Prolog

1K 123 94
                                    

Nevan menatap Tamara dengan tatapan dingin ketika dia duduk di hadapannya, lalu mendecih kesal tanpa berniat untuk menutupinya. Alih-alih merasa tersinggung dengan reaksinya, cewek itu malah memberikan senyuman lebar hingga lesung pipit samarnya terlihat.

"Hai, Nevan. Gue nggak mau berbasa-basi nanyain lo apakah lo memberi izin gue duduk di sini apa nggak karena gue tau jawaban lo pasti 'nggak boleh', jadi—–"

"Memang nggak boleh," potong Nevan galak meski tatapan tajamnya membuat Tamara kayak cacing kepanasan. "Gue rasa bahasa tubuh gue udah jelas menegaskan kalo gue sama sekali nggak tertarik sama lo."

"Van, gue...."

"Gue bener-bener nggak tertarik sama lo. Bahasa Inggrisnya, I'm really not interested in you. Mau pake bahasa apa lagi biar lo bisa ngerti? Oh, atau pendengaran lo nggak berfungsi ya?" tanya Nevan dengan sorot mata yang berubah jadi dingin. "Atau justru... otak lo sedungu itu sampai nggak bisa mengerti maksud gue?"

"Gue pintar kok. IQ gue hampir 200."

"Lo mungkin sempurna dalam akademik, tapi nggak untuk yang ini. Kalo lo sepintar itu, lo nggak akan mau menghabiskan waktu berharga lo untuk deketin gue. Mau tau kenapa? Karena itu sia-sia."

Nevan tidak jadi melanjutkan acara makannya karena nafsu makannya mendadak hilang. Cowok itu memilih untuk beranjak dari sana, tetapi dia terhalang oleh tindakan Tamara yang ikut berdiri dari kursi.

"Kenapa lo nggak suka sama gue? Gue bukannya nggak cantik, gue juga pintar dan pandai bersosialisasi. Emang kurang apa lagi gue?"

Untung saja kantin di sekolah mereka agak luas dan kursi yang ditempati berada di sudut ruangan, sehingga pembicaraan mereka tidak didengar oleh yang lain.

Nevan memutar tubuh dan menatap Tamara dengan intens. Entah karena dia sedang memikirkan sesuatu atau sedang menikmati sorot mata Tamara yang bersarat luka di dalamnya, yang jelas keduanya terlibat dalam adu tatap yang cukup lama.

Hingga Nevan berkata, "Ada yang bilang kalau kita hanya membutuhkan waktu setidaknya satu menit untuk mengetes apakah kita bisa tertarik dengan lawan jenis dengan menatap langsung ke matanya. Tapi sayang sekali, gue masih aja nggak tertarik sama lo padahal kita udah bertatapan selama lebih dari satu menit."

Pernyataan dari Nevan seakan menusuk tepat di ulu hatinya, tetapi di sisi lain sepertinya Tamara juga menyadari satu hal.

"Tapi kenapa gue selalu merasa dejavu tiap gue melihat lo? Apa waktu kecil kita pernah bertemu atau apa?" tanya Tamara yang sebenarnya lebih bertanya ke dirinya sendiri.

Nevan tidak menjawab, tetapi sorot matanya berubah dan itu berhasil memancing keingintahuan Tamara untuk bertanya lebih lanjut. Cewek itu menahan pergelangan tangannya, sekali lagi menghalangi niatan Nevan untuk benar-benar beranjak dari sana.

"Kenapa lo diem aja? Kenapa ekspresi lo kayak gitu?"

Nevan menarik tangannya sendiri supaya lepas dari cengkeraman Tamara dengan tatapan tidak suka.

"Lo benci sama gue?" tanya Tamara lambat-lambat sementara suara hatinya berharap penuh agar Nevan tidak menjawab 'iya'.

Tamara merasa hampir menangis ketika dia mendengar jawaban Nevan yang terdengar menggema dalam telinganya.

"Gue benci sama lo. Jadi, tolong buang jauh-jauh perasaan lo ke gue karena gue nggak akan jatuh cinta sama lo."

*****

Presented by: Yunita Chearrish
Start : Aug 18th, 2020 | 17.45

My Zone is You [END]Where stories live. Discover now