KS - 36

166 27 194
                                    

Selamat datang, selamat membaca!♡

••

Pintu bus baru saja terbuka, kedua sejoli yang resmi berhubungan beberapa menit lalu turun sambil bergandengan tangan. Hari sudah sangat sore, mereka berada di halte bus di depan sekolah.

Masuk ke tempat parkir sekolah. Bawa dan naik motor—Kara mulai menaiki jok belakang setelah memasang hoodie Arsa di tubuhnya setelah Arsa mengeluarkannya dari jok motor. Arsa meletakkan tasnya di depan. Mengendarai motor dengan kecepatan sedang, menikmati waktu bersama sesekali mencuri pandang melalui kaca spion. Begitu sederhana romansa yang tercipta antara Arsa dan Kara.

"Kara," panggil Arsa sedikit berbalik ke belakang. Kara, yang tadinya melihat ke mana-mana menikmati angin sepoi-sepoi, melihat ke kaca spion karena dia merasa dipanggil dengan sedikit mencondongkan tubuh ke depan.

Arsa tersentak dan bergerak sedikit tidak nyaman karena ada 'benda lembut' yang menempel di punggungnya.

"Iya?" tanya Kara memandang Arsa dari kaca spion. Bukannya menjawab, Arsa masih bergerak gelisah di kursinya, pipinya merona di balik helm full face yang dipakainya. Kara tiba-tiba mengerti kenapa Arsa seperti itu, mundur sedikit dan duduk senyaman mungkin di belakang tanpa ingin membuat Arsa gugup lagi, karena 'ulah'-nya.

Kontrol detak jantung, tarik napas, lalu tatap kaca spion. "Mama lo suka makanan yang manis atau pedas?" Arsa bertanya melihat ke depan lagi, membuat Kara berpikir sejenak. Ibunya lebih suka makanan pedas.

"Mama suka yang berkuah dan gurih ... hmm, mie-ayam bakso? Nah! mama suka banget makan itu," Kara menjawab setelah berpikir beberapa menit. Arsa mengangguk dan mengemudikan motornya menuju tempat bakso yang pernah ia kunjungi bersama Kara.

Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan semula, yaitu penjual bakso pinggir jalan. Arsa melepas helmnya, Kara turun dengan cepat, disusul Arsa. Arsa menyisir rambutnya dulu lalu meraih tangan dan menarik Kara ke dalam tenda. Memesan dan berjalan ke salah satu kursi plastik dan duduk.

"Apa ini termasuk ... kencan pertama kita, Sa?" tanya Kara memulai percakapan.

Arsa yang sedari tadi menatap Kara dengan intens, terkesiap lalu tersenyum, meraih tangan Kara dan mengelusnya ringan dengan ibu jarinya. "Iya, ini kencan pertama kita, Kar," balas Arsa dengan nada rendah membuat Kara merinding.

Kara mencoba mengingat lagi, sudah berapa kali mereka makan berduaan. Di warteg 2×, di rumah makan 1×, tempat bakso ini 1×. "Satu, dua ... ini kencan ke lima kita Arsa! Bukan pertama. Jadi, ini makan biasa dong namanya? Yah ...." Kara berseru kecewa pada kenyataan.

Arsa terkekeh melihat betapa lucunya gadis itu cemberut, membuat Kara melotot tak senang. "Dih, sinting lo, Sa! Orang lagi sedih gini kok diketawain? Aneh," sungut Kara, lepaskan cengkeraman Arsa.

Arsa meraih tangan Kara untuk dipegang karena tangan Kara agak dingin, lalu tersenyum manis di depan Kara. Kara terperangah. "Udah jangan cemberut gitu. Anggep ini kencan pertama setelah kita pacaran," balas Arsa berusaha agar Kara tidak sedih lagi. Dia merasa Kara bereaksi berlebihan terhadap hal itu.

Kara melihat ke mana-mana, merasa gugup dan gelisah. Dia baru saja merasakan hal yang pertama kali dia rasakan. "Sa, gimana kalau yang manis-manis ini ditunda? Gue butuh penyesuaian diri dulu karena gue ... baru pertama kali merasakan jatuh cinta. Tolong, Sa. Gue gak romantis orangnya, gue takut lo ilfil sama gue," cicit Kara membuat Arsa geram mencubit pipi Kara dengan gemas.

"Kalau ilfil ngapain gue mau nembak lo di pantai tadi?" balas Arsa membuat Kara menatap Arsa sendu. Matanya berkaca-kaca.

"Lho? Lho? Lho? Ey, kamu kok nangis? Kenapa tiba-tiba nangis, hm?" tanya Arsa, khawatir, mengusap lembut air mata Kara. Kara memandang Arsa dengan bibir melengkung ke bawah.

KARA |Serendipity|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang