Part 18 - Puncak dan Hujan

6.8K 270 8
                                    

=======
Karya ini hanya diterbitkan pada Aplikasi Wattpad dan Storialco. Jika kalian membaca cerita ini pada aplikasi selain tersebut di atas. Maka kalian membaca karya bajakan.
========

Long nights, daydreams

Sugar and smoke rings, I've been a foolBut strawberries and cigarettes always taste like youHeadlights, on meRacing to 60, I've been a foolBut strawberries and cigarettes always taste likeBlue eyes, black jeansLighters and candy, I've been a foolBut strawberries and cigarettes always taste like you

~ Strawberry and Cigarettes - Troye Sivan ~


Dave," panggil Axelle pada Davino yang saat ini sedang bermain playstation bersamanya, di dalam kamar. Di kediaman keluarga Lewis. Sedang Alluna, Sherina dan Mysha sedang berada di kolam renang belakang rumah, bermain air dan bergosip khas perempuan.

"Hmm." Jawab Davino menggugam. Kedua matanya tetap tak lepas dari game yang sedang dimainkannya.

"Lo pedekate sama adik gue?" Tembak Axelle langsung tanpa basa-basi. Membuat Davino sontak memalingkan wajahnya ke arah pria blasteran bermata coklat yang sedang menjadi lawannya pada games simulasi perang yang sedang dimainkannya.

Davino terperanjat, tubuhnya sempat kaku sesaat mendengar tuduhan yang keluar dari mulut Axelle. Tapi, tentu saja pria itu pintar memainkan ekspresi wajahnya sehingga kembali terlihat biasa saja.

"Sembarangan lo kalau ngomong." Kilah Davino sesantai mungkin. "Lo tahu darimana gue pedekate sama adik lo?" Dia malah bertanya balik. Membuat Axelle berdecak, menatap Davino kesal.

"Gue rasa lo nggak lupa kalau keluarga kita bukan berasal dari kalangan biasa, Dave." Jawab Axelle. "Well, you have your own private bodyguard and also my sister." Jelasnya. "Jangan lo pikir gue nggak tahu kemana saja lo sebulan ini bareng Luna."

"Maksud lo? Lo mata-matain adik lo sendiri, Axe?" Davino mengernyitkan dahinya, tak suka dengan kenyataan yang baru di dengarnya.

"Well, itu sudah menjadi tanggung jawab gue untuk selalu menjaga adik gue satu-satunya." Axelle tak mau kalah. "Dan, sekali lagi perlu gue ingatkan, kita semua memang mempunyai penjaga yang selalu menjaga kita tanpa kita ketahui."

Kedua pria yang saat ini berada di awal umur dua puluhan ini saling memandang penuh ketegangan.

"Gue tahu lo kemarin ke puncak sama Alluna, 'kan?" Kartu mati diberikan Axelle pada Davino. Kali ini dirinya tak bisa mengelak karena memang kenyataannya seperti itu. Dia dan Alluna pergi bersama ke daerah Puncak kemarin.

Davino terdiam. Otaknya seakan berputar lebih cepat untuk mencari sangkalan demi sangkalan yang harusnya dia berikan pada Axelle.

Baru saja dirinya ingin membuka suaranya, tapi Axelle terlanjur lebih dulu berkata.

"Well, actually ... gue sih nggak masalah kalau memang lo benar deketin adik gue, Dave. Dari semua cowok yang ada di dunia ini, cuma lo cowok dan sekaligus teman gue yang bisa gue percaya buat jagain adik gue." Ucapnya sepenuh hati.

"Dan pastinya lo tahu konsekuensinya kalau sampai lo bikin Alluna patah hati, Dave!" Lanjutnya, dengan wajah serius dan suara yang terdengar begitu mengancam di telinga Davino.

"Chill, Axe. Kita masih muda, santai saja." Akhirnya Davino menjawab.

"Santai kalau urusannya bukan adik gue. Terserah kalau lo mau main-main sama perempuan lain. Gue nggak perduli. Tapi, ini adik gue, bro!" Seru Axelle.

D and A  (TAMAT)Where stories live. Discover now