dua puluh satu

80 20 4
                                    

Hujan deras disertai petir mengguyur Kota Pontianak. Bella dan Milwa berlari-lari di lorong lantai satu, menuju aula. Mereka berlomba lari, siapa yang sampai duluanlah yang akan menang. Terkadang mereka bersikap seperti anak kecil pada umumnya, hanya untuk sekedar tertawa riang bersama.

"Gue menang, gue menang. Bella menang," teriak Bella saat hampir beberapa langkah dari pintu aula.

"Nggak, gue yang menang," sahut Milwa.

Tetapi mereka tidak berhati-hati, dan sedikit kaget karena ada petir yang menyambar diluar. Mereka berdua terpeleset jatuh. Bella jatuh dalam posisi terbaring, membentuk bintang. Sedangkan Milwa terjatuh seperti orang yang sedang sujud. Untunglah tulang ekor Bella tidak menghantam lantai, kalau tidak pasti itu sakit sekali.

Dibelakangnya ada beberapa anak laki-laki yang ingin berangkat ke masjid, sebagian terlihat menahan tawanya dan sebagian lainnya memilih tidak peduli dan geleng-geleng kepala.

Bella hanya fokus dengan sikunya yang menghantam dinding, tidak terlalu memperdulikan anak laki-laki yang lewat. Namun saat Faiz melewatinya, ia menjadi salah tingkah dan merasa malu. Mana mukanya itu sedang komuk lagi, bisa-bisa hancur reputasinya.

Milwa berdiri, sambil menahan tawa dan malunya. Bella menyusul berdiri. Mereka masuk ke dalam aula.

"Hahahahahaha" tawa mereka didalam aula, menertawai kebodohan mereka didepan aula tadi. Malu bercampur senang menjadi satu.

Tawa mereka berhenti saat seseorang dari luar mengetuk pintu aula pelan. "Bell, kata Bu Hesti besok ada rapat Osis dadakan. Datang ya, ntar lu yang catat semua." Juna menyampaikan berita itu kepada Bella.

"Lo juga catat lah, jangan kea biasanya. Gue yang catet, lu salin-salin doang. Rapat aja jarang lu datang tepat waktu," sahut Bella. "Yang dateng rapat siapa aja kata Bu Hesti sama Dimas?" Tanya Bella. Sekedar memastikan siapa saja yang datang rapat dan siapa yang akan dikabari untuk hadir besok sore.

"Yang ikut cuma ketos, waketos, sekretaris, bendahara. Trus ada ketua bidang pendidikan, olahraga, sama paskibra...," jawabnya.

"Paskib? Hubungan sama pendidikan apa? Mau bahas apa sih? Lomba buat Smarwana's day?" Tanya Bella lagi.

Juna mengangguk, "Paskibra mau ngadain dua lomba, yang pertama di lapangan trus yang kedua semacam cerdas cermat gitulah. Kan yang ngadain cerdas cermat itu bidang pendidikan, nah mereka mau collab. Tugas kita nyatet doang sama kasi masukan."

"Oke, nanti gue kabarin anak-anaknya." Bella bertanya lagi sebelum Juna pergi, "Eh iya, bilangin Faiz, buku catetan gue tolong dibalikin. Katanya dia mau ngecek catetan gue lengkap apa nggak, nah itu udah apa belom sih?"

Juna mengernyitkan dahinya, "Hah? Kok Faiz ga ada minta catatan gue? Emang ada Faiz minta?"

Bella mengangguk, "Ada, tapi Dimas yang nagih ke gua. Katanya Faiz yang koreksi semua, soalnya dia sibuk sana-sini buat bulan depan."

Juna mengangguk, "Yaudah, ntar gue sampein." Lalu Juna pergi, berlari menuju masjid sembari menembus hujan deras.

Bella baru saja ingin menutup pintu aula, tiba-tiba ada Kenan melintas dihadapannya. Badannya rasanya kaku, ia kembali menyukai Kenan sejak kemarin. Sudah dua minggu berlalu setelah hari dimana ia dipanggil dengan nama binatang, kedendamannya kepada Kenan berangsur menghilang. Namun dihatinya tidak hanya ada Kenan, tetapi juga ada Nathan dan Faiz. Hanya saja Kenan-lah yang mendapatkan tempat terbesar disana. Kalau diubah dibentuk persentase, Kenan mendapat delapan puluh persen, Faiz mendapat lima persen, dan Nathan mendapat lima belas persen.

Ia tersadar saat Yasmin menepuk pundaknya, "Besok rapat! Jangan bolos lu,"

"Apaan sih, mana pernah gue bolos. Mana berani, ntar dipecat dari jabatan. Bisa habis gue," Bella menyahut. "Besok rapat dimana dah? Kelas cowok apa kelas cewek?"

Bella Untuk KenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang