49. Jiwa

39.1K 5.9K 513
                                    

Karena pada hari ketiga Sona juga tak kunjung membaik keadaannya, Arjen akhirnya memanggil Saintess Leah untuk pertolongan. Perempuan itu lebih tahu soal keadaan Sona karena sihir sucinya dan juga kekuatan ramalannya.

Leah memandang sedih pada Sona yang terbaring tak sadarkan diri. Melihat ekspresi muram wanita itu, Arjen tahu bahwa sesuatu yang tak benar sedang terjadi.

"Apa yang terjadi? Jangan sembunyikan apapun." Katanya tegang.

Leah menatap Arjen lalu memandang ke orang-orang yang ada di ruangan dengan tenang, "Selain keluarga. Keluar."

Mengerti kata-katanya semua orang selain Arjen, Hero dan Genta tetap di dalam ruangan. Tapi Dexter yang berada di dalam sejak awal diam-diam menggunakan sihir persembunyian sehingga hawa keberadaannya sama sekali tak terdeteksi. Bahkan Arjen dan Leah tak mampu mendeteksinya. Itu semua berkat pusaka keluarganya yaitu jubah hitam yang merupakan artefak sihir kuno yang mampu menyembunyikan keberadaannya.

"Ini bukan karena kedua element sihirnya." Ucap Leah dengan tenang.

Arjen memicingkan matanya dalam diam, menunggu jawaban dan penjelasan lebih rinci tentang Sona dari mulut wanita itu.

"Aku tidak tahu kalian menyadarinya atau tidak. Jiwanya bukan berasal dari dunia ini. Jiwanya saat ini sedang tertarik oleh kekuatan misterius yang bukan berasal dari dunia ini dan berusaha meninggalkan tubuh ini."

Tanpa da yang menjelaskan pun Arjen dan yang lainnya tahu kalau itu artinya, Sona sekarat. Dia diambang kematian karena jiwanya perlahan-lahan mencoba keluar dari tubuhnya.

Wajah semua orang diruangan itu memucat. Termasuk Dexter. Kegelisahan dan ketakutan perlahan merayap ke hatinya. Dia yang paling tahu tentang Sona di dunia ini. Sona bahkan telah menunjukkannya lukisan itu. Lukisan dunia asal tempatnya berada. Lukisan gedung pencakar langit dan lampu-lampu menerangi kota kayaknya kunang-kunang di tengah malam.

"Apakah ada cara untuk membuatnya kembali?" Genta bertanya gugup dengan wajah pucatnya. Tangannya mengepal erat hingga kukunya menancap di telapak tangannya hingga dia bisa merasakan darah yang membasahi telapak tangannya.

"Satu-satunya cara untuk membuatnya kembali adalah, seseorang harus memasuki alam bawah sadarnya dan menariknya kembali ke kenyataan."

"Bagaimana jika gagal?" Hero bertanya kemungkinan terburuknya.

"Jika jiwa meninggalkan tubuh menurutmu apa yang akan terjadi. Itu akan menjadi cangkang kosong. Sama saja dengan kematian." Ucap Leah muram.

"Bagaimana cara menariknya kembali? Kami akan melakukan apapun untuk membuat itu terjadi." Ujar Hero tak sabar.

"Seseorang harus masuk ke alam bawah sadarnya dan menariknya kembali." Leah memandang ketiga pria berambut perak di hadapannya.

"Itu harus Kaisar sendiri." Katanya beralih menatap Arjen. "Kaisar memiliki kekuatan sihir yang lebih besar dibandingkan kedua pangeran."

Dahi Hero dan Genta berkerut tak senang dengan pernyataan itu. Itu bukan karena Saintess mengatakan bahwa mereka lebih lemah daripada ayah mereka. Tapi karena mereka tidak bisa menyelamatkan nyawa adik perempuan mereka dengan tangan mereka sendiri.

"Jika kalian gagal untuk menarik jiwanya kembali. Bukan hanya nyawa putri yang akan melayang, itu juga akan berdampak pada orang yang memasuki alam bawah sadar untuk menariknya. Karena itu... Berpikirlah dulu sebelum melakukannya."

"Aku akan melakukannya." Arjen menjawab langsung bahkan tanpa mengindahkan resiko yang baru saja disebutkan. Baginya nyawa Sona lebih penting dari apapun. Dia tak ingin kehilangan putri kecilnya.

Bad Princess (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang