Bab 15

2.5K 266 122
                                    

   Suasana pagi ini tampak tenang namun kebekuan tetap terasa menyelimuti; sudah berpuluh tahun mansion ini terasa dingin tidak sehangat dulu, saat sebelum peristiwa kelam itu terjadi. Kendati, setidaknya merekaㅡpara maidㅡbersyukur Tuan Jimin tidak marah-marah seperti kemarin saat harus ada nyawa tumbang hanya karena satu orang: Nahyun, wanita bermata biru sedalam lautan yang begitu berani menampar Tuan Jimin.

Jimin nampak menikmati kopi paginya, pusat atensinya menekuri ipad guna melihat perkembangan omzet perusahaannya yang semakin meningkat pesat setiap tahunnya. Hal itu membuat mood Jimin tampak terlihat lebih manusiawi dibandingkan biasanya.

Sementara salah satu maid yang berdiri di samping Jimin sibuk memandang jari-jemari yang saling bertautan gelisah. Walaupun berdiri di samping pria itu bukan kali pertama yang ia lakukanㅡkarena Jimin memiliki kebiasaan aneh bahwa ia harus ditemani saat berada di meja makan. Mungkin banyak para wanita di luar sana yang bermimpi untuk berada di samping Jimin. Namun, tidak dengannya karena ia sudah tahu tabiat Jimin seperti apa. Pria itu mengerikan.

Tenggelam dengan kesibukannya, hingga Jimin tidak menyadari bahwa Peter sudah kembali dari Kanada hanya dalam waktu penerbangan singkat. Siapa lagi pria sinting yang menyuruhnya segera kembali dengan seenak dahi lebarnya. Beruntungnya Jimin memiliki pesawat pribadi sehingga Peter hanya perlu mendapatkan surat izin untuk mendaratkan pesawat.

"Tuan." 

Peter memanggil Jimin membuat atensi pria itu teralih menuju kearahnya. Sebelum Peter mengucapkan informasi penting yang ia butuhkan. Iris Jimin memandang dingin ke arah maid, memberinya kode untuk segera pergi meninggalkan meja makan. Maid itu mengangguk dengan napas lega yang ia sembunyikan usai menunduk hormat ke arah Tuan Jiminㅡlega karena bisa menjauh dari Park Jimin yang auranya terasa seperti di neraka. "Bagaimana hasilnya?" tanya Jimin.

Peter menaruh berkas yang Jimin butuhkan di atas meja makanㅡnamun tidak langsung disentuh Jimin. Pria itu hanya memandang Peter dengan raut datar. "Hasilnya 99,99% cocok, Tuan." Jemari Jimin mengepal dengan sendirinya diikuti rahang yang mengetat mendapatkan informasi tersebut. "Kau yakin? Aku akan memenggal kepalamu jika data yang kau katakan tidak valid!" tandas Jimin dengan suara dingin.

"Saya sudah mengeceknya di lima rumah sakit sekaligus, Tuan. Anda bisa mengecek berkasnya," jawab Peter. Jemari kekar Jimin meraih map berisi berkas-berkas dari rumah sakit berbeda yang terdapat hasil dari tes DNA, atensinya mengamati deretan huruf yang membentuk kalimat dan angka yang menegaskan hasil itu. "Sialan! Di mana wanita keparat itu?!" Jimin menggeram dengan iris coklat pekat yang menatap membunuh ke arah Peterㅡyang masih menampilkan seraut wajah tenang. Berbanding terbalik dengan Jimin, Peter lebih mudah mengendalikan ekspresinya. 

 "Masuk," ujar Peter memberi kode agar ajudan milik Jimin masuk dan membawa wanita malang itu. Hingga derap langkah kaki terdengar, kini atensi Jimin sepenuhnya menatap membunuh sosok di belakang tubuh Peterㅡterdapat dua orang bodyguard dan satu wanita bertubuh kurus yang wajahnya dimasuki ke dalam karung.  Iris Jimin menyapu keseluruh tubuh wanita paruh baya tersebut. Terlihat kurus, tak terawat dan benar informasi dari Peter tadi malam; perihal luka tembakan di betisnya karena Jimin mendapati darah kering mengotori betis tersebut.

Tanpa diperintahkan lagi salah satu bodyguard itu membuka paksa karung. Hingga kedua iris coklat senada itu saling bersirobok. Jimin sudah lama menanti hari ini, melihat wajah wanita jalang yang menjadi selingkuhan tua bangka yang keparatnya membagi DNA kepadanya dan wanita yang juga membuat ibunya gilaㅡmengakibatkan Jimin kehilangan figur seorang ibu dan ayah. "Lama tidak bertemu Nyonya Chaeri."

Jimin memasukan jemari yang mengepal di balik saku celananya, menyembunyikan rasa ingin mencekik wanita itu sampai mampus dan memasukkan tubuh wanita keparat itu ke dalam kandang serigalanya. Sementara Chaeri memandang Jimin dengan senyuman angkuh yang terpeta di wajahnya. Senyuman yang sama seperti dulu, kala Jimin menurunkan harga dirinya memohon dan berlutut kepada wanita keparat itu untuk meninggalkan ayahnya. Sekarang, ia yang akan membuat wanita itu memohon sampai berdarah-darah di bawah kaki Jimin untuk meminta ampunan.

The Darkest Side Where stories live. Discover now