part 59

6.6K 179 0
                                    

Dua minggu kemudian.



Tidak terasa, Ariana sudah menghabiskan waktu hampir satu bulan di italy. Dan sekarang, setelah Joe terus-terusan mengajaknya keluar, perasaannya jauh lebih baik. Dan soal Justin. Entah, Ariana belum mau memikirkannya dulu, karena jika ia mengingat namanya saja, pasti dadanya akan terasa sesak dan nyeri.

Sekarang tidak seperti biasanya, Ariana terduduk sendiri di sofa ruang duduk rumahnya. Joe sedang keluar. Katanya, dia sedang di panggil ibu Ariana ke butiknya untuk mengantarnya ke suatu tempat.

Ariana mendesah merasa bosan dengan acara tv yang sedang di tontonnya. Ia juga terus mengganti channel karena menurutnya tidak ada satupun yang bisa menarik minatnya.

"Joe!"

tapi ia tiba-tiba tersentak. tersentak dengan suara rendah pria terdengar dari pintu depan. Bingung. Ariana bangkit dan berjalan ke arah sumber suara. Lalu ia kaget bukan main, ketika seorang pria berambut ikal, yang wajahnya terlihat sama dengan Joe, masuk kedalam rumah tanpa mengetuk ataupun menekan bel.

"siapa kamu?" tanya Ariana was-was, ketika ia berjalan menghampiri pria itu.

Kening pria itu berkerut menatap Ariana. Ia juga menatap Ariana dari atas sampai bawah, seperti sedang menilai penampilannya. "harusnya aku yang bertanya, siapa kamu? Pacar Joe ya?"

"hah? Pacar Joe? Tentu saja bukan, aku ini pemilik rumah ini. Kenapa kau seenaknya masuk ke rumahku, hah?" tanya Ariana sambil melipat tangannya di depan dada.

Tidak di duga, pria itu tertawa keras. "rumahmu? Seenaknya? Enak saja. Ini rumah kakakku, Joe. Siapa namamu?"

Kening Ariana berkerut. "kenapa aku harus menyebutkan namaku? Joe memang tinggal di sini, tetapi hanya sebagai supir. Pasti dia sudah bilang padamu ini rumah.."

"hahaha Joe seorang supir? Sejak kapan? Hei, dengar ya. Walaupun terkadang aku membencinya, tetapi aku tidak terima, Joe di bilang serendah itu" katanya sambil menggelengkan kepalanya.

"maksudmu?"

pria itu melipat tangannya di depan dada. "Joe seorang model, bukan supir. Ingat itu baik-baik nona berambut merah!" katanya sambil menunjuk Ariana tepat di depan hidungnya.

Mata Ariana mengarah pada jari yang ada di depan hidungnya sejenak. Lalu ia mengalihkan matanya untuk menatap pria yang ada di depannya dengan kening berkerut.

Joe seorang model? Tetapi kenapa ia bilang, ia seorang..

"terus kenapa Joe mengaku sebagai supir keluargaku?" tanya Ariana masih kebingungan.

"nama keluargamu apa?"

"Grande"

setelah Ariana menjawab itu, pria itu tertawa. Lagi. "Joe memang kerja dengan keluarga Grande, tetapi bukan sebagai supir. Dia bekerja sebagai model utama butik keluargamu"

terus apa maksudnya dia berbohong padaku? Pikir Ariana dalam hati. Tapi akhirnya ia mengangguk dan memijat pelipisnya saat denyutan di kepalanya muncul. "terus ada apa kau kesini? Mencari Joe? Dia tidak ada. Sedang ke butik ibuku" tanyanya yang juga langsung di jawab olehnya sendiri.

Pria itu memutar bola matanya dan berjalan menjauhi Ariana ke arah dapur. "selalu begini" gumamnya datar. pria itu berhenti dan memutar badannya menatap Ariana. "oh ya, apa dia bilang akan pergi lama atau tidak?"

Ariana terdiam. Ia terus menatap pria itu dengan tatapan kesalnya. Wajahnya sudah memerah menunjukan bahwa ia sedang menahan letupan emosi yang ingin di keluarkannya. Ya dia emosi. Emosi karena sudah mengetahui Joe adalah pembohong. "kenapa kau bertanya padaku? Tentu saja aku tidak tahu!" ucap Ariana kesal. Lalu sambil terus bergumam, Ariana berjalan meninggalkan pria itu yang masih terdiam dan menatap Ariana dengan pandangan tak percayanya.

"aneh" gumam pria itu lagi sambil memutar bola matanya dan kembali berjalan ke dapur.

Suara hentakan kaki Ariana menggema di seluruh ruangan saat ia sedang berjalan di tangga menuju kamarnya. Atau lebih tepatnya kamar tamu Joe.

Ia sudah sangat kesal. Joe yang kini hampir menjadi orang terpercayanya saat ini, sudah berbohong padanya. Bagaimanapun juga, Ariana sangat benci pembohong. Di tambah, ia mengetahui semua kebenaran itu dari mulut orang lain, bukan dari mulut Joe sendiri.



----

kening Joe berkerut saat ia melihat mobil mustang adiknya, sudah terparkir di depan kediamannya. Dengan segera, ia berjalan memasuki rumah dan celingukan untuk mencari keberadaan adiknya. "Nick?!" panggil Joe sambil terus mencarinya.

Lalu kepala Nick yang sedang ada di dapur menengok keluar. Mendengar panggilan Joe. "hei Joe! Akhirnya datang juga. Aku.."

"kenapa kau tidak bilang akan kesini?" sela Joe cepat sambil berkacak pinggang.

Alis Nick bertaut. "memangnya harus ya, aku melapor dulu akan kesini? Biasanya juga tidak" dengusnya kesal sambil menuangkan susu kotak pada gelas.

Joe menggeleng keras. "tapi kali ini berbeda! Apa kau bertemu dengan Ariana?" tanya Joe was-was.

"Ariana? Maksudmu pacarmu yang berambut merah itu?" tanya Nick tidak terlalu yakin.

"iya! Dia! Eh tunggu, dia bukan pacarku, Nick" jelas Joe, sambil bersandar pada tembok. Nick hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh. Joe tertunduk sambil mendesah. Lalu wajahnya mengarah pada adiknya yang sedang menegak susu. "ngomong-ngomong sekarang dia dimana?"

Nick mengangkat bahunya sekali lagi. "entahlah. Kalau tidak salah dia tadi ke lantai dua. Dan sepertinya dia marah" gumamnya. Lalu ia menegak susu itu lagi sejenak. "oh iya, kenapa kau mengaku supir padanya?" tanya Nick dengan kening berkerut.

Mendengar itu, kedua mata Joe melebar. Ia juga langsung menghampiri Nick, sambil meregap bahunya. "apa Ariana sudah tahu kalau aku ini..."

"yap. Dia sudah tahu" jawab Nick sambil mengangguk. "Hei dengar ya, Joe. Walaupun terkadang aku membencimu, tetapi aku tidak terima jika kau di rendahkan seperti... Hei ! Aku belum selesai !" teriak Nick pada Joe saat dia berlari keluar dapur.

Nick terus memanggil namanya, tetapi seperti tidak terpanggil, Joe terus berlari ke lantai dua. Jantungnya sudah tak menentu. Ia takut. Takut Ariana akan membencinya. Takut Ariana tidak lagi mempercayainya lagi. Takut Ariana tidak tertawa, dan tersenyum padanya lagi. Dan ia takut akan kehilangannya.

Dengan langkah tergopoh-gopoh, Joe berlari ke depan kamar Ariana, dan membuka pintunya.

"Ariana! Aku... Ana? Kau mau kemana? Kenapa mengepak bajumu?" kening Joe bertaut kebingungan saat ia melihat Ariana yang sedang melempar pakaiannya dari lemari ke atas ranjang.

Tanpa menatap Joe, Ariana menjawab. "pikirkan saja sendiri aku akan kemana!"

"tapi.. Kenapa harus pergi?" lirih Joe sambil berjalan mendekati Ariana yang sedang berdiri di depan lemari.

Ariana mendengus. Lalu ia berhenti dan menatap Joe yang ada di belakangnya. "kenapa? Kau tanya kenapa?" ucap Ariana sambil berkacak pinggang menunggu jawaban Joe. Tetapi satu patah katapun tidak keluar dari lidahnya. Ariana mendengus lagi. "kau pasti tahu jawabannya, super model!"

ia tahu. Ia tahu identitas asliku. "Ariana, dengar aku dulu. Aku berbohong karena.."

"karena memang kau pembohong! Sudahlah Joe, aku tidak mau mendengar alasanmu lagi. Aku sudah muak! Ku kira kau orang yang bisa ku percaya. Tetapi aku salah. Salah besar" sela Ariana, dan kembali mengeluarkan baju-bajunya yang ada di lemari. "kau tahu? Aku paling benci dengan seorang pembohong" gumamnya. Lalu ia berjalan ke kasurnya dan mulai memasuk-masukan bajunya.

Joe mendesah sambil tertunduk. "tapi aku bisa menjelaskannya, Ana. Maafkan aku"

Ariana mendongak dan menatap Joe yang sedang tertunduk. "walaupun kau sudah minta maaf, aku tetap akan pergi" lalu ia bangkit dan menarik pendorong koper. "oh ya, terima kasih sudah memperbolehkanku liburan di rumahmu. Selamat tinggal Joe" Ariana melangkahkan kakinya sambil menarik kopernya keluar kamar. Ia tidak perduli dengan Joe yang masih terdiam di kamar.

Ia tahu ini berlebihan, tetapi karena memang ia sangat membenci pembohong, jadi terpaksa ia melakukan ini.



----

Bullworth Academy (justin bieber Love story)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora