Sebuah Peraturan

383 66 4
                                    

Kepopuleran Eyo meroket, meskipun belum genap seminggu dia disekolah ini, semua murid dari berbagai angkatan telah mengenalnya. Dan Eyo memiliki banyak nama panggilan dari mereka, seperti Pricess, Angel, dan sejenisnya yang menggambarkan sebuah kecantikan.

Hampir semua lelaki menyukainya, tapi hanya sedikit orang yang berani mendekatinya. Kebanyakan hanya bisa menyapa, membiarkan Eyo bebas dengan pilihannya.

Eyo berjalan melintasi koridor dengan sangat percaya diri. Dia memang sangat mengagumkan dengan tubuh ramping cukup tinggi dan kulit putihnya, matanya juga seperti bercahaya, Eyo benar benar seperti sebuah legenda.

"Eyo!" Lintang melambaikan tangannya agar bisa segera dilihat teman yang ia panggil itu.

Jarak mereka memang cukup jauh dengan banyak orang yang melintas disekitarnya, tapi Eyo bisa dengan cepat menemukan keberadaan Lintang. Pendengaran dan penglihatannya jauh lebih baik dari manusia dibumi.

Eyo berjalan menghampiri Lintang. Nampaknya disana Lintang tidak sendiri, ada beberapa orang yang menemani makan siangnya.

"Hai." Eyo menyapa sambil mengambil tempat dibagian sisi meja yang kosong. Ikut bergabung dengan Lintang dan teman temannya.

Semua orang dimeja mengangguk ramah, membalas sapaannya. Itu hal yang biasa Eyo terima.

"Lo cewek yang Alcan bawa ke pestanya kan?"

Eyo memejamkan matanya. Ada bahasa baru yang harus ia pindai dari kalimat pertanyaan seorang gadis didepannya. Em, sekolah ini membuat sistem penerjemah Eyo harus bekerja keras. Banyak sekali bahasa asing yang digunakan.

"Iya. Gue juga cewek yang turun dari mobil yang sama dengan Alcan dihari pertamanya sekolah setelah skandal keluarganya." Eyo tersenyum. Dia menjawab pertanyaan Yasmeen dengan bahasa dari negara perempuan itu.

"Woah! Lo juga bisa bahasa Arab?" Denta bertepuk tangan. "Lo emang cocok jadi pasangan Alcan." Lanjutnya memberi tahu.

"Eh, enggak yah! Alcan sama gue!" Ruby menyela pendapat Denta.

"Yakin luu? Penerus LC bisa aja bukan Alcan. Sekarang aja Alcan keluar dari rumah utama."

"Keluar rumah bukan berarti mengubah fakta bahwa Alcan anak sah Tuan Aditya." Ruby menjawab simple atas pertanyaan yang Lintang ajukan.

"Lagian kalo memang LC gaada sama Alcan, gue tetep gamau nikah sama anak gundik." Sebuah kalimat sensitif telah Ruby sampaikan dengan kesantaiannya. Dia melanjutkan makan siangnya dengan damai, seperti sudah menjadi hal biasa bibirnya mengeluarkan kalimat seperti itu.

Semua orang dimeja yang paham dengan kalimat Ruby menggeleng gelengkan kepala. Ruby bisa dinobatkan sebagai pemilik bibir terpedas disekolah ini.

"Ya lo pikir aja deh, bego kalo Tuan Aditya lebih milih anak gundiknya buat jadi penerus. Sedangkan dia punya anak sah seperti Alcantara, udah ganteng, baik hati pula, keliatannya dia juga pinter." Ruby memberi pujiannya untuk Alcan.

"Dia emang pinter, Jenius malah! Dia bakal jadi sempurna kalo aja dia gak lembek."

Semua orang dimeja itu tertawa mendengar kalimat Eyo. Semakin berani dia menghina Alcan disaat orangnya tidak ada.

"Lembek? Dikata Slime kali ah!" Denta berkomentar sambil tertawa.

"Gue belum ada kenal satu bulan sama Alcan yah, tapi gue udah liat dia nangis lebih dari 1 kali." Ucap Eyo mengadu.

"Itu karena lo datang disaat Alcan lagi ngalamin masa tersulitnya."

Eyo mengangguk. Dia setuju dengan ucapan Lintang. Eyo disini sedang membicarakan Alcan, bukan Dyozeno. Baginya, Dyozeno tetap roh yang mengagumkan. Hanya saja dia berada ditubuh manusia yang sangat menyebalkan.

ALCANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang