[ 0 7 ]

435 92 6
                                    

"Biru!"

Biru baru saja sampai di lantai satu gedung fakultasnya ketika ia mendengar seseorang yang menyerukan namanya. Sam yang berjalan bersamanya pun turut menoleh pada sumber suara. Dari belakang, seorang cewek berambut sepinggang dengan warna cokelat terang tengah berlari kecil menghampiri mereka.

Mengenali cewek yang memanggilnya itu, kedua mata Biru membulat dengan senyumnya yang mulai mengembang. "Eh, elo Sel, kirain siapa."

Di sampingnya, Sam mengerutkan kening. Lalu ditatapnya cewek yang sudah berdiri tepat di hadapannya dan Biru itu. Sel? Selina maksudnya? batin Sam menerka-nerka. Dan ternyata tebakannya tidak salah. Seolah menyadari kebingungan Sam, Biru segera membisikkan bahwa cewek itu memanglah Selina, anak kelas sebelah yang akan merayakan ulang tahunnya Sabtu nanti.

Selina menyelipkan rambut ke belakang telinga dan menarik kedua sudut bibirnya. "Kebetulan banget ketemu lo di sini," kata Selina, lalu dikeluarkannya beberapa undangan dari goodie bag-nya untuk ia serahkan pada Biru. "Gue kelupaan nitip undangan buat beberapa orang di kelas lo yang gue kenal cukup dekat. Tolong ya, Bi? Nggak harus hari ini kok, berhubung kelas udah pada bubar. Besok juga nggak apa-apa."

"Oh? Ya udah, besok aja gue kasihinnya, ya." Biru pun mengambil undangan yang berjumlah enam itu dari tangan Selina.

Tadinya, Selina hendak langsung pamit dan beranjak pergi. Namun, ketika matanya tak sengaja terarah pada cowok yang ia ketahui suka dipanggil Sam itu, seketika niatnya pun urung. Beberapa kali Selina memang pernah melihat Sam yang sering sekali, bahkan selalu ada di sekitar Biru saat di kampus. Selina tidak tahu bahwa faktanya, Sam ternyata mampu menarik perhatiannya ketika akhirnya mereka bisa bertatapan langsung.

"Oh iya, Sel," Biru tiba-tiba bersuara lagi setelah ia membaca beberapa nama teman sekelas yang turut diundang oleh Selina. "Gue dateng sama Sam nggak papa ya, walaupun dia nggak diundang? Hotelnya jauh banget sih, nggak mungkin gue naik ojol. Untung banget gue punya supir pribadi yang siap nganterin gue kapan pun."

"Enteng banget itu mulut nyebut gue supir pribadi lo," decak Sam seraya menarik sebelah pipi Biru, membuat cewek itu langsung mengaduh keras. Kemudian Sam beralih pada Selina dan tersenyum simpul. "Jadi, nggak papa gue ikut dateng? Gue juga agak takut sih, kalo tiba-tiba dapat kabar nih anak hilang."

Kedua alis Selina terangkat rendah. Setahunya, Biru dan Sam memang sudah dekat sejak awal semester. Dan sampai saat ini, mereka hanya berteman saja. Selina merasa sedikit ... iri, mungkin? Seumur hidupnya, belum pernah Selina memiliki seorang teman laki-laki yang bisa seperhatian itu layaknya Sam.

Pada seseorang yang hanya temannya saja sudah seperti itu. Apalagi pada perempuan yang akan menjadi pacarnya kelak?

"Nggak papa kok, santai aja," balas Selina dengan senyum semanis mungkin. "Em, kalo gitu, mending kenalan dulu aja kali, ya? Biar lo nggak merasa sebagai orang asing banget di pesta gue nanti." Kemudian Selina mengulurkan tangannya ke hadapan Sam. "Selina Aryandinni."

Harus banget kenalan? Sam membatin. Tapi pada akhirnya ia tetap menjabat tangan Selina. "Sam."

"Sam? Sam aja?"

Sam menghela napas. "Evandaru Samudra."

"Oh? Oke, Evan--"

"Sam."

Selina tertawa ringan. "Oke, oke, Sam." Sebuah lengkungan indah cukup lama bertahan di bibir Selina setelah tawanya mereda, dengan pandangan yang masih setia tertuju pada Sam. Tampaknya, mulai hari ini Selina memiliki alasan baru yang akan membuatnya semangat saat pergi ke kampus. "Kalo gitu, nanti kalian nggak boleh telat, oke? Gue tungguin!"

"Diusahain ya, Sel," balas Biru sambil tersenyum kecil.

Tanpa disadari, Biru sempat menangkap ada sesuatu yang berbeda dari cara Selina berinteraksi dengan Sam, juga bagaimana binar kagum itu mendadak muncul di sepasang matanya. Namun, Biru hanya memerhatikan dalam diam tanpa mau mempertanyakannya. Mungkin, setelah ini Selina sendiri yang akan mengatakannya pada Biru.

Setelahnya, Selina benar-benar pamit dan pada akhirnya meninggalkan Biru dengan Sam di lantai satu gedung yang mulai sepi.

"Gue punya firasat buruk sama nih cewek," celetuk Sam yang langsung mengundang tatapan aneh dari Biru. "Bukan bermaksud kegeeran, tapi gue udah pernah beberapa kali nemuin cewek macam Selina gini."

Rupanya Sam sendiri menyadarinya, pikir Biru.

"Ya udah sih, terus masalahnya apa?" tembak Biru. Ia dan Sam mulai meninggalkan gedung dan berjalan menuju gerbang samping kampus untuk pulang. "Doi baik, kok. Cantik lagi. Cocok juga kayaknya sama lo."

"Dih? Jangan bilang habis ini lo mau ngejodoh-jodohin gue sama dia, Bi? Ogah gue."

"Kenapa sih? Lo kok kayaknya anti banget sama cewek cantik, Sam? Pantes aja lo nggak pernah terpesona sama kecantikan gue sejak awal kita kenal." Biru terkekeh. Kalimat itu hanya berupa candaan, terutama di bagian Biru menyebut dirinya cantik. Namun, Biru tidak menyangka bahwa Sam menganggap itu sebagai hal yang serius, sebab Sam langsung berhenti melangkah alih-alih tetap berjalan di sebelahnya.

Langkah Biru pun turut terhenti bersamaan dengan dirinya yang membalikkan badan, menatap Sam penuh tanda tanya.

Di sana, dengan raut yang sulit diartikan, Sam berujar, "Kata siapa, Bi?"

Dan Biru mendadak kehilangan kata.

- - -

(10 juli 2020)

Unsaid Words [END]Where stories live. Discover now