19. Last Meeting

22 10 0
                                    

Seusai mencuci peralatan makan yang baru saja digunakan untuk sarapan, Rita berjalan lemas menuju kamarnya. Hari ini hari terakhir ia tinggal bersama Floe dan Stephen di rumah ini. Mengingat lebih dari setengah tahun tinggal bersama, perempuan itu pasti akan merindukan mereka. Begitu pun dengan suasana kekeluargaan yang selalu Rita dapat di tempat ini setelah kepergian Azra. Rasanya memang berat, tetapi sudah menjadi keharusan baginya untuk bertanggung jawab akan magic yang ia miliki.

Baru akan meraih daun pintu, Axe muncul dengan setelan casualnya yang rapi. Tidak jadi membuka pintu kamar, Rita justru berpaling dan mengamatinya lamat-lamat. Dilihatnya Axe dengan tatapan menyipit, sementara tangan kirinya mengusap dagu.

"Kau ada janji dengan seseorang?"

Lelaki itu menggeleng. "Karena ini hari terakhirmu, kurasa berkeliling kota seharian tidak masalah. Kutunggu, ya, di depan."

Rita mengerjap tak percaya. Benarkah itu Axe? Ia kemudian melesat ke kamar dan duduk di tepi ranjang.

"Tumben sekali."

Setelah bergumam ia tersadar, lalu membuka lemari untuk berganti pakaian.

Rita sudah memberitahu Axe perihal kejadian hari esok. Tepat sehari sehabis musim dingin berhenti. Latihan yang dilakukan Rita pun kian intens. Tidak hanya penglihatan, Axe juga melatih perempuan itu agar magicnya lebih terasah. Berhubung besok mereka sudah harus pergi, Axe pikir mungkin mereka juga harus relaksasi mengingat Rita akan menghadapi hal besar setelah ini. Makanya selesai sarapan dengan semangat ia bergegas merapikan diri. Bisa jadi ini juga menjadi kali terakhirnya ia menghabiskan waktu dengan menyenangkan bersama Rita.

Lagi-lagi mereka memilih bus sebagai sarana menuju ke pusat kota. Bus yang mereka tumpangi penuh namun tidak sesak. Ketika kendaraan tersebut berhenti di halte tak jauh dari sebuah sekolahan, untuk kedua kalinya Rita mendapati penampakan seorang gadis yang sempat pernah menarik atensinya. Tetapi ia masih belum tahu, hubungan apa yang terjalin antara dirinya dan gadis itu. Ia yakin di masa depan mereka pasti akan bertemu lagi.

"This is Jacaranda," ujar Axe sembari memandangi pohon dengan rumpun bunga berwarna ungu. Rita yang ikut mengamati juga terpesona oleh penampakan bunga tersebut. Bunga yang hanya mekar setahun sekali yaitu di musim semi.

"How beautiful it is!"

"Kau bisa menguji kemampuanmu kalau mau. Kita cari tempat yang agak sepi."

Tanpa menanggapi Rita terpaksa mengekor pada Axe. Ya, mau bagaimana lagi, tangan keduanya bertaut dan perempuan itu pasrah saja ketia Axe menyeretnya.

"See, yang ini belum mekar dengan sempurna," ucap Axe terarah pada sebuah pohon dengan bunga sama seperti tadi hanya saja tidak begitu banyak. "Can you?"

Mengerti apa yang dimaksud Axe, Rita menarik napas dalam. Beberapa kali ia sudah melakukan latihan untuk menumbuhkan bunga atau membuat bunga mekar. Namun ia merasa yang satu ini berbeda. Jika sebelum-sebelumnya hanya untuk mengasah magicnya, kali ini ia merasa seperti magicer yang diberi tugas. Melaksanakan tanggung jawab yang memang pada saatnya.

Setelah Axe memastikan tidak ada orang lain yang akan melihat, perlahan Rita mulai menggerakkan jemarinya. Menarikan tangan mungilnya di udara hingga menghasilkan percikan cahaya. Dalam sekejapan mata bunga-bunga ungu yang ada di pohon tersebut tidak hanya bermekaran, tetapi tumbuh juga di sekitarnya bahkan lebih lebat dibandingkan pohon-pohon yang sudah mereka lihat sebelumnya.

Axe tersenyum bangga melihat itu. "You did a great job! Kau magicer yang hebat, Rita!"

Tak dapat menyembunyikan kegembiraannya, Rita meloncat-loncat kecil lalu secara spontan memeluk lelaki itu. Walau awalnya terkejut, Axe kemudian membalas pelukan tersebut.

THE ORACLEWhere stories live. Discover now