chapter seven III

Mulai dari awal
                                    

------------------------------------------------------
ALI

Aku menepikan motorku di sisi jalan dan mematikan mesin motorku. Aku membuka helmku dan menoleh ke kiri memandang garis pantai yang berkilauan diterpa cahaya matahari pagi. Aku menoleh ke belakang dan menyadari, Prilly masih bersandar di punggungku. Aku menggerakkan sebelah pundakku sambil memanggilnya.

"Prill?! Prill?! Udah sampe nih.", kataku sambil menepuk tangannya yang melingkar di pinggangku.

"Hmm?! Udah sampe?! Dimana sih ini?! Kok lama banget nyampe..", aku mendengar Prilly menghentikan kata-katanya.

Aku menoleh melihat wajah Prilly yang terkejut menatap pantai di sebelah kiri kami. Ia melompat turun dari motor dan menyodorkan helmnya padaku.

"Waah! Pantai!", ia merentangkan kedua tangannya menghadap ke pantai.

Aku terkekeh melihat tingkah noraknya. Aku lantas menggantungkan helmnya juga di stang dan melangkah turun dari motor. Aku melangkahkan kakiku melewatinya menuju hamparan pasir yang berkilau dan seolah memanggil-manggil itu. Aku mendengar Prilly mengikutiku dari belakang.

Aku menduduki sebuah kursi kayu yang menghadap langsung ke pantai. Matahari pagi yang belum terlalu tinggi menyinari wajahku lembut dan hangat. Aku melihat Prilly juga menikmatinya sejenak. Ia memejamkan matanya sambil merentangkan kedua tangannya dan menengadahkan kepalanya membiarkan sinar matahari pagi menghangatkan wajahnya. Tak lama Prilly membuka mata dan menoleh padaku. Ia menghampiriku, meletakkan tas nya di kursi dan menatapku.

"Sebenernya ngapain lo ngajakin gue ke sini?", tanyanya penasaran.

"Yaa, sebagai permintaan maaf gue.", kataku singkat.

"Minta maaf? Untuk?", ia bertanya lagi.

"Yaa. Untuk.. Untuk kata-kata gue kemaren. Karna gue, lo diculik orang.", kataku penuh rasa bersalah.

"'Kan gue udah pernah bilang, bukan salah lo.", jawabnya sambil tersenyum.

Senyumnya menghangatkan salah satu sudut dalam jiwaku. Aku baru saja hendak membuka mulut. Aku mau mengatakan sesuatu yang kurasakan padanya. Namun ponselnya berdering. Prilly lantas merogoh tasnya dan menatap layar iphonenya. Aku yang memang penasaran, lantas mengintip dan membaca nama penelepon.

Aryo.

Deg! Hatiku mencelos. Aku melihat wajah Prilly yang tampak bimbang memikirkan untuk menjawab telepon Aryo tersebut. Aku merasa dadaku mendidih. Kemudian tanpa bisa kucegah, tangan kiriku terulur merebut ponsel Prilly dari tangannya. Aku menggeser lambang telepon berwarna hijau di layar, kemudian telepon tersambung. Aku lantas menempelkan ponsel Prilly ke telingaku.

"Halo?! 'Prilly? Ini aku Aryo. Kamu apa kabar?", aku mendengar suara bajingan itu menyapa Prilly tanpa dosa.

"Prilly baik-baik aja. Dia lagi sama gue. Ada yang penting?", tanyaku datar.

Prilly mengulurkan tangannya menggapai ponselnya yang masih kutempelkan ditelingaku. Aku terus menjauhkan tanganku dari Prilly yang terus melompat-lompat sambil menggapai-gapai. Matanya tak henti melotot ke arahku.

"Halo? Ini siapa ya?", tanya Aryo padaku.

"Ini gue. Ali.", jawabku singkat dan ketus.

"Oh, lo. Prilly mana?", tanyanya lagi.

"Prilly ada. Dia baik-baik aja. Lo inget 'kan pesen gue kemaren? Gue masih baik sama lo, jadi gue harap lo ngerti dan bisa menepati janji lo.", kataku datar namun penuh penekanan.

Aku lantas memutuskan sambungan telepon. Aku menoleh pada Prilly yang kini sudah berhenti berusaha merebut iphonenya dari tanganku. Ia menatapku bingung. Aku tak mengucapkan sepatah katapun, hanya mengulurkan kembali iphone yang terbungkus hardcase doraemon itu kembali ke tangannya. Aku berlari ke arah pantai.

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang