17. [Mesin Giling]

793 133 212
                                    

Hari ini tepat hari pernikahan Riska dan Herman. Semua dekorasi ditata secara elegan, dan tentunya mewah. Semua yang melihat pasti sangat takjub, kecuali Agatha.

Agatha hanya diam menyendiri, ia tidak terlalu semangat dengan acara ini. Ia masih belum siap, harus bersaudara tiri dengan Ferisha.

"Hei.." sapa Justin membuyarkan lamunan Agatha.

"Eh, kak Justin. Ada apa kak?" tanya Agatha tersenyum.

"Gue mau cerita sama lo, tentang mimpi gue tadi malam."

"Mimpi apaan kak?"

Justin memegang pergelangan tangan Agatha, mengajak Agatha untuk mengobrol di taman belakang.

Setelah sampai di taman belakang, Justin menghembuskan napasnya pelan. Berusaha bersikap tenang, dan tidak gegabah.

"Gue takut mimpi gue ini terjadi lagi," ucapnya to the point.

"Kak lo cerita aja sama gue, ntar biar kita selesaiin bareng-bareng," Agatha tersenyum tulus, senyum yang membuat Justin jadi merasa tidak perlu khawatir dengan keadaan ini.

"Gue mimpi, acara pernikahan mama lo dan papanya Ferisha nggak berjalan dengan lancar."

"Di dalam mimpi gue itu, ada dua orang berjubah hitam yang menculik mama lo. Mama lo dibawa ke suatu gedung yang isinya mesin giling." sambung Justin, ia takut harus menceritakan ini, karena Agatha tidak boleh berpikir yang berat-berat, karena Justin tahu Agatha sedang sakit parah.

"Seterusnya apalagi kak?" tanya Agatha mulai khawatir.

"Kalo gue ceritain semua ini sama lo, lo janji ya nggak bakal bertindak nekat. Inget sama penyakit lo, gue nggak mau lo kenapa-napa."

Agatha merasakan detakan jantungnya berpacu cepat, bisa-bisanya ia terbawa perasaan seperti ini. Cepat-cepat ia netralkan detakannya, "Iya kak, gue janji. Gue baik-baik aja kok."

"Kelanjutannya, mesin itu dinyalain sama salah satu orang berjubah hitam itu. Gedung itu sepi, gelap, nggak ada siapa-siapa disana kecuali mereka bertiga."

"Mama lo nangis, dia ketakutan. Jubah hitam itu memasang satu lilin, agar ada penerangan disana. Mereka narik-narik mama lo untuk mendekat ke mesin itu."

"Mama lo ngeberontak sekuat tenanganya. Tapi nggak bisa. Orang itu bicara sama mama lo, katanya mama lo itu licik. Mama lo punya rahasia besar yang nggak diketahui siapapun, kecuali si jubah hitam ini."

"Mereka lakuin itu ke mama lo, karena mama lo itu punya kesalah besar di masa lalunya yang nggak bisa dimaafkan."

"Jadi, hukuman yang pantas buat mama lo karena kesalahan di masa lalunya, yaitu dengan cara..."

"Mama lo harus di giling di mesin itu."

Raut wajah Agatha terlihat ketakutan, ia nggak tahu harus merespon seperti apa. Feelingnya mengatakan itu benar, tapi pikirannya saat ini sangat kacau.

"Lo tenang aja ya, semua ini bakal gue urus sebisa gue. Lo jangan pikirin, nanti penyakit lo bisa kambuh, kalo lo pingsan ntar gimana cara lo bisa berpikir sebelum terlambat."

Agatha menghembuskan napasnya pelan, berusaha bersikap tenang dan tidak panik. Benar kata Justin, dia tidak boleh banyak pikiran, nanti ia bisa jatuh pingsan. Dan itu akan memperumit keadaan, ia harus berpikir jernih.

"Iya kak. Jadi kita harus lakuin apa?"

"Kita awasi mama lo, tapi dari jauh. Biar mereka nggak terlalu mencurigai kita, dan bisa aja mereka pasang ide yang lain. Kita juga harus pantau, orang-orang yang terlihat mencurigakan."

XELLAWhere stories live. Discover now