[ 2 2 ]

314 68 2
                                    

"Yang tadi ... sori ya, kalau gue lancang," ujar Sam setelah Biru turun dari motor dan memberikan helm padanya. Melihat keadaan wajah Biru yang agak kacau sehabis menangis membuat Sam teringat bahwa hal serupa pernah terjadi, di malam ketika Biru pertama kalinya bertemu kembali dengan Angkasa.

Senyum tipis Biru mengembang. "Nggak papa," balas Biru. "Makasih buat hari ini, Sam. Gue ... masuk, ya?"

Sam sebenarnya ingin berbicara dengan Biru sedikit lebih lama lagi. Namun keadaan yang tidak memungkinkan mencegahnya untuk berkata apa pun selain iya. Maka Biru pun berbalik dan melangkah menuju gerbang kos yang untungnya belum digembok, kemudian hilang di baliknya.

Mengembuskan napas kasar, Sam menyugar rambutnya ke belakang. Sam merasa antara menyesal dan tidak menyesal karena tadi sudah memeluk Biru seenaknya. Saat itu memang tidak ada hal lain lagi yang terpikirkan dalam benak Sam untuk menghadapi Biru. Karena hanya sekadar kata-kata penenang saja rasanya tidak cukup.

Semoga ... semoga tindakannya tadi tidak membawa masalah apa pun.

Sementara itu, Biru yang sudah masuk ke kamarnya terdiam sejenak sambil menyandarkan punggung ke pintu. Ia masih sulit mempercayai apa yang terjadi saat di Asia-Afrika tadi. Entah apa yang Biru pikirkan saat itu sehingga ia tiba-tiba saja menceritakan tentang Angkasa pada Sam, yang membuatnya lagi-lagi tidak bisa menahan segala perasaan yang memenuhi dadanya.

Namun, Biru tidak akan menangis jika saja Sam tidak tiba-tiba memeluknya. Untuk pertama kali. Sam seolah menawarkan tempat ternyaman bagi Biru untuk kembali melepaskan kesedihannya, dan itulah yang Biru lakukan setelahnya.

Biru menyentuh dada dengan tangan kanan, merasakan debaran asing yang mendadak muncul di dalam sana.

Entah apa penyebabnya.

.

.

.

Sam tidak mengira bahwa pagi ini Biru sudah datang lebih dulu ke kampus sebelum dirinya. Menemukan Biru sudah duduk manis di kursinya tiga puluh menit sebelum kelas dimulai adalah pemandangan yang tidak biasa. Karena biasanya, cewek itu selalu muncul di menit-menit terakhir, bahkan beberapa kali sering terlambat. Sam pun menghela napas, lalu segera menuju tempat duduk favoritnya. Di sebelah Biru.

"Tumben udah dateng jam segini, Bi?" tanya Sam sambil meletakkan tas hitamnya di atas meja. "Tau gitu gue jemput lo dulu tadi biar barengan."

Biru menoleh sekilas, lalu kembali dengan ponsel di tangannya. "Hm, tadi gue langsung bangun pas alarm bunyi."

Sam terkekeh. Ia tentu tahu kebiasaan Biru yang selalu tidur lagi setelah mematikan alarmnya. "Bagus deh," kata Sam. "Hari ini kan kebetulan ada quiz, jadi nggak boleh telat."

Balasan Biru selanjutnya hanya berupa gumaman. Setelahnya, cewek itu benar-benar abai pada kehadiran Sam di sebelahnya. Ini aneh, pikir Sam. Selama ini Biru tidak pernah benar-benar mendiamkannya jika ada sesuatu yIang terjadi dengan mereka. Lagipula, memangnya Sam sudah melakukan kesalahan? Sepertinya tidak ada. Atau mungkin ... pelukan yang kemarin itu adalah sebuah kesalahan bagi Biru?

Dan jika memang benar begitu, kini Sam betulan menyesal atas tindakannya semalam.

Sayangnya Sam tidak tahu bahwa di kursinya, Biru hanya tengah berusaha menormalkan jantungnya yang mendadak berdegup kencang kala ia berbalas tatap dengan Sam walaupun hanya sekilas. Biru benar-benar tidak memiliki ide kenapa dirinya jadi seperti ini. Sungguh, kalau begini caranya Biru rasa ia tidak bisa kalau terus berdekatan dengan Sam.

Saat itu, Ghea baru tiba di kelas, dan Biru seketika merasa lega luar biasa. Ghea adalah penyelamatnya kali ini!

"Biii, ke mana aja lo sampe bolos dua hari!" seru Ghea saat mendapati Biru sudah ada di kursinya. Ia berlari kecil menghampiri kawannya itu dan memeluk singkat dari samping. "Eh btw lo udah sarapan belom? Kantin dulu, yuk? Mayan, masih ada dua puluh menitan lagi nih!"

Biru hanya menanggapi Ghea dengan kekehan. "Belom, sih. Ya udah ayok ke kantin," ajaknya.

Biru bingkas dari kursi, sementara Ghea hanya melepas tote bag dan meletakkannya di meja sebelah Biru. Ghea tak sengaja memandang Sam yang diam di tempatnya, tengah memperhatikan Biru dengan raut yang tidak bisa ia artikan. Lalu Ghea menoleh pada Biru yang tengah menyisir rambutnya dengan jari. Ada apa dengan dua anak manusia ini? Ghea kira Biru akan segera menarik Sam agar ikut bersama mereka, atau Sam yang langsung bergabung begitu saja.

"Ikut nggak, Sam?" Pada akhirnya Ghea yang menawari Sam. Dan saat itu ia tidak sadar bahwa Biru memberinya tatapan yang seolah mengatakan, "Lo ngapain ngajak-ngajak dia?!"

Sam hanya tersenyum kecil. "Nggak dulu deh, Ghe. Gue udah sarapan tadi." Sam berbohong. Ia tidak tahu akan secanggung apa nanti jika Biru saja terang-terangan ingin menghindarinya.

Ghea terdiam sesaat. "Oh ... oke." Kemudian ia dan Biru pun bergegas meninggalkan kelas.

Di kursinya, Sam mengembuskan napas panjang, lalu mengusap wajahnya. Sam tidak tahu bahwa rasanya seperti ada yang hilang, ketika Biru bersikap lain seperti ini.

Dan Sam berharap semoga hal ini tidak akan berlangsung lama.

  - - -

hm mulai ada tanda-tanda nih. siap-siap aja guys wkwk.

(6 agustus 2020)

Unsaid Words [END]Where stories live. Discover now