Rainie | 37

1.6K 196 75
                                    

Revisi📌

37. Dia Putriku

_____________

"Jadi, ingatan Rain udah pulih?"

Qinan mengangguk pelan. "Iya. Dan sekarang gue khawatir sama dia. Nadine keliatan marah banget. Gue takut Rain kenapa-napa."

Kedua tangan Rafa mengepal kuat di kedua sisi tubuhnya. Nadine sudah benar-benar tidak bisa dikendalikan.

Nadine pasti akan melakukan sesuatu. Dan ia tak akan pernah bisa membiarkan hal tersebut terjadi pada gadisnya.

Qinan menghapus air matanya. Ia benar-benar sangat mengkhawatirkan keadaan adiknya itu. Bagaimana, jika Nadine melukai Rain di sana?

"Gue takut, Raf. Gue khawatir banget sama dia. Karena, gimanapun dia itu udah gue anggap kayak adik kandung gue sendiri. Gue sayang banget sama dia." Qinan terisak pilu. "G-gue, gak mau dia kenapa-napa."

Rafa terdiam sesaat. Memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa menyelamatkan Rain dari Nadine. Semuanya terlalu rumit. Nadine itu licik dan cerdas.

"Lo tenang di sini. Jagain tante Hana, karena bisa saja Nadine kembali lagi ke sini untuk nyelakain kalian. Gue akan pergi ke sana. Buat mastiin kalau Rain baik-baik aja. Kalau ada apa-apa lo telpon gue. Atau, lo bisa nyuruh Zaki atau siapapun buat bantuin lo di saat gue masih di sana."

"Lo yakin mau ke sana?"

Rafa mengangguk yakin. "Gue yakin. Lo tenang aja. Gue bakal bawa Rain ke sini."
_________________

Gadis itu masih dalam kondisi yang sama. Menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan dengan tubuh bersender pada pintu.

Hari sudah mulai menggelap. Bahkan, cahaya matahari-pun sudah tak lagi nampak. Yang ada hanyalah langit hitam yang kelam. Tanpa hadirnya bintang ataupun bulan, sebagai penerang.

Perasaan gadis itu masih sama. Diliputi luka, benci juga kecewa. Sungguh, ia tak pernah berpikir semuanya akan seperti ini.

Sejak kecil ia sudah ditinggalkan. Ditelantarkan. Dan sekarang, Nadine mengurungnya bak seorang budak tahanan.

Itukah, yang dinamakan dengan ketulusan cinta seorang Ibu?

Rasanya, hewan sekalipun tak akan ada yang melakukan hal seperti itu pada anaknya sendiri.

Lalu, apa kabar dengan Nadine? Apa dia pantas mendapat predikat sebagai Ibu? Rasanya tidak.

"Ma-maa, Rain kangen." Gadis itu menitikan air matanya. "Rain mau tinggal sama Mama lagi. Rain gak mau tinggal di sini. Rain gak mau pergi. Gak mau jauh sama Mama."

Linangan air mata itu terus mengalir. Membasahi kedua pipinya yang bahkan mungkin, sudah lelah terus-menerus dibasahi seperti itu. Kedua matanya sudah membengkak. Membuatnya sedikit agak perih jika tertiup angin. 

Hei, Tuhan. Tak bisakah, kau berhenti mempermainkan hidupku? Kau ingin aku sehancur apalagi, Tuhan?

"Aarrgghh.." Rain mengerang, memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Seolah baru saja ada palu godam yang menghantamnya keras.

Rainie ( END )Where stories live. Discover now