⭐ Bab 14⭐

145 18 8
                                    

⭐

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.














Daun-daun patah berterbangan tertiup angin. Takdirnya mendarat di rerumputan hijau menamani sang ilalang tumbuh bercabang. Cakrawala menampilkan guratan keindahan, dengan semburat warna pastel menambah kecantikan langit sore ini.

Lukisan Allah yang hadir di kala petang datang menyuguhkan pesona bahari nya tersendiri.

Bersama musim gugur pertama di Kota Seoul, dua wanita yang sudah tiga tahun tidak bertemu kembali di persatukan. Sayup-sayup angin berhembus menemani kebersamaan. Satu arah, satu pandangan, mereka duduk berdampingan menatap sunset di depan.

Cahaya hangat memeluk erat perasaan rindu yang tak bisa dibendung. Senyum kebahagiaan, haru, menjadi satu membentuk kelegaan.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu memutuskan berhijab juga, Nat. Aku ikut bangga dan terharu," ucap Ino memulai percakapan.

Hinata mengulas senyum lalu menundukkan pandangan. Ia juga tidak percaya akan pencapaiannya kali ini.

"Alhamdulillah, kepergian ku... ternyata membawa berkah," timpal Hinata, senang.

Ino mengangguk setuju. "Iya, kamu benar. Keputusan itu menjadikanmu lebih baik lagi."

Wanita penyuka bunga matahari itu menghela napas pelan seraya merentangkan tangan lalu menjatuhkannya ke belakang dan mendongak melihat langit sore.

"Ya Allah semoga hamba bisa seperti dia."

"Ajari aku sepertimu, Nat," tuturnya tulus.

Entah kenapa setelah melihat Hinata dalam balutan pakaian syar'i serta hijab menjuntai panjang membuat perasaan Ino bergejolak. Ada sesuatu dalam diri mendorong ia untuk berubah juga.

Hinata menoleh cepat dengan kedua mata berbinar senang. "Maa syaa Allah, semoga Allah benar-benar memberikan hidayah padamu. Sini peluk." Ia pun merentangkan tangan selebar mungkin. Dengan senyum penuh keharuan Ino langsung merengkuhnya hangat.

"Maa syaa Allah, semoga Allah meridohi keputusanmu. Ingat, seorang muslimah yang sudah baligh wajib menutup aurat. Jangan bilang pantas atau tidak, siap atau tidak, yang namanya wajib harus dilaksanakan. Karena Allah tidak pernah membebani hamba-Nya. Justru, setiap perintah-Nya itu yang terbaik bagi kita. Iya, aku merasakan hal itu sendiri sekarang," ungkap Hinata seraya mengusap punggung sahabatnya pelan.

Ino seketika menitikkan air mata, tahu seperti apa masa lalu Hinata. Meskipun bukan gadis urakan, tetapi ia tidak pernah sekali pun melirik pada kepercayaannya.

Di balik itu semua Ino bahagia bisa dipertemukan kembali dengan sang sahabat, hingga ia pun memutuskan untuk mengikuti jejaknya.

"Em, maa syaa Allah, bimbing aku Hinata." Wanita itu pun mengangguk-anggukan kepala, setuju.

InstaJrah (Instagram Hijrah)Where stories live. Discover now