part 41

8.8K 240 2
                                    

haaah.

Pria berambut emas itu mendesah keras ketika ia baru saja duduk di atas rumput hijau lapangan luas football. Walaupun suhu dingin musim gugur terasa menusuk ke tulang-bagi yang tidak menggunakan jaket-tapi pria itu justru kebanjiran keringat setelah ia memaksakan diri untuk berkeliling lapangan berpuluh-puluh keliling. Nafasnya naik turun tidak karuan dengan jantung yang terus berdentum kencang seperti drum yang di tabuh dengan genre hard rock.

Tapi seketika saja matanya langsung terbuka ketika suara peluit yang bisa memekakan telinga berbunyi beserta suara langkah kaki cepat di lapangan. Sontak pria itu terfokuskan pada kumpulan siswa siswi yang sedang berlari menggunakan seragam olahraga khas Bullworth. Awalnya ia hanya menatapnya dengan pandangan datar, tapi tiba-tiba matanya menyipit agak tertegun dengan apa yang sedang di lihatnya.

Itu... Ana?

Pikirnya sambil terus memperhatikan gadis berambut merah yang sedang berlari.

Dia memang terlihat seperti Ana, tapi... Sejak kapan dia menggunakan kacamata sebesar itu? O.O

pikirnya sambil berdiri dan berlari-lari kecil untuk ikut bergabung dengan mereka.

Setelah ada di sebelah gadis yang di maksud ia menyamakan kecepatan larinya dengan gadis berkacamata besar itu.

"hei ana!" panggilnya masih belum terlalu yakin. Merasa terpanggil Ana menoleh pada pria itu. Baru saja melihat wajahnya Ana mendengus kesal.

Masih berlari, Ana membenarkan kacamata besar yang sedang di pakainya. "menyingkirlah justin!" ucapnya dan berlari bertambah kencang untuk menghindari Justin-pria yang masih di bencinya-.

Baru saja Justin mau menyamakan jaraknya lagi, tiba-tiba dadanya sesak membuat langkahnya melamban. Sambil memegang dadanya yang terasa sesak, nafasnya terus naik turun tak beraturan. Bukan karena lelah, tapi sesak yang terasa di dadanya.

Damn! Kenapa di saat-saat seperti ini?!

Pikirnya frustasi sambil terus mencoba mengatur nafasnya.

Di sisi lain, Entah gerakan dari mana, tiba-tiba Ana menoleh ke arah Justin yang sudah tertinggal di belakangnya. Matanya langsung membulat besar ketika melihat Justin tumbang sambil memegang dadanya di lapangan luas itu.

Justin pinsan?

Pikir Ana sambil terdiam di tempat melihat seluruh anggota kelasnya-termasuk sir Lautner, gurunya- berlari ke arah Justin yang sudah tak sadarkan diri di atas rumput hijau.

Wajah gadis berkacamata besar itu, terus merengut kesal setelah ia di tuduh bersalah atas tumbangnya Justin di lapangan. Walaupun ia sudah menjelaskan bahwa dia tidak melakukan apa-apa, tapi mereka semua-termasuk sir lautner-tak percaya. Dan sebagai gantinya, ia harus merawat Justin sampai tersadar di ruang perawatan sekolah.

Sudah beberapa kali ia mendesah keras seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi yang ada di sebelah ranjang di mana Justin di baringkan. Matanya terus tertuju pada wajah justin yang terlihat tenang. Rasa benci gadis itu memang masih ada, tetapi setiap ia melihat wajah justin yang terlihat lemah seperti saat ini, rasanya ia ingin menghapus semua benci yang di pendamnya.

Ia mendesah lagi, tapi kali ini dia bangkit dan berjalan menuju kotak p3k yang tergantung di dinding untuk mengambil minyak angin.

Baru saja dia mau membuka kotak p3k, terdengar erangan justin di belakangnya. Refleks ia berbalik arah dan melihat Justin yang sedang mengerang sambil memegang dadanya di atas ranjang.

Dengan santai, gadis berkacamata itu berjalan mendekati ranjang yang di tempati justin. "dadamu sesak? Apa kau butuh oksigen?" suaranya terdengar kaku, tetapi masih bisa terdengar secercah nada khawatir dalam suaranya.

Bullworth Academy (justin bieber Love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang