9. Target + Tugas = Rahasia

167 65 346
                                    

Aku bergegas menuruni tangga menuju dapur. Kak Arsha sedang mencuci peralatan makan yang baru selesai ia gunakan.

"Kak Ar, aku mau pinjam ponsel Kakak. Boleh?"

"Boleh. Ambil saja sendiri di kamar. Untuk apa?"

"Menelepon. Ada seseorang yang bisa kutanya."

"Tahu password-nya, enggak?"

"Tahu." Password dengan kombinasi 0000 adalah yang paling mudah ditebak.

Aku menaiki tangga lagi untuk mengambil ponsel Kak Arsha. Kuketik nomor Nata dan langsung meneleponnya.

Nada dering pertama. Kedua. Ketiga. Sampai di nada dering kelima, terdengar suara ceria dari seorang gadis yang familier di telinga.

"Nata, ini Axel. Kamu bilang kamu bisa bobol kunci ponsel, kan?"

"Ah, Axel rupanya. Bisa dicoba, kenapa?"

"Ponselku terkunci dan aku lupa password-nya. Konter ponsel tidak membantu. Sekarang aku menggunakan ponsel kakakku. Bisa kamu beri arahan bagaimana membobolnya?"

"Kamu ada laptop dan sumber internet yang cukup besar? Mungkin kamu harus download beberapa file, dan biasanya ukurannya tidak kecil. Minimal dua gigabyte."

Masalah selalu datang beruntun. Kukira Wi-Fi rumah mati tidak akan menyebabkan masalah lebih panjang. Kuota internetku dan Kak Arsha jika dijumlahkan tidak akan melebihi satu gigabyte. "Laptop ada, tapi internetnya tidak. Wi-Fi di rumahku mati. Bisakah kamu yang membobolnya?"

"Bisa, tapi kita harus bertemu. Aku enggak bisa sore ini."

"Besok pagi? Pukul delapan atau sembilan?"

"Bisa, tapi kamu yang ke sini. Aku ke sana pun tidak ada guna karena aku butuh internet untuk membobolnya."

"Oke, nanti SMS-kan alamatmu ke nomor ini. Aku ke sana."

"Baiklah."

"Terima kasih, Nat."

"With pleasure. Selama menunggu besok, kamu coba saja masukkan satu per satu angka sambil berdoa di tiap ketikannya. Mungkin saja sebuah keajaiban terjadi."

Aku mengangguk, tapi baru ingat kalau ia tidak bisa melihat. "Baiklah."

Kumatikan panggilan, dan menoleh. Kak Arsha tersenyum menggodaku sambil melepaskan telinganya dari punggung ponsel. Ia sedari tadi mendengarkan?

"Temanmu itu cewek? Atau pacar nih?"

"Kak!" Kenapa aku selalu digoda di saat-saat seperti ini? Tidak adakah waktu lain?

"Cantik, enggak?"

Aku mencebik. Kak Arsha selalu tahu 'pelatuk' untukku. Dengan bertanya begitu, aku pasti otomatis memikirkannya. "Pasti cantik, Kak. Dia kan perempuan."

Kak Arsha malah tertawa. "Jangan lupa foto. Kakak mau lihat. Kali aja memang cantik."

"Lalu, Nona Reina?"

Giliran Kak Arsha yang mencebik. "Rei sudah bukan manusia, Xel, dan umurnya lebih tua dari Nenek, seangkatan dengan ibunya Nenek malahan. Kakak rasa sudah waktunya untuk move-on. Atau mungkin, gadis ini bisa untukmu."

Salahnya sendiri naksir pada makhluk penghuni dunia seberang.

Ponsel Kak Arsha di tanganku bergetar. Pesan dari nomor Nata. Kubuka pesannya, sementara Kak Arsha melihat dari balik pundak. Isinya alamat rumah yang besok akan kutuju.

INTERIM: Let Me See Your SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang