Guru iblis itu malah menahan tubuhku, sementara ia melangkahkan kakinya mundur. Alhasil, ember uang terikat dengan tali terbalik, menjatuhkan seluruh tepung tanpa tersisa.

"Sayang sekali rencanamu itu sudah ditebak olehku."

Aku menatap kesal guru iblis itu. Bisa-bisanya ia berjalan santai, melewati diriku yang ketumpahan seember berisi tepung. Dasar menyebalkan!

Cekrek

Aku terkejut ketika guru iblis itu ternyata mengambil foto. Ia memperlihatkan hasil jepretannya, foto saat aku sedang kesal. Hendak merampas handphone yang ia pegang, namun guru iblis itu segera menariknya.

Malah, ia tertawa renyah tanpa rasa berdosa. Sedikit pun.

"Kuberi waktu tiga puluh menit agar kamu bisa membersihkan diri."

Dengan santainya, guru iblis itu berjalan menuju sofa. Mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tas kantornya lalu ia duduk.

Menyebalkan!

Kata Clar, aku tidak boleh meluapkan emosi ketika sedang berhadapan dengan guru iblis itu

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Kata Clar, aku tidak boleh meluapkan emosi ketika sedang berhadapan dengan guru iblis itu. Kalau ingin menjahilinya, harus dilakukan dengan perasaan bahagia.

Sekarang, coba kalian pikirkan. Sejak guru iblis itu menginjakkan kaki di apartemen, ia sudah bersikap menyebalkan. Menggagalkan semua rencanaku untuk membuatnya marah dan pergi.

Akhirnya apa? Aku harus mengeluarkan 1001 cara untuk menahan diri agar tidak marah ketika rencana gagal. Benar-benar membuat diriku kelelahan.

"Tidak usah membicarakan diriku seperti itu. Aku bisa mendengarnya."

Eh ... dia bisa tahu? Ternyata, selain menjadi Wakil Direktur, Wali Kelas dan guru private, ia juga seorang cenayang?

"Duduk, Hyolin."

Mau tidak mau, aku menuruti perintah. Guru iblis itu menggeser duduknya, membiarkanku duduk di samping kiri. Ia memberikan beberapa lembar kertas berisi soal yang ditulis tangan.

Harus kuakui, tulisan tangannya sangat rapi. Bahkan tulisan tanganku saja kalah olehnya. Tapi, yang bisa membuat rambutku rontok mendadak adalah ketika soal yang ia berikan susah.

Sama susahnya di saat aku berusaha menyingkirkan dia dari dunia ini.

Sudah hampir 10 menit aku duduk di sofa, memainkan bolpoin berwarna hitam polos

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Sudah hampir 10 menit aku duduk di sofa, memainkan bolpoin berwarna hitam polos. Guru iblis itu lama sekali memeriksa jawaban yang kutulis. Ya, memang soal yang ia berikan cukup banyak. 75 soal kalau kalian mau tahu. Dan, pelajaran Biologi.

Tapi, tidak perlu selama itu, bukan? Katanya ia pintar, hebat. Huft.

"Sudah nomor berapa?"

"Baru dua puluh empat."

"D-dua puluh empat?"

Bolpoin yang kuputar sejak tadi dengan ibu jari dan telunjuk menjadi terhenti. Sontak aku menoleh ke arah guru iblis itu. Yang benar saja! Aku hampir mati kutu karena tidak boleh beranjak dari sofa tapi ia bahkan belum sampai setengah?

"Itu salahmu karena menulis jawaban tidak menggunakan ukuran. Kalau kamu sedang kesal dengan seseorang, jangan mengaitkannya pada lembar jawaban yang tidak bersalah."

Aku menahan tawa. Ternyata guru iblis itu kesulitan untuk memeriksa jawaban yang kubuat. Ya, siapa suruh membuatku tidak bisa menyingkirkan dirimu. Kan, aku jadi melampiaskannya pada kertas jawaban.

Aku melirik guru iblis itu ketika ia sedang memeriksa jawaban dengan mata yang sangat fokus. Sesuatu membuatku bingung. Pada leher guru itu, terdapat sesuatu yang menonjol. Dengan penasaran, aku menyentuhnya. 

"Kamu menelan batu?"

"Jakun. Kamu juga mempunyainya."

"Eh, benarkah?"

Aku melepas tangan dari leher guru itu. Ingin memastikan, tanganku mengelus leher. Mengelusnya berkali-kali tetapi tidak menemukan yang guru iblis itu maksud. Guru iblis itu ingin membuat leherku terbakar, ya? Apa aku harus menggosoknya agar keluar?

Saat aku sedang berpikir keras, tiba-tiba kecupan mendarat pada leherku. Ternyata guru iblis itu mengecupnya. Seketika seluruh pergerakanku terhenti. Membatu. Bahkan, aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Biologimu mendapat nilai tiga puluh. Belajar lagi."

Guru iblis itu kembali melakukan kegiatannya. Aku yang mendengar nilaiku disebut langsung terkejut menoleh. 

"Aku sudah belajar dengan baik. Kenapa mendapat nilai rendah?"

"Masih tidak mau mengaku, ya?" Guru iblis itu melihat ke arahku. "Saat aku menyuruhmu membersihkan diri, yang kumaksud bukan menyelinap ke dalam kamar untuk mengambil buku Biologi. Berpura-pura menyalakan shower agar aku mengetahui kalau kamu sedang mandi."

Bagaimana bisa ....

"Aku juga bisa menebak kalau kamu belum mandi sama sekali." Guru iblis itu mencondongkan tubuhnya mendekatiku. "Benar, 'kan?"

Re-rencanaku ketahuan ...!

Aku tersenyum bingung menanggapinya. Dalam hati aku berpikir keras, bagaimana bisa ia tahu? Padahal tadi aku dengan sangat jelas melihat kalau guru iblis itu sedang serius menulis soal!

"Besok ulangan Biologi, pastikan kamu belajar."

Aku menatap guru iblis itu dengan kesal. Ia tampak sedang merapikan lembar jawaban lalu dimasukkannya ke dalam tas. Sedetik kemudian ia menoleh.

"Jangan menyontek kalau tidak mau kuhukum."

Dia menyindirku?

Huh, ia pikir aku akan menjadi anak baik dan mendapat nilai rendah seperti tadi? 

Tidak akan!

Semoga suka dengan cerita ini!

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Semoga suka dengan cerita ini!

Sampai jumpa di episode selanjutnya!

Jangan lupa untuk vote dan comment setelah selesai membaca. Karena satu vote dan satu comment saja sangat berarti bagiku. (つ ≧ ▽ ≦) つ

Treat You Like An Enemy | ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat