

Wanita berhijab hitam itu tidak pernah sedikitpun mengalihkan pandangan. Bola mata bulannya terpaut pada Naruto.

Kecalakaan yang dialaminya membuat keadaan pria itu memperihatinkan. Hinata tidak kuasa menahan kesedihan, bagaimanapun Naruto pernah menempati tahta tertinggi di hatinya.

InstaJrah (Instagram Hijrah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang