"Coba jelasin, alasannya. Gue mau denger." Qinan menatapnya ingin tahu.

Rasa gugup melingkupi diri Rain. Tidak mungkin kan, jika dia bilang ingin menghafal perkalian, karena Rafa yang memintanya.

Dehaman kecil lolos dari bibir mungilnya. Mencoba untuk terlihat biasa saja, saat Qinan justru menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Em ... anu, itu loh. Itu ... anu," ucapnya.

Membuat Qinan yang sedang menopang wajahnya, menatapnya dengan kening berkerut, bingung.

"Anu-itu, itu-anu, apa?"

"Ekhm, jadi gini. Tadi tuh, gue bolos pelajaran matematika. Ketahuan sama Bu Ningrum, gue dihukum buat ngafalin perkalian, karena gue gak tahu pas dia nanya tentang perkalian gitu. Dan alhasil, gue disuruh buat ngafalin perkalian," elak Rain.

Kerutan di dahi gadis itu kian mendalam. Ia kenal siapa Bu Ningrum, dia adalah guru bimbingan belajar dirinya juga Rafa, saat harus belajar di sekolah untuk persiapan olimpiade matematika.

Beliau, adalah termasuk guru yang paling banyak disenangi. Baik, lemah lembut dan penyabar tentunya. Sangat jarang sekali, dia menghukum murid-muridnya.

"Oh gitu, ya," ucapnya final, "yaudah, gue bakal bantuin lo ngafalin perkalian. Tapi menurut gue, tanpa gue juga lo bisa ngafalin perkalian sendiri."

"Gimana caranya?" Kini giliran Rain yang bertanya bingung dengan dahi berkerut.

"Gampang. Lo cuma perlu tulisin perkaliannya di kertas hvs atau karton kecil. Terus lo tempelin di pintu lemari lo. Di sebelah kaca."

Rain hanya mengan)gguk kecil. "Oh, gitu. Terus, bisa langsung hafal gitu? Bisa langsung masuk ke otak?"

Kekehan kecil lolos dari bibir Qinan. "Ya enggaklah. Gue nyuruh lo tempelin di sana itu, karena gue tahu, lemari adalah hal yang paling sering lo datengin di kamar lo. Apalagi yang ada kaca gedenya. Pastikan lo tiap pagi atau abis mandi, berdiri di sana."

"Dan ketika itu, coba lo baca perkalian yang udah lo tempelin. Terus lo baca ulang-ulang. Lama-lama juga hafal."

"Oke, thanks. Bakalan gue coba nanti."

Qinan mengangguk samar lalu meraih buku yang ada berada di atas nakas. Membuka halaman terakhir kali ia membaca.

Sedangkan Rain, sudah mengubah posisinya. Terlentang dengan sebelah tangan yang dilipat dan diposisikan di bawah kepala, sebagai bantal.

Entah mengapa, sepulang belajar bersama Rafa tadi, ia jadi berpikir untuk mulai belajar serius.

"Qi, lo pernah suka sama cowok gak?"

"Pernah," jawab Qinan tanpa menoleh ke arahnya.

Lalu keduanya kembali terdiam. Terhanyut dengan isi pikirannya masing-masing.

Pernah. Gue pernah suka sama seseorang. Bahkan sampai sekarang. Tapi, apa yang harus gue lakukan, ketika nyatanya orang yang gue suka, udah lebih dulu terjatuh ke dalam hati yang lain?

Dan sayangnya, orang itu lo, Rain.
__________

Pagi ini, Qinan sudah siap dengan seragam putih - abunya yang terlihat rapi.

"Non, udah siap?" tanya Mang Udin.

Qinan tersenyum kecil. "Iya, Mang. Tapi tunggu dulu ya, Mang. Kayaknya Rain belum turun, deh," tuturnya.

"Loh, bukannya Non Rain teh udah berangkat duluan ya, Non?" Pria paruh baya itu menatapnya, bingung.

"Oh, iya?" Qinan mengerutkan dahinya. "Kapan? Sama siapa?"

Rainie ( END )Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα