Hari 27, Kisah Asmara di Asrama

176 111 115
                                    

"Lihat, asrama itu–"

Kata-kata yang hendak aku susun tidak pernah selesai.

Kamu menyela, "tempat masa kecilmu dulu?"

Bukan. Jujur bukan itu yang ingin aku katakan. Namun, kamu terlanjur berasumsi.

"Ya, dulu. Asrama yang sama yang mengenalkan aku akan banyak hal ...."

Mataku menangkap baswara yang terpantul dari kaca-kaca buram gedung tua di hadapanku.

"... banyak kenangan, lebih tepatnya." Aku melanjutkan dengan bisikan yang terbawa angin sepoi-sepoi.

Kamu mengusap puncak kepalaku.

"Aku yakin kisah di sana menarik, bukankah begitu?"

Menarik?

"Bisa jadi."

"Bisa kamu ceritakan? Nostalgia sedikit kurasa tidak masalah. Aku bisa jadi teman ceritamu."

Senyumku sedikit miris. Itu bukan ide yang baik, terutama untuk hari-hari sekarang.

"Mungkin lain kali."

Tolonglah, bahkan kamu mengangguk semangat. Mengingatkanku untuk tidak melupakan janjiku kali ini.

Kamu tidak pernah ingat. Asrama ini tempat aku jatuh cinta pertama kali, pada kamu yang saat itu bahkan belum tahu namaku.

Ah, benar. Masa-masa itu.
Masa-masa jatuh sendiri yang masih menyisakan luka coreng. Beruntung kamu tidak membuka mata untuk meneliti alasan di balik lukaku.

Luka itu karena kamu, sayang.

Lebih baik kamu tidak pernah tahu kalau kamu adalah pengukir luka kelas atas. Pionir yang pernah kupercayakan untuk memahat gores sebagai tanda tangan di dinding hati.

Ya, aku percaya, lebih baik seperti ini.

______________________________________________

Baswara: berkilauan; bercahaya.

KLM #1: Kelana | ✔Where stories live. Discover now