"Eits, kok masuk lagi? Udah sama gue aja. Selagi gue baik nih."

"Alah, pasti nanti lo minta uang buat bayarin bensin lo ke gue. Udah kebaca tau nggak."

"Tau aja lo. Udah ah cepet naik." Kara mendengus, dengan terpaksa menuruti perintah Arsa.

"Nah gitu dong nurut," ucap Arsa membuat Kara melotot.

"Dih."

Arsa terkekeh, menatap Kara dari atas ke bawah dengan tatapan menilai. "Lo sering pake baju kurang bahan ke sekolah kek gini?"

"Bukan kurang bahan tapi ini model, you know! Norak lo, kayak yang belum pernah liat aja."

"Belum kena sanksi atau apa gitu? Biar lo kapok sekalian karena gak ngikutin peraturan sekolah."

"Gue udah nyaman pake baju kek gini. Gue sering kena sanksi sih, selalu disita baju gue pas gue belajar olahraga. Ya terpaksa deh gue pake baju kebesaran," ucap Kara diakhiri decihan yang teredam.

"Hari ini lo ada pelajaran olahraga?" Kara mengangguk.

"Oke."

"Dih. Nggak jelas lo!" Kara kesal dengan kata-kata setengah Arsa. Membuat jiwa penasarannya meronta-ronta.

Arsa tampak berpikir. "Gue suruh lo sekarang buat ambil jaket ke dalam, lo bakal nolak, kan?" tanya Arsa tiba-tiba membuat Kara mengangguk dengan ragu. Kara memperhatikan aktivitas Arsa yang membuat Kara penasaran kenapa dia bertanya demikian.

Arsa membuka jok motornya. Mengeluarkan jaket yang selalu ia taruh di jok belakang. Arsa melempar jaketnya ke arah Kara. Kara mengambilnya dengan cepat. Rasa sensitif yang kuat terhadap objek atau sesuatu yang mendekatinya pantas untuk diacungi jempol.

"Pake. Jangan suka ngumbar-ngumbar aurat di depan publik."

Kara terkejut mendengarnya, ternyata pria itu tidak suka bertele-tele. "Iya-iya, bawel lo kayak nyokap gue aja."

Kara melilitkan jaket di pinggangnya. Dan naik motor Arsa dengan berpegangan pada badan belakang motor Arsa.

••

📍Di halaman sekolah

"Eh, si Kara itu gak suka beneran, kan, sama si Arsa? Tapi kok dia mau-mau aja, ya, dianter Arsa ke sekolah?"

"Siapa sih yang mau nolak tebengan Arsa? ... eh tapi, perasaan Arsa putus pan sama cewek di kantin kemarin, masa iya udah ada yang baru? Mana yang dipilih macan betina kayak Kara, lagi. Apalagi, ya, gue denger-denger Kara sama Arsa itu kayak tom Jerry versi bar-barnya."

"Iya juga, ya."

"Tapi mungkin aja filosofi benci jadi cinta itu ada di dalam kenyataan. Contohnya itu, mereka berdua."

"Bener juga, sih," ucap teman yang sedari tadi menyimak dengan anggukan kepala.

"Apa lo liat-liat, mau gue congkel mata lo?" Kara lagi sensitif. Entah bawaan atau apa. Ia merasa kesal dengan gosip burung yang sepertinya sebentar lagi akan menyebar bagai virus Corona.

KARA |Serendipity|Where stories live. Discover now