Kara yang ada di kamar mandi, menggosok telinganya beberapakali. "Kuping gue kok panas, ya? Apa ada yang ngomongin gue?" tanyanya pada diri sendiri. Bukannya jawaban ia dapati, hanya pantulan suaranya yang terdengar bergema di toilet.

"Eung ... bisa aja si Ibu," ucap Arsa dengan malu-malu.

Bu Dini hanya terkekeh mendengarnya. "Oh iya, pembalutnya siang apa malam?"

Arsa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali dengan otak yang mulai berpikir.

"Yang siang aja, deh, Bu. Soalnya, kan, sekarang siang nggak mungkin, kan, temen saya pake yang malam. Pasti beda rasanya." Ibu penjaga kantin itu memberi satu biji 'roti Jepang' itu.

Arsa mengambil alih pembalut itu dan mengamatinya dengan otak berpikir sejenak. Ia merasa ada yang kurang, tapi apa?

Ia coba mengingat-ingat, dia pernah membelikan ibunya pembalut dan sebotol minuman. "Oh satu lagi, Bu, minuman pereda nyeri ada nggak, Bu?"

"Ada, mau berapa?"

"Satu aja, Bu."

"Nih, sepuluh ribu."

"Nih, Bu, ambil aja kembaliannya." Arsa melanjutkan perjalanannya.

Ibu penjaga kantin itu senang karena ia mendapatkan uang gratis, uang dikasih Arsa itu diremuk-in. Namun, ternyata ...

"Bukannya untung malah buntung." Arsa hanya memberikan ibu itu tujuh ribu. Padahal nanggung tiga ribu, lagi.

Kembali ke Arsa. Arsa menggebrak pintu kamar mandi perempuan tanpa ragu. "Lo di mana?"

"Anying, sumpah kaget gue. Di ujung."

Arsa berjalan kearah bilik toilet ujung. Ia memberikan plastik hitam itu kemudian memalingkan wajahnya ke samping.

"Kok lo beli yang siang, sih?"

"Apa salahnya? Toh rasanya juga sama."

"Sama pala lo segitiga."

"Udah deh pake aja. Banyak cocot lo. Udah untung Arsa yang ganteng ini dengan sukarelawan menguras tenaga dan uang demi lo dan enggak minta imbalan, lagi. Kurang baek apa sih gue?"

"Dih, muji-muji diri sendiri. Narsis lo!" desis Kara dari bilik toilet.

Bilik yang dipakai Kara terbuka, terpampang lah gadis pendek dengan wajah kesal.

"Kenapa muka lo?" Kernyitan pada dahi Arsa terlihat jelas.

"Nggak enak pake yang siang, harus di dabelin biar nggak tembus. Lho mah, bukannya minta saran gue tadi."

"Ya udah, sih, maaf. Gue kan nggak tau."

"Serah lo aja, deh." Kara berjalan meninggalkan Arsa di kamar mandi. Arsa menyusul Kara.

"Kar, lo mau kemana? Mau masuk kelas nih? Bolos aja sekalian yuk bareng gue?" ajak Arsa.

"Ogah, perut gue sakit. Mau ke uks," tolak Kara dengan langkah lebar menuju uks.

KARA |Serendipity|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang