[ 0 4 ]

533 102 2
                                    

Biru sungguh tidak paham dengan Sam yang memilih untuk menjemputnya ke minimarket alih-alih menunggu di depan kos, jika pada akhirnya cowok itu ikut kembali bersama Biru ke kosnya untuk menumpang makan. Biru kira, Sam hanya tidak tahan dengan pelototan ibu kos yang selalu kelihatan tak senang jika ada tamu laki-laki yang datang. Namun, jawaban Sam sungguh di luar dugaan.

"Gue tadi lewat warung kopi deket gang depan, ternyata di sana banyak anak cowok lagi ngumpul. Pas pergi lo sama Ghea pasti nyari jalan lain, 'kan?"

Tepat pada sasaran. Biru tidak menyangka bahwa Sam sempat-sempatnya memikirkan hal itu. Dan sebenarnya, Biru tidak masalah jika saja para pemuda yang selalu berkumpul di warung kopi itu tidak mengganggu siapa pun yang melewati warung, terutama seorang perempuan muda.

Dulu, pertama kalinya Biru keluar malam setelah pindahan, ada sekitar tiga orang cowok duduk santai di atas motor yang terparkir di depan warung. Mereka saling berbisik ketika melihat Biru hendak melewati mereka. Lalu ketika semakin dekat, salah satu dari mereka mulai bersiul dan melontarkan godaan yang sangat mengganggu Biru. Keadaan sekitar yang sepi membuat rasa takut serta merta menggerogoti Biru. Ia pun berusaha mengabaikan mereka dan mempercepat langkah untuk sampai ke jalan besar. Namun, tiba-tiba saja cowok itu turun dari motor dan menghalangi jalan Biru, berkata bahwa Biru cewek sombong dan sebagainya.

Hal yang selanjutnya terjadi adalah Biru mendorong kuat tubuh cowok itu--meski hanya mampu membuatnya mundur beberapa langkah, lalu Biru berlari dengan cepat hingga akhirnya ia memutuskan berhenti di depan minimarket di mana terdapat banyak orang dan penerangan yang sangat cukup. Dengan tangan gemetar dan napas terengah-engah, Biru menelepon Sam dan meminta cowok itu agar segera datang. Biru butuh Sam saat itu juga.

Dan sejak kejadian itu, Biru jadi tak pernah keluar sendirian saat malam hari dan selalu mencari akses jalan yang lebih aman meski harus memutar jauh. Lalu jika ada kegiatan kampus yang mengharuskannya untuk pulang malam, Sam pasti yang akan mengantarnya.

"Padahal Biru kan sama gue, Sam. Ngapain lo repot-repot jemput Biru segala, sih?" tanya Ghea setelah mereka bertiga berhasil melewati warung kopi dengan aman.

Sam menoleh sekilas pada Ghea seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie. "Gue nggak mau ya, harus nunggu lebih lama gara-gara kalian pake jalan yang lebih jauh. Bisa-bisa gue udah mati duluan kena laser mematikannya ibu kos."

Biru memutar kedua mata, tapi tak bisa untuk menahan tawa. Akibatnya, Sam langsung mengacak-acak rambut Biru dengan gemas.

Setelah sampai di kos, Ghea kembali ke kamarnya di lantai dua, sementara Sam mengikuti Biru ke kamarnya di lantai satu. Sebelumnya Sam sudah mendapat peringatan dari ibu kos bahwa ia hanya boleh berkunjung sampai jam sembilan saja, yang artinya, masih ada satu jam setengah lagi. Oh, dan tentunya pintu kamar Biru harus tetap terbuka.

"Lo baru dapat transferan ya, Sam?" tanya Biru seraya mengambil dua piring untuk dirinya dan Sam. "Harga satu bungkus nasi padang sebenernya kan bisa dipake untuk makan siang dan malem di warteg seberang kampus."

"Sekali-kali makan enak, lah," jawab Sam seraya membuka bungkusan nasinya di atas piring. "Ini gue udah berbaik hati lho, mau berbagi makanan sama lo. Makanan kesukaan lo pula. Nggak usah banyak komentar, deh."

Biru tak memedulikan perkataan Sam, sebab apa yang ia lihat dalam bungkusan nasinya lebih menarik perhatian. Dengan mata berbinar Biru berseru senang, "Wah, rendang!"

Sam terkekeh geli. "Udah berapa lama lo nggak liat rendang?"

"Hm, tiga bulan ada kali, ya? Gue aja sampe lupa kapan terakhir kali makannya."

"Sama-sama, Biru."

"Ya, ya, thanks to you, Sammy."

"Ck, giliran begini aja panggilannya sok manis. Padahal tadi pagi ada yang ngambek gitu deh sama gue."

"Diem dulu napa, sih? Nggak jadi-jadi nih gue makannya!"

Akhirnya Sam tak memberi balasan lagi dan mereka pun menikmati makanan masing-masing dengan tenang. Sesekali Biru membahas soal tugas kuliah, hingga berganti ke pembahasan lain mengenai kepanitiaan proker hima jurusan mereka. Setelah selesai, Biru membereskan kertas nasi yang sudah kosong dan sekalian membuang semua sampah di kamarnya ke tong besar di dekat gerbang. Lalu ia menuju wastafel untuk mencuci sendok yang tadi digunakan.

Sam inisiatif membantu dengan menaruh kembali piring yang tidak kotor ke rak piring kecil yang terletak di atas sebuah lemari yang memiliki banyak laci. Di sebelah lemari terdapat meja berukuran sedang yang Biru gunakan untuk menaruh berbagai jenis buku, mulai dari novel hingga buku-buku teori untuk keperluan kuliahnya, bahkan kertas-kertas berisi materi.

Setelah mengisi gelas dengan air dari dispenser, Sam meminumnya dengan pandangan yang tak sengaja tertuju pada satu tumpukan buku yang tidak rapi. Kalau Sam tidak salah lihat, ada sebuah foto yang tertimpa di paling bawah. Rasa penasaran Sam mendadak muncul. Sayangnya cowok itu tak bisa segera memenuhinya sebab Biru sudah kembali ke kamar.

"Sam, ambilin tisu, dong. Tangan gue basah."

Tanpa banyak komentar, Sam hanya menuruti perkataan Biru meski pikirannya tetap tertuju pada foto itu. Walaupun setengahnya tertutupi oleh buku, Sam meyakini penglihatannya tak mungkin salah, bahwa di foto itu, Biru bersama seorang cowok asing yang merangkul bahunya.

Apakah Biru punya pacar? Kalau iya, kenapa selama ini Biru tidak pernah bilang apa-apa padanya, ya?

- - -

(5 juli 2020)

Unsaid Words [END]Where stories live. Discover now