3). Accident and Blame

251 74 67
                                    

"Nevan, kamu harus jaga kesehatan kamu," kata Naura dengan nada otoriternya yang kental, berhasil menghentikan langkah Nevan yang berniat menaiki anak tangga menuju kamarnya. Meski tinggi badan adiknya mendominasi, wibawa yang dipancarkan oleh kakaknya jelas tidak bisa dianggap remeh.

Nevan tidak mengatakan apa pun, kecuali mengalihkan atensinya ke arah Naura dengan ekspresi datar, menanti ceramah yang dipastikan bakalan lebih panjang dari biasanya. Kakaknya memang sekeras kepala itu, sehingga tidak ada gunanya jika dia menghindar. Lagi pula, terlepas dari semua insiden yang terjadi, cowok itu tidak pernah membenci kakaknya dan rasa respeknya masih sama seperti dulu.

Naura meletakkan sendok dan garpunya di atas piringnya lalu menatap Nevan dengan intens, persis seperti cara Nevan menatap Tamara jika sedang kesal. "Kenapa sih kamu nggak mau denger omongan Kakak? Mau sampai kapan kamu gini terus?"

"Leave me alone, please?" pinta Nevan pelan, hampir berbisik. Nada bicaranya terdengar begitu putus asa dan sangat tidak ingin diganggu. "Bukannya ini yang Kakak inginkan, kan? Aku udah berusaha semampu aku, jadi tolong jangan meminta lebih."

"Nggak akan kalo kamu bukan adik aku," balas Naura, nadanya seketika melunak. "Masalahnya tinggal kamu yang Kakak punya sekarang. Tiga tahun sudah berlalu, Van. Udah saatnya kamu menerima dan membuka lembaran baru, minimal kamu harus sayangi diri kamu sendiri.

"Nathan pasti akan sedih kalo kamu malah menderita karena dia," tambah Naura karena Nevan tidak kunjung merespons perkataannya.

Kesengajaan Naura mengungkit nama Nathan berhasil membangkitkan emosi Nevan karena wanita itu yakin ada hal lain yang membuat adiknya mengurung dan menyiksa dirinya sendiri selama tiga tahun penuh.

"Ini nggak ada hubungannya dengan dia," kilah Nevan, nada suaranya seketika berubah menjadi sangat dingin.

"Oh, jelas ada," kata Naura keras kepala. "Yang Kakak tau kamu masih belum menerima kalau Nathan benar-benar pergi. Bukankah kebiasaan kamu yang merusak diri kamu sendiri itu ada hubungannya dengan dia? Atau... apa ada hal lain?"

Nada bicara Naura terdengar memancing dan terkesan mendesak karena Nevan kembali bungkam.

"Aku mau kembali ke kamar," kata Nevan akhirnya dengan nada mengakhiri pembicaraan yang segera memancing kecurigaan kakaknya.

"Tamara Felisha itu teman masa lalu kamu, kan?" tanya Naura tiba-tiba, membuat langkah Nevan berhenti secara otomatis selagi dia menapaki tangga di depannya.

Tubuh Nevan seketika menegang, yang menjadi suatu kesalahan besar karena secara tidak langsung memberikan jawaban kalau sikap adiknya selama tiga tahun terakhir ini terkait erat dengan cewek itu.

Naura menaikkan sebelah alisnya sementara dia beranjak dari kursinya untuk berjalan mendekati Nevan yang masih bergeming. "Yang terlibat dalam kecelakaan bareng Nathan itu adalah Tamara teman masa lalu kamu, kan?"

Nevan masih tidak menjawab, tetapi sorot mata dan bahasa tubuhnya terlihat tidak rileks, bahkan dia kini berkeringat dingin. Sehingga tanpa memberikan jawaban, sebenarnya Naura sudah mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Tetapi wanita itu harus mendengar kebenaran dengan telinganya sendiri karena Naura tipikal yang memerlukan penjelasan langsung, bukannya mengambil kesimpulan sendiri.

"Nevan, Kakak sedang bertanya sama kamu. Kamu harus jawab!" perintah Naura tegas, yang matanya terpancang galak pada punggung adiknya.

"Bukannya Kakak sudah tau garis besarnya, kan? Kenapa masih nanya?"

"Answer me, Nevan!"

Nevan menyesal dengan ketidaksinkronan antara fisik dengan otaknya. Seharusnya dia tidak lengah dengan pertanyaan kakaknya tadi. Dan sekarang, mau tidak mau dia harus menjelaskannya secara mendetail karena Naura pasti tidak akan melepasnya jika dia tidak memberikan jawaban yang layak.

My Zone is You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang