Labium tebal Jimin mengulas senyum yang penuh sarat jijik tatkala melihat Chaeri memakai pakaian kurang bahan dan sudah robek di sana-sini. "Lebih dari dua puluh tahun, ternyata kau masih saja terlihat seperti pelacur. Menggoda lelaki berduit yang berotak selangkangan." Mendengar itu Chaeri terkekeh sumbangㅡseolah sarkasme yang dilontarkan Jimin terlihat seperti hanya sebuah lelucon. "Dan kau masih saja terlihat seperti bocah menyedihkan, berusia sepuluh tahun yang ditinggal mati orang gila itu. Ah, maksudku ibumu."

Rahang Jimin menggertak mendengar ucapan penghinaan yang ditujukan untuk ibunyaㅡyang telah tiada. "Kau hanya bocah yang berlindung di tubuh orang dewasa. Dan begitu berani menindas orang-orang lemah, namun di mataku kau tidak lebih seperti anak yang kalah dalam menyelamatkan nyawa ibumu."

Atmosfer di ruangan ini seperti berada di pinggir jurangㅡChaeri mendapati dirinya sedang menatap ke seraut wajah yang tampak tidak segan-segan melahapnya hidup-hidup. Tanpa diduga, Jimin mencekik leher Chaeri membuat tubuh kurus wanita paruh baya itu terangkat ke atas tanpa ada perlawanan bahkan Chaeri masih berani melemparkan senyuman mengejek.

"Kau mengatakan … aku bocah? Di saat aku bisa mematahkan lehermu ini, bitch!" Jimin berbisik tepat di telinga Chaeri yang wajahnya sudah memerahㅡbahkan paru-parunya sudah mulai menyempit karena kekurangan asupan oksigen. "Kau terlalu menganggap dirimu berada di atas langit." Lagi, Jimin berujar tanpa mengendurkan cekikannya. Tak dipungkiri aura membunuh terasa kental dan tekad untuk membalaskan dendamnya seakan menguar keluar dari setiap pori-pori di tubuh tegap Jimin.

"Tuan…," ucap salah satu maid yang berlari tergopoh-gopoh menghampiri Jimin. "Nona Nahyun mengancam akan bunuh diri jika tidak dilepaskan." Informasi itu membuat atensi Jimin terarah kepada maid yang menggigil kala menatap iris coklat majikannyaㅡtajam bak sebilah pisau. Sekonyong-konyong Jimin melepaskan cekikannya hingga membuat Chaeri jatuh terjerembab di atas lantai hingga terbatuk dengan tangan yang memegangi lehernya yang memerah.

"Bawa wanita keparat itu ke ruangan bawah tanah!" Jimin memerintahkan kepada dua bodyguard di depannya dengan suara dingin nan tajam. Sebelum kedua kaki panjangnya menginjakkan anak tangga guna menuju lantai duaㅡtempat di mana rubah liar miliknya beradaㅡdan disusul oleh Peter yang senantiasa mengikutinya.

-🍻-

"Minggir! Biarkan aku keluar!" 

Lengkingan teriakan itu memenuhi ruangan mewah yang ditempati Nahyun. Ruangan yang dapat dikatakan lebih layak dibandingkan berada di rumah reyotnya atau penjara bawah tanah. Namun ketika berpikir bahwa Jimin mungkin saja membawa wanita-wanita lain ke kamar ini, membuat Nahyun jijik setengah mati. Nahyun memandang nyalang satu bodyguard dan satu maid yang berusaha menghalangi jalan keluar. Sekalipun Nahyun sudah mengacungkan pisau ke arah mereka. Namun, bagi mereka lebih menakutkan jika Jimin yang mengacungkan pisaunya.

"Anda tidak bisa pergi sebelum dilepaskan Tuan Jimin, Nona," ujar bodyguard itu yang berusaha mengambil pisau yang Nahyun pegangㅡsebagai bentuk pertahanan diri. "Persetan! Atas dasar apa pria brengsek itu mengurungku di mansion neraka ini!" sentak Nahyun kasar. Ia diliputi amarah yang merongrong tubuhnya. "Kau tidak akan bisa pergi dari sini sebelum aku memutuskan untuk melepaskanmu atau membunuhmu." Suara dingin itu mengalirkan kebekuan bagi siapa saja yang mendengar terutama bodyguard dan maid yang berada di sana.

"Menjaga satu ekor rubah nakal ini saja kalian tidak becus," desis Jimin pelan sesaat melihat bagaimana berantakannya kamar ini; makanan yang berhamburan dengan piring yang terpecah belah. Ditambah rubah liarnya yang begitu berani mengacungkan pisau kearahnya. "Letakkan pisau itu di lantai," rendah, suara Jimin memberikan peringatan tajam yang terasa seperti mengobrak-abrik gendang telinga.

The Darkest Side Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ