Rainie | 16

2.4K 292 27
                                    

Revisi📌

16. Mengalah (?)

________

Bingung dan serba salah. Itulah yang saat ini, Qinan rasakan. Di saat hatinya telah berlabuh dan jatuh kepada Sang pemilik hati. Namun, kenyataan menentangnya.

Di saat orang yang kita harapkan dapat dimiliki. Ternyata sudah lebih dulu terjatuh pada hati yang lain. Dan lebih sakitnya lagi, orang yang berhasil membuatnya terjatuh, adalah orang yang kita sayangi sendiri.

Waktu itu dia pernah bicara pada dirinya. Sewaktu ia mengantarkan buku milik Rain yang ketinggalan.

"Oh ya Raf, gue sering mergokin lo senyum ke arah dia. Entah itu pas lo ngehukum dia, pas dia bikin ulah aneh ataupun pas dia lewat Kenapa?"

"Lo ... suka sama dia?"

"Sayangnya, iya. Gue udah lama suka sama dia. Tapi, gue takut dia ngejauh dari gue. Lo inget gak? Anak cowok yang dulu suka main ke rumah lo? Main sama dia."

"Itu gue. Tapi, dulu gue pindah rumah karena bokap mau memulai hidup baru. Dan ya ... gue berpisah sama dia, pas mau masuk SMP kelas delapan. Dan pas SMA, gue minta sama bokap gue, buat gue sekolah di sini. Karena gue yakin, dia juga bakal sekolah di sini."

"O-oh gitu ya, Raf."

Seulas senyuman kecil terbit pada wajahnya. Antara senyum bahagia karena nyatanya sekarang Rain memiliki orang yang bisa membuatnya bahagia. Atau senyum kecewa, karena nyatanya ia juga menyukai Rafa.

Tapi ia harus bisa menahan perasaannya. Bagaimana pun Rain adalah adiknya, orang yang ia sayangi. Dan ia juga sudah berjanji, akan melindungi dan membuatnya bahagia dengan cara apapun.

Dan mungkin, Rain bahagia bila bersama Rafa.

Jika itu benar, maka ia akan berusaha merelakannya. Tapi, apakah di saat bibirnya mengatakan, dirinya rela. Apakah hatinya juga akan demikian?

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Kembali menariknya pada Sang dunia nyata.

"Qi, lo di dalam, kan?" tanya seseorang di balik pintu, yang ia yakini itu adalah Rain, "gue boleh masuk gak?"

"Iya, masuk aja Rain. Pintunya gak gue kunci kok."

Pintu kamar terbuka. Memperlihatkan Sang adik yang sudah memakai baju rumahannya.

Seulas senyum manis ia lemparkan ke arahnya. Lalu ia mengangkat tangan kanannya ke udara, melakukan sikap memanggil.

"Sini masuk."

"Ada apa?" tanya Qinan, "tumben lo mau masuk ke kamar gue. Biasanya juga ogah-ogahan."

Rain masuk ke dalam kamar setelah kembali menutup pintu. Dan duduk di atas kasur, dengan posisi menghadap ke arah Qinan.

"Lo bisa bantuin gue gak?"

"Bantuin apaan? Selama masih positif sih gue bantuin."

"Em ... bantuin ... bantuin gue, buat ng-ngafalin perkalian," ucap Rain dengan volume suara yang semakin mengecil.

Tatapan Qinan memicing, curiga. Ia tahu, jika adiknya itu sangat payah dalam hal pelajaran. Sangat malas dalam belajar. Tapi, entah ada angin dari mana, tiba-tiba dia menemuinya, dan memintanya untuk mengajarkannya perkalian.

"Tumben," ucapnya sembari sedikit membenarkan posisi duduknya, membuat kasur sedikit bergerak.

"Ada apa nih, tiba-tiba seorang Rainie Emalya, adik gue yang paling bandel minta ampun. Minta bantuan buat ngafalin perkalian. Kenapa, hm?"

Rainie ( END )Onde histórias criam vida. Descubra agora