Chapter 9

218 139 38
                                    

"Saat suatu kebodohan yang di lakukan karena ego, sehingga kesadaran saraf pun tak mampu mencegahnya!"

⭐⭐⭐


Jam 15.15 saya sudah meninggalkan kantor. Sebenarnya masih ada sekitar satu setengah jam lagi waktu saya berada disana, tapi karena sedang tidak ada hal yang penting dan harus di kerjakan, makanya saya memilih pulang lebih awal. Bukan untuk pulang ke rumah, atau pun ke kampus. Karena hari ini saya tidak punya jadwal mengajar disana.

Tapi tetap saja saya mengarahkan jalan mobil saya kesana, lebih tepatnya menuju Panti Asuhan Hidayah Bunda yang terletak tidak jauh dari universitas tempat saya mengajar. Karena memang sudah setahun ini saya menjadi donatur disana. Sebelumnya rumah panti tersebut digusur oleh orang-orang serakah demi kepentingan pribadinya, dan saya berhasil menyelamatkan mereka. Dengan cara membangun tempat tinggal baru untuk anak-anak itu dan membiayai semua keperluan yang mereka butuhkan.

Namun sebelum itu, saya berhenti di sebuah mesjid yang terletak tidak jauh dari panti untuk melaksanakan sholat Ashar terlebih dulu. Kemudian barulah saya langsung menuju kesana.

"Assalamu'alaikum.." Ucap saya sebelum memasuki rumah bernuansa hijau itu.

"Wa'alaikumussalaam.." Jawab seorang wanita paruh baya yang datang dari dalam menyambut kedatangan saya.

"Pak Hafiz sudah datang, mari silahkan masuk, Pak!" Ujar wanita tersebut yang kerap di panggil Bu Ana seraya tersenyum ramah pada saya.

Saya pun menggangguk dan mulai memasuki rumah panti tersebut. Saya mengarahkan pandangan pada setiap sudut ruangan dan tidak melihat seorang anak pun disana. Ruangan terlihat sepi, padahal ini sudah sore. Waktu dimana mereka bebas bermain di taman belakang, tapi saya juga tidak melihat adanya mereka disana.

"Bu Ana! Dimana anak-anak? Kenapa saya tidak melihat satupun dari mereka?" Tanya saya penasaran pada Bu Ana, seorang ibu-ibu yang saya amanahkan menjadi pengurus serta pengasuh anak-anak panti. Karena memang sebelumnya, beliau jugalah yang telah mengasuh anak-anak panti selama ini. Kami berjalan bersama menuju ruang tamu dan juga di ikuti oleh seorang pembantu Bu Ana yang mengekor di belakang.

"Anak-anak sedang berada di musholla, Pak! Karena seperti biasanya setelah melaksanakan sholat Ashar, mereka mengaji dulu bersama wanita yang kerap mereka panggil Kak Peri!" Jawab Bu Ana sembari duduk di bagian sofa yang kosong.

"Kak Peri?" Tanya saya bingung. Karena setahu saya di panti ini cuma ada 5 orang dewasa. Bu Ana dan suaminya, Mang Apid, Bu Rima, dan Mbak Ratih. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar ada nama seperti itu disini.

"Iya, Pak Hafiz! Sebenarnya saya ingin membicarakan soal itu pada Pak Hafiz. Wanita yang kerap dipanggil Kak Peri itu adalah wanita yang sering datang kesini dan mengajar anak-anak. Dia juga sering memberikan gambaran motivasi yang positif untuk mereka," Jawab Bu Ana menjelaskan pada saya.

"Lalu, apa Ibuk punya keluhan padanya?" Tanya saya setelah meminum teh yang di suguhkan oleh Bu Rima.

"Tidak, Pak! Hanya saja dia ingin kerja paruh waktu di luar jam kuliahnya. Hal itu menjadi keluhan bagi anak-anak karena mereka belum tentu bisa bertemu bahkan belajar dan bermain bersama lagi dengan Kak Peri mereka,"

"Apa itu artinya dia sedang membutuhkan uang?"

Bu Ana menggangguk kecil, "Mungkin saja, Pak Hafiz! Saya hanya takut anak-anak kehilangan keceriaan dan semangatnya karena kakak peri mereka sudah tidak lagi datang kesini. Karena memang semenjak panti ini berada disini, wanita tersebut sering mampir kesini. Dan sepertinya dia juga seorang mahasiswi di universitas depan, Pak!" Jelas Bu Ana yang membuat saya semakin penasaran dengan wanita itu. Apalagi Bu Ana juga mengatakan kalau dia juga seorang mahasiswi, di universitas tempat saya mengajar?

Dear, Imam KuWhere stories live. Discover now