Hanya sekali dan Seokjin tak pernah lagi mengajaknya berbincang, pria ini berbeda dari pengunjung yang lain. Ada beberapa tipe orang yang datang ketempatnya, pertama, mereka yang membutuhkan wifi dan stop kontak untuk mengerjakan tugas, kedua, mereka yang datang untuk berbincang bisnis atau mengobrol dengan teman, dan ketiga, mereka yang sedang menenangkan diri dengan secangkir kopi dan tempat yang nyaman.

Namun pria ini tak ada diketiga tipe umum itu, dia bisa saja datang tanpa membeli kopi ataupun cemilan, terkadang memainkan ponselnya atau bahkan hanya duduk diam memandang sekeliling, tak pernah pula terlihat membawa teman ataupun perangkat lain dan hal itu membuat karyawannya merasa tidak nyaman dan khawatir.

Sebagai seorang pemilik dan bos yang ingin usahanya tetap berjalan aman dan nyaman, ia mengambil langkah dengan mencoba berbincang lagi dengan pria itu.

"Permisi, boleh aku bergabung?"

Yang disapa tampak terkejut, mungkin terlalu fokus dengan ponselnya.
"Ha, silakan."

"Apa aku/apa aku." Keduanya tertawa kecil ketika mereka serentak mengucapkannya, pria itu mempersilakan Seokjin untuk melanjutkan ucapannya.

"Apa aku boleh tahu mengapa tiap hari kau selalu datang kemari? Bahkan dalam sehari kau bisa datang beberapa kali."

Terlihat pria itu tersenyum canggung, menggaruk tengkuknya yang tak gatal untuk menyembunyikan rasa gugupnya.
"Oh, kau memperhatikannya?"

"Pekerjaku, lebih tepatnya."

"Anu, maafkan aku jika terkadang aku tak memesan, namun sungguh aku tak punya maksud jahat." Ucapan pria itu seolah mampu membaca isi pikiran Seokjin.

"Tempat ini benar-benar nyaman, kopi dan makanan yang disajikan juga sesuai dengan seleraku meskipun terkadang aku tak memesan apapun, well, kau tahu mahasiswa tingkat akhir butuh banyak biaya untuk menyelesaikan administrasi dan segala macamnya."

Seokjin mengangguk paham.
"Ah begitu, terima kasih. Aku cukup tersanjung mendengar review langsung dari pelangganku. Oh, dan kau bisa melanjutkan ucapanmu yang tadi."

Pria didepannya tampak gelisah, memberikan ponselnya ke arah Seokjin dengan kepala tertunduk.
"Mungkin kau sudah tahu bahwa aku adalah orang Korea yang sedang berkuliah disini, namun kau belum tahu semuanya tentangku. Namaku Kim Namjoon, 23 tahun. Aku menyukaimu sejak pertama kau mengajakku bicara. Jika kau mau tahu lebih banyak tentangku, apa aku boleh minta nomormu?"

Mendengarnya membuat Seokjin terkejut.
"Wah, wah. Sebentar, apa kau sedang mengajakku untuk berkenalan dalam artian yang lebih intim dan romantis?"

"B-benar.."

Seokjin bangkit sembari menepuk pundak pria bernama Namjoon itu.
"Nak, maaf tapi aku tak bisa jika kau bermaksud seperti itu. Aku sudah punya orang yang kucintai."

Wajahnya terangkat, raut kaget dengan sedih yang mendominasi membuat Seokjin tak tega.
"Apa.. itu kekasihmu?"

"Ibu dari anakku."

"Kau sudah punya anak?"

Anggukan menjadi jawaban Seokjin sebelum sebuah panggilan masuk ke ponselnya.
"Maaf, aku harus mengangkat panggilan ini."

Lelaki itu lansung pergi sambil berlari, mungkin hatinya patah dan kecewa mengetahui orang yang diincarnya tak membuka hati padanya. Terlihat kekanakan, namun rasa empati Seokjin membuatnya khawatir pada pria itu.

Your Last (Taekook/Vkook)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt