Bab 05

3.2K 322 32
                                    

   Keparat. Satu kata yang mewakili seluruh kebejatan bodyguard sialan milik Park Jimin. Bos di kantornya. Selama satu bulan dia bekerja menjadi sekretarisnya. Bersembunyi bahwa adanya dirinya sebenarnya hanya untuk mengintai perusahaan real estate terbesar milik Jimin yang ternyata juga menggeluti bisnis kotor.

Entah bagaimana Jimin bisa mengetahui kedoknya. Pria itu terlalu licik, cerdik dan arogan. Marry merutuki segalanya; jika saja ia dapat lebih licik dari seekor belut listrik untuk mengelabui Jimin. Mungkin dia tidak akan berakhir seperti ini. 

Kedua iris abu miliknya memandangi ruangan tempat penyiksaannya tadi malam. Terasa menjijikan baginya melihat ruangan ini seperti bangunan yang tidak terawat; dindingnya berlumut, tidak ada satupun cahaya matahari kecuali lampu minyak yang menempel di dinding, tempat yang ia tiduri pun hanya ranjang lusuh yang bahkan kawatnya sudah mencuat ke atas dan ia bahkan bersumpah jika melihat ke bawah ranjang yang akan ia dapati adalah hewan-hewan kotor yang terlihat menjijikan.

Ringisan lolos dari bibir pucatnya kala ia merubah posisi tubuhnya menjadi telentang. Belum lagi ia juga merasakan tubuhnya seperti dikuliti hidup-hidup saat bodyguard milik Jimin yang entah berjumlah berapa memasuki miliknya dalam keadaan kering kerontang. Tak hanya sampai di sana, penyiksaan itu tetap berlanjut menjelang pagi sehingga membuat Marry tak sadarkan diri karena kelelahan.

Amarah tertahan memenuhi isi kepalanya mengingat betapa bajingannya Park Jimin memperlakukan dirinya layaknya seonggok sampah yang menjijikan; dibuang setelah tidak dibutuhkan lagi.

Terlarut dalam pemikirannya membuat Marry terkesiap saat guyuran air dingin membasahi tubuhnya. Rasa dingin langsung menusuk pori-pori kulitnya yang tidak mengenakan sehelai benang pun.

Pandangannya mengabur, Marry merintih saat sengatan kuat terasa di surai panjangnya. For God’s sake, kulit kepalanya terasa mengelupas seperti ditarik paksa dari tempurung. Hanya mengandalkan tenaga yang masih tersisa Marry mencakar lengan keparat yang merenggut surainya.

Dan si keparat itu tetap bergemingㅡmelakukan tugas mulianyaㅡseolah lengannya terbuat dari beton tidak merasakan apapun padahal ia sudah menancapkan kuku-kukunya.

“Bajingan,” umpatnya serak.

Suara derap langkah kaki menggema di ruangan berdinding empat ini. Jimin menghela langkah dengan arogan; tubuh tinggi tegapnya sangat pas dipadukan pakaian kasual.

Seringaian terpatri di sudut bibir Jimin melihat wanita ular itu tak berdaya di atas tanah lembab dengan tubuh yang dipenuhi memar dan darah kering. Jimin menghela langkah lebih dekat ke arah Marry dan tanpa diperintah bodyguard itu melepaskan cengkraman di surai Marry lalu bergerak menjauh.

“Tidur nyenyak tadi malam, Marry?” tanyanya dengan intonasi meremehkan. “Aku bisa menebak bahwa kau sangat menyukai servis dari pengawalku.” 

Ocehan tak bermutu Jimin membuat Marry muak. “Sebenarnya apa maumu, brengsek?!” hardiknya tajam. Namun, bukannya tersinggung dengan perkataan Marry dengan wajah yang memerah karena marah. Jimin malah bersedekap dengan pandangan meremehkan terpeta di wajah tampan rupawannya.

Oh lihatlah, pandangan remeh yang terpeta di raut rupawan Jimin membuatnya semakin terlihat menawan. Kali pertama Marry melihat Jimin berbalutkan kaos hitam polos yang mencetak dada bidangnya; selebihnya ia lebih sering melihat Jimin mengenakan pakaian formal. Dan bagian tersialnya dalam keadaan seperti ini pun Marry masih memuja iblis itu. Ia menggigil kala mendapati bagian bawahnya terasa lembab. Jimin memang brengsek!

Tidak menjawab pertanyaan Marry, Jimin malah terkekeh kecil melihat tubuh wanita di depannya menggigil kedinginan. Atensinya tertuju ke arah satu pengawalnya yang sedari tadi memandang Marry penuh hasrat membara. “Kedinginan, Marry?” 

The Darkest Side Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang