(41) Special~Aiby Allgar

2.9K 271 9
                                    

Selamat membaca

•••

Melihat bagaimana kondisi seseorang yang sejak lama ingin sekali aku kirim ke neraka dengan kondisi yang tidak bisa dikatakan dengan baik adalah hal paling tidak aku sukai. Ya, sosok itu adalah Langit. Siapa sangka setelah tragedi bunuh diriku dua tahun lalu lelaki itu tidak di beri jeda penyesalan dengan penyakit HIV/AIDS.

Aku sudah memafkan. Jika dengan itu kami--Maksudku aku dan Langit bisa hidup dengan baik. Dua tahun aku berulang kali berdiri kokoh, jatuh bangun kala seluruh rasa sakit juga kecewa itu perlahan menjadi mimpi buruk di setiap malamku. Dokter Riana pun pernah satu kali menyarankan untuk terapi psikologis dengan gurunya di Australia. Namun aku menolak, bukan pengobatan yang sejak lama aku butuhkan. Namun kesiapan dengan bagaimana caraku menghadapi hari ini tiba. Hari di mana aku  menghadapi Langit dengan seluruh rasa sakit yang siap di maafkan.

Rencana Tuhan, takdir, Rezeki, jodoh juga segala hal yang berkaitan dengan semesta telah di tentukan. Aku bukan wanita baik, begitupun dengan caraku hidup. Namun aku selalu percaya setiap masalah mampu membawaku pada tahap kehidupan yang lebih sederhana.

Sekarang aku sadar mengapa masa lalu itu terus menjadi bunga tidur yang amat sangat menakutkan. Semua itu karena Langit, dia berjuang hidup dengan menginginkan aku menemuinya. Berjuang meminta maaf dengan menelan seluruh rasa sakit dari suntikan juga berbagai obat yang setiap hari menunjang setiap detak jantungnya sendiri. Ia hanya ingin berjuang hidup dengan bertemu denganku dan sekarang keinginan itu sudah terwujud. Ia telah pergi dengan damai seusai ucapan maaf aku terima dengan setulus hati.

Tidak ada penyesalan karena semesta tidak pernah berbohong perihal hukum alam. Jika hari ini aku tidak mengambil keputusan itu mungkin saja penyesalan itu akan datang dengan amat sangat menyakitkan.

Langit telah pergi, menutup mata dengan damai setelah aku tersenyum tulus dengan memeluknya. Aku menangis? Tentu saja, tidak ada hal yang lebih menyakitkan dibanding dengan mengantarkan sosok mantan kekasih pada ambang kematian. Mungkin saja maut telah menunggunya sejak lama hanya saja keinginannya bertemu denganku sangat kuat. Karena itu ia lebih memilih hidup bergantung pada obat dan menungguku sekian lama.

Teruntuk Langit,

Pergilah dengan tenang. Aku akan hidup dengan baik pula di sini. Mencintaimu dengan majas memeluk kaktus itu telah ku ucapkan ribuan terimakasih karena telah membawaku pada kedewasaan. Aku memaafkan untuk luka juga rasa sakit yang telah berlalu. Terimakasih telah menungguku, dengan sabar tetap menjaga detak jantung sampai masa di mana aku bisa menatapmu dengan Langsung.

Langit, seperti sebutanmu. Kuterbangkan pada angkasa bagaimana aku pernah mencintaimu sedalam luka juga sayat rasa yang pernah kau goreskan.

Pergilah, aku menantimu dalam ketenangan diatas sana.

Usapan di bahu kiriku kembali menyadarkan bahwa aku masih berada di atas pusara milik Langit. Tanah merah bertabur bunga yang ada di hadapanku membuatku kembali menangis. Ingat bagaimana dulu aku pernah sangat egois ingin mengakhiri hidup dengan cara yang paling konyol. Bunuh diri, bahkan kata itu tidak pernah ada dalam daftar list kehidupanku.

Sekarang aku sadar betapa berartinya setiap detak jantung yang berdetak hingga sekarang. Mungkin saja saat itu Tuhan ingin aku tau bahwa menerima masih menjadi tugasku berdiri diatas tanah semesta ini.

"Jangan menangis lagi. Langit sudah pergi dengan tenang. Saya yakin dia pasti sangat bsrterimakasih karena kamu memutus seluruh rasa sakit yang selama ini dia derita"

Aku menoleh. Bintang tersenyum padaku. Tidak ada rasa penolakan saat tangan kokoh lelaki itu menarikku masuk dalam pelukannya. Dekapan hangat yang ia berikan memberikan ketenangan yang sama saat melihat bagaimana perlahan aku melihat manik gelap itu menutup. Senyum kecil terpatri pada bibir pucat yang sudah lelah bertahan hidup. Aku menyesal mengapa datang dengan sangat lama hingga membuat Langit sangat kesakitan hingga harus bertahan dengan rasa sakit selama ini.  Dia berkata bahwa yang menimpanya adalah hukum alam. Harusnya aku percaya namun tetap saja kondisinya yang tidak baik membuatku ikut merasakan sakit.

Bintang Untuk Aiby (COMPLETED)✔️Where stories live. Discover now