Bab 17: Bar Killer

4 1 0
                                    

Bertopeng ghost yang baru saja melepaskan topengnya berbicara pada Isla, "Jadi, di mana kau sembunyikan gawai itu? Tidak, lebih tepatnya senjata-senjata itu."

Gawai yang dimaksud sudah tidak ada lagi di lab. Saat itu lab hanya berisi komponen-komponen belum jadi. Isla pasti menyembunyikan gawainya di suatu tempat.

Dengan napas yang berat dihembuskan dan ditarik, Isla membuka mulutnya, "Apa maksudmu? Itu bukan milikmu."

Bertopeng ghost membalas, "Bukan milikku?" Dia tertawa lantang. "Apakah Rian tidak pernah memberitahumu?"

Isla terkejut mengetahui dia mengenal Rian. "Kau...? Siapa kau sebenarnya?"

"Maaf atas ketidaksopananku. Namaku Bar, aku dan Rian dulu rekan kerja di lab ini."

Namanya Bar, berusia kisaran 20 sampai 30 tahun. Seorang pria yang memiliki perawakan kuat dengan dada bidangnya yang cukup terlihat dari kaos polos yang dia kenakan, berambut pendek pirang, dan mata tajam hitam kecokelatan.

Bar melangkah beberapa langkah mendekati Isla.

Isla tidak menyangka jika Bar akan mengatakan itu. Terlepas dari benar atau tidaknya pernyataan itu, satu hal yang pasti, Bar mengetahui Rian. Tidak aneh jika Bar tahu gawai-gawai seperti apa yang ada di lab itu. Dia mengincarnya sejak dulu.

Bar mendekati Isla. Kemudian dia mendekatkan mulutnya pada telinga Isla dan berbisik, "Siapa namamu?"

"Isla," jawab Isla yang gugup.

"Nah, Isla, di mana kau sembunyikan senjata-senjata itu?"

Isla tidak memberikan jawabannya dan hanya terdiam. Bar pun memukul perut Isla dengan sangat kencang. Pukulan itu benar-benar terasa sakit tanpa membuatnya terpental, yaitu dengan mengarahkan pukulannya ke atas.

Dengan terhuyung sembari memegang perutnya, Isla mundur ke belakang dan kemudian terjatuh. Isla terbaring dan memegang perutnya karena menderita kesakitan.

Dengan kesadaran yang tersisa, Isla melihat Bar mendekatinya lagi.

"Jawab saja dengan lugas. Mungkin kali ini aku akan menendangmu." Itu benar-benar ancaman luar biasa dari Bar yang diarahkan kepada Isla. "Mereka menyebutnya Phoenix Domain atau apalah itu? Kau ingin merasakannya? Aku tidak akan ragu melakukannya walau kau perempuan atau anak kecil."

Mendengarkan perkataan itu, Isla tiba-tiba mendapatkan harapan. Bar menjelaskan akibatnya seolah ingin benar-benar melakukannya. Tapi itu bisa saja Bar hanya ingin menggertak saja. Pikirkan lagi, Bar menginginkan informasi mengenai keberadaan senjata-senjata itu dari Isla. Jika dia menendang Isla dengan Phoenix Domain, Isla dapat dipastikan langsung meninggal.

Isla sering kali gagal dan merasakan sakitnya, tertusuk, terbakar hidup-hidup, kepala meledak, paru-paru pecah, kaki terpisah, tangan terpisah, isi perut keluar, itu sudah dia alami di labnya. Walau dia merepotkan Medi dan tetangganya juga. Baginya, pukulan itu bukanlah apa-apa. Rasa sakit sudah seperti temannya.

Dengan masih terbaring dan penderitaan yang dirasakannya, Isla berkata dengan bangganya dan tersenyum, "Bunuh saja aku." Isla memastikan dengan kata pemancing itu.

Emosi Bar benar-benar tersulut. Tadinya dia hendak menendang Isla. Tapi untung, Bar masih bisa mengendalikan emosinya, dia mengalihkan serangannya pada cekikan. Bar menepak dan mencekik Isla dengan tangan kanannya lalu mengangkatnya dengan cekikan di kedua tangannya. "Mencoba tangguh?" Bar kemudian melempar Isla ke depan sampai membentur dinding.

Isla masih memiliki kesadaran tersisa walau dia sudah membentur dinding sekeras itu. Saat itu Isla sedang merencanakan hal lain. Isla sudah memastikannya, yang Bar lakukan hanya gertakan, dia tidak akan membunuh. Isla pun mendapatkan keberanian untuk melawan balik.

Bar mengangkat tangan kanannya, itu membuat dua orang di sampingnya menurunkan senapannya. Bar kemudian mendekati Isla beberapa langkah. "Sebaiknya kau cepat beri tahu di mana itu. Aku akan menyiksamu sampai kau tidak bisa bernapas lagi. Bukankah itu lebih menyakitkan daripada langsung merenggang nyawa. Tapi tenang saja, itu tidak akan terjadi jika kau cepat beritahu aku."

Dengan tertatih, Isla berusaha menengok Bar dengan posisi itu. Itu benar-benar menyakitkan baginya walau hanya menggerakkan kepala. Tapi pada akhirnya Isla berhasil mengarahkan wajahnya pada Bar. Lalu apa yang sebenarnya Isla rencanakan?

Apa kalian ingat mengenai pembicaraan Bar yang menanyakan keberadaan senjata-senjata itu, kemudian Isla tak ingin menjawabnya? Sebenarnya itu mengandung arti bahwa Isla tidak menyembunyikan semua persenjataannya, dia masih menyimpan beberapa seperti senapan kecil di mana Isla saat itu terbaring. Ya, Isla merencanakannya, Isla sengaja membuat Bar melemparnya pada tempat Isla saat itu agar dia bisa memungut senapan itu. Lebih tepat disebut pistol, Isla belum menamai pistol itu.

Isla baru saja memiliki nama bagus untuk menyebut pistol itu. "Bar Killer!" Isla mengarahkan Bar Killer pada mereka bertiga dan menembakkannya.

Karena mereka bertiga berpakaian kasual dan bertopeng, kecuali Bar yang baru saja melepaskan topengnya, Isla mengarahkan tembakannya pada jantung mereka bertiga. Isla memang tidak punya keahlian dalam menembak. Tapi dengan Bar Killer, Isla bisa menembak tepat mengenai jantungnya karena pistol itu memiliki fitur pasti kena, bahkan sampai mengabaikan sihir yang ada seperti pelindung atau semacamnya. Isla hanya perlu mengarahkan ke mana dia harus menembaknya.

Isla menembak tiga orang itu masing-masing satu peluru. Mereka bertiga pun terjatuh dan bisa dikatakan meninggal.

Isla kemudian terbaring beberapa saat untuk mengumpulkan energi yang telah hilang. Dia pasti sangat kelelahan melawan mereka bertiga. Tapi, kemenangan sudah berada di tangan Isla. Dengan terbaring di lantai, Isla pun beristirahat beberapa menit.

Isla berpikir mengenai mereka bertiga yang telah meninggal. Jika mereka dibawa ke Medi, mereka mungkin akan dihidupkan kembali. Sesosok parasit yang menolong seorang manusia, itu seperti hal yang tidak mungkin terjadi tapi bisa saja terjadi.

Parasit adalah makhluk pembawa petaka bagi manusia pada lampau. Pio, Viel dan Isla pernah mengalami kengerian makhluk bernama parasit itu.

Bersambung...

Parasit dan Dua Gadis PenyihirWhere stories live. Discover now