20. Goodbye

26 10 0
                                    

Genap tiga hari Rita berada di Cloudera tetapi Ravi sama sekali belum memberikan perintah apapun padanya. Yang perempuan itu perbuat hanya berdiam diri di kamar yang sudah disediakan untuknya, berkeliling kastil, menyapa beberapa gordon yang ia kenal, melihat mereka melakukan tugasnya sementara ia tak melakukan apa-apa. Rita merasa dirinya tak benar-benar dibutuhkan di sini. Jadi, sebenarnya apa tujuan Ravi menyuruhnya kemari?

Balkon kastil menjadi persinggahan tetapnya selama tiga hari ini juga. Tempat di mana ia berpisah dengan Ravi terakhir kali, sebelum ia datang kembali kemari. Kegiatannya tidak lebih dari menatap langit. Tak jarang juga ia mengulurkan tangan dengan mata terpejam, membayangkan angin berembus menyapa kulitnya dengan lembut. Atau mendengar cicitan burung yangs sering ia dengar di sekitar rumah Azra. Seperti ketika ia berada di bumi. Di atas awan begini, malah justru tak ada hal-hal semacam itu. Jangankan suara burung, di kastil ini angin saja tak ada. Suasana di tempat ini sungguh tenang. Senyap. Menjenuhkan.

"Kau pasti bosan, ya?"

Tak menjawab pertanyaan retoris Axe, Rita hanya menoleh sebentar lalu melanjutkan kegiatannya menatap langit. Ya untuk apa juga dijawab, toh lelaki itu sudah tahu apa jawabannya. Buang-buang napas saja.

Hal tersebut lantas Axe tersenyum. Sudah terbiasa dengan gelagat Rita yang menurutnya unik dan menggemaskan. Lalu ia mendekat pada Rita. Kepalanya ia julurkan menghadap hingga perempuan itu tak bisa memandangi hal lain selain wajah Axe secara penuh.

Disadari atau tidak, ini momen langka. Kapan lagi Rita dapat melihat Axe yang menggembungkan kedua pipinya dan memasang wajah lucu yang dibuat-buat seperti sekarang?

"Tidak usah bertingkah sok imut. Mukamu tidak disetting untuk itu."

Masih bertahan di posisinya, Axe semakin menggoda Rita. Menggoyangkan kepalanya ke kanan-kiri seolah tengah menghibur bayi agar reda dari tangisnya. Hampir, sedikit lagi Rita tertawa, tetapi gengsi. Tak bisa menahan malu, perempuan itu malah membenturkan dahinya ke dahi Axe, niatnya supaya lelaki itu berhenti.

"Awh!"

Axe memekik dan langsung memegangi dahinya. Benturan yang Rita hasilkan cukup keras. Pantas saja ia kesakitan.

"Kenapa kam--"

Perkataan Ace terhenti tatkala ada suara lain terdengar.

"Hey, kalian kalau berbuat mesum jangan di sini! "

Devan tiba-tiba muncul diikuti dengan Freya, Ely, dan Zidane setelahnya. Freya dan Ely tertawa kecil ketika mendapati Axe yang kemudian menjaga jarak dengan Rita sementara si perempuan terlihat merona. Devan masih melanjutkan serangannya. Sedangkan Zidane, seperti biasa, pasang wajah datar.

"Jadi, kita diminta ke sini hanya untuk melihat kalian berdua berbuat yang iya-iya? Wah, aku tidak menyangka," ujar Devan sambil menggelengkan kepala.

"Lagi pula, untuk apa kalian semua kemari?" tanya Rita.

Giliran Freya bersuara, "Kita akan melakukan pesta kecil-kecilan untuk menyambutmu. Kemarin-kemarin kita cukup sibuk jadinya belum sempat."

Ely mengangguk membenarkan. Ia meraih tangan Rita. "Sekarang tutup matamu, kami akan membawamu ke suatu tempat."

Dalam sepersekian detik seusai Rita memejam, bak ditarik kencang, ia sudah berpindah tempat. Kini mereka berada di Mideratum. Ruangan luas itu lengang, namun di bagian ujung terdapat spot kecil yang menarik perhatian Rita. Ah, bagaimana ia menyebutnya ya, seperti hiasan yang dibuat untuk perayaan ulang tahun. Bedanya ini tidak menggunakan balon, pita dan sejenisnya, melainkan dengan berbagai macam bunga dan tanaman. Serta ada pula beragam hidangan, seperti buah-buahan, manisan buah, buah yang dikeringkan, semuanya serba buah.

THE ORACLEWhere stories live. Discover now