34. Got You

Mulai dari awal
                                    

"Hik." Sona cegukan, wajahnya semakin pucat. Ini pertama kalinya dia melihat Dexter dengan wajah kejam dan bengisnya. Tatapannya sangat dingin, dan tak ada rasa empati sedikitpun.

Dexter yang dia lihat selama ini sangat berbeda. Pemuda jahil dengan senyuman khasnya kini hilang diingatan Sona. Kini hanya pemuda bengis dan kejam yang menggantikannya.

"Ah!" Dexter terkesiap lalu menarik pedangnya kembali dan melemparnya asal saat dia menyadari sesuatu.

Mata itu. Mata yang selalu ia rindukan selama ini. Betapa bodohnya dia tak mengenali gadis dihadapannya ini. Tatapannya seketika melunak, dan dia langsung berlutut di hadapan gadis kecil itu.

Tanpa sadar tangannya menggapai ke arah Sona membuat Sona langsung memejamkan matanya ketakutan.

Saat Sona mengira kalau Dexter akan menyakitinya, sapuan lembut terasa di pipinya.

"Maaf." Lirih Dexter dengan tangan gemetar mengusap lembut pipi Sona, sadar kalau dia hampir saja menyakiti Sona.

Sona perlahan membuka matanya dan bersitatap dengan mata Dexter. Tatapan dingin dan kejam tak ditemukannya lagi. Sekarang yang ia lihat hanya tatapan lembut dan hangat.

Grep!

Dexter akhirnya mendekap Sona. Dia memeluknya dengan takut-takut, ia takut kalau memeluknya terlalu kuat akan menyakiti gadis kecil itu. Dia masih bisa merasakan tubuh Sona yang gemetar akibat ulahnya.

"Maaf." Ulang Dexter mengusap lembut kepala Sona. "Aku..."

Dexter tak meneruskan kalimatnya ketika Sona tiba-tiba terisak dan meremas erat bajunya.

"Maafkan aku Putri. Aku tidak mengenalimu. Aku bodoh." Lirih Dexter mengelus kepala Sona yang berada di dalam pelukannya berulang-ulang.

Setelah tangisnya berhenti Sona melepaskan pelukannya lalu menatap Dexter dengan cemberut. Dexter tersenyum canggung merasa serba salah dan tak bisa mengatakan apa-apa.

"Brengsek!" Umpat Sona memukul dada Dexter dengan tangan mungilnya. "Kau seperti psikopat gila!"

Dexter meringis mendengarnya lalu menepuk kepala Sona lagi untuk menenangkan amarahnya, "Maaf, itu salahku."

Sona mendengus sebal mendengar permintaan maaf pemuda di depannya untuk ke sekian kalinya. "Jadi, kalian sudah menyadarinya?"

Kali ini ekspresi Dexter berubah serius. Dia menatap Sona dengan wajah rumit. "Putri, kenapa kau tak menghubungi kami selama dua bulan ini?"

Sona tak menjawab dan malah menggigit bibirnya dengan gugup.

"Untunglah Saintess Leah memberi tahu kami tentang apa yang terjadi. Kalau tidak mungkin Kaisar akan langsung bertindak."

"Saintess Leah?" Sona terkejut. Leah sudah berjanji padanya untuk merahasiakan semuanya, tapi mengapa...

"Kaisar mengancam Saintess Leah." Kata Dexter seakan tahu isi pikiran Sona.

"Aku yang pertama kali tahu kalau itu bukan kau satu bulan yang lalu. Saat aku selesai mengurus Farhoven dan kembali untuk menemuimu aku langsung sadar kalau itu bukan kau."

"Dan kemudian aku memberitahu Kaisar dan dua pangeran. Saat itulah Kaisar menghubungi Saintess Leah. Kaisar yakin Saintess tahu sesuatu mengingat kemampuan Saintess. Dan Kaisar mengancamnya untuk memberitahu semua yang terjadi kepadamu."

"Haa." Sona mendesah tak percaya. "Dasar gila. Kalian semua gila. Kenapa hanya ada orang gila di sekitarku?"

Dexter hanya tersenyum, seakan terbiasa dengan kata-kata kasar gadis kecil di depannya.

"Berhentilah tersenyum!" Teriak Sona kesal.

"Lalu? Apa yang kau lakukan? Berpura-pura menjadi petualang? Untuk apa..." pertanyaan Sona terhenti seketika memikirkan betapa gilanya Ayah serta kedua saudaranya.

"Apa yang kalian rencanakan?" Sona menatap Dexter curiga dan was-was.

Saat itu mereka mendengar sebuah suara yang mereka kenal.

"Duke! Apa yang kau.." seorang pemuda yang juga berambut cokelat tiba-tiba muncul dari balik semak-semak.

"Tsk!" Dexter berdecih dan menatap pemuda yang lebih pendek darinya dengan tak suka.

"Putri?!" Seru pemuda yang tak lain adalah Ashlan.

"Ashlan?"

Ashlan tersenyum lebar dan menghampiri mereka dan langsung menggenggam kedua tangan Sona. "Aku senang kau baik-baik saja!"

Tap!

Dexter menepis tangan Ashlan yang memegang tangan Sona dengan kasar, "Jangan sentuh!"

"Kau!" Ashlan memelototi Dexter dengan tajam. Sementara Sona terperangah dengan tingkah mereka. Rasanya seperti dejavu. Sona seakan pernah mengalami kejadian ini berkali-kali. Dia langsung mengingat Hero dan Genta saat itu juga.

"Haa, mereka benar-benar mirip." Gumam Sona mendesah panjang saat Dexter dan Ashlan masih saling menatap tajam satu sama lain.

"Aku tertangkap." Sona terkekeh pelan seraya mengingat tatapan Arjen yang sempat bertemu dengan tatapannya sebelumnya.

Sona sekarang yakin Arjen yang menyuruh mereka berdua untuk berpura-pura mengikuti perburuan ini untuk mengawasinya.

Sona pada akhirnya tak berhasil mendapatkan buruan apa pun. Sementara Dexter menyingkirkan dan membuang semua kepala buruannya setelah melihat Sona muntah saat dia memenggal seekor beruang.

Dexter dan Ashlan berjalan mengikuti di belakang Sona seperti pengawal, sedangkan Sona sendiri tak perduli dan menganggap mereka berdua tak ada.

"Sera!" Seruan Alea membuat Sona menoleh. Sera melambaikan tangannya dari kejauhan sambil memegang sesuatu di tangannya. Entah mengapa perasaan Sona menjadi tak enak.

Alea berlari dengan cepat menghampirinya, sehingga Sona kini dengan jelas bisa melihat wajah dan pakaian Alea yang berwarna kuning telah ternoda dengan darah.

"Stop!" Sona menghentikan gadis itu saat hampir mencapai tempatnya.

"Apa? Kenapa?" Alea bertanya dengan bingung.

"S-singkirkan benda ditanganmu itu." Wajah Sona kembali memucat ketika melihat Alea dengan santainya memegang kepala seekor serigala dengan darah yang masih menetes di tangannya.

Melihat tangan Sona sedikit bergetar Dexter ingin maju menuju Alea. Sona yang menyadari itu langsung menatapnya tajam tanda untuk tidak macam-macam.

Alea memiringkan kepalanya dengan polos. Dia masih tak mengerti mengapa Sona mengatakan hal itu.

"Aku benci darah. Jangan tunjukan itu padaku. Atau aku akan muntah." Sona menjelaskan Alea dengan sabar sementara mengalihkan pandangannya tak ingin melihat ke arah Alea.

"Ah! Aku mengerti!" Alea lalu memasukkan buruannya ke dalam tas spasial yang tergantung di pinggangnya.

Setelah melakukan itu Alea mengelap tangannya dari darah dengan sapu tangannya dan barulah mendekati Sona.

"Sera, mereka siapa?" Alea akhirnya berada di sebelah Sona.

"Abaikan saja. Aku juga tidak tahu." Balas Sona malas.

Seakan mengerti keinginan Sona, Alea juga langsung mengabaikan kedua pemuda di belakangnya.

"Sera?" Dexter tanpa sadar bergumam ketika mendengar Alea memanggil Sona.

Tak hanya Dexter yang mengernyitkan dahi dengan heran, tapi Ashlan juga. Mereka mengenal nama itu. Nama yang sudah lama tak mereka dengar lagi di dunia ini, dan tak akan ada yang berani menyebutkan nama itu di Alterion.

Dexter dan Ashlan saling menatap seakan-akan mereka mengerti satu sama lain apa yang mereka pikirkan. Pada akhirnya mereka hanya diam.

***

23 September 2020

Happy 150k views 😆🥳

Bad Princess (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang