18. Closer

29 10 1
                                    


Mendesis di bawah selimut, Rita mengeratkan pegangan pada kain tebal yang melingkupi tubuhnya. Ia malas sekali untuk beranjak dari ranjang meskipun perempuan itu tahu betul, saat melirik ke jam di atas meja jarumnya sudah menunjuk ke angka delapan lebih sedikit. Udara terasa lebih dingin dari biasanya. Ah, apa Axe sedang bermain-main dengan magicnya sehingga suhu turun beberapa derajat pagi ini? Rita ingin memprotes namun kasurnya terlalu nyaman jika ditinggalkan hanya untuk mencari ribut dengan lelaki itu.

Tunggu, sudah jam delapan lebih kan? Kenapa tidak ada orang yang membangunkannya, padahal biasanya setengah delapan mereka sudah ribut meneriakkan nama Rita untuk mengajaknya sarapan.

Dengan enggan ia pun bangkit. Tidak mungkinkan yang lain mendadak kompak terlambat bangun?

"Oh Rita, aku baru akan membangunkanmu setelah ini selesai," ujar Floe yang tengah menata peralatan makan.

"Kalian belum berangkat?"

Stephen yang baru muncul dari dapur dengan panci yang mengeluarkan uap di tangannya menyahut, "Kami buka agak siang di musim dingin, dear."

"Sekarang sudah musim dingin? Apa berarti... di luar ada salju?"

"Tengok saja sendiri."

Matanya berbinar seketika. Setengah berlari perempuan itu langsung membuka pintu. Dengan senyum lebar terkembang, Rita melompat-lompat riang di halaman. Menari-nari di atas tanah yang sebagian berubah putih akibat tertutup salju. Kedua tangannya lalu menadah, mengumpulkan butiran es mungil yang menimbulkan sengatan di permukaan kulitnya.

Hanya beberapa menit saja ia mengagumi salju sebab tubuhnya yang tak tahan dingin kemudian menggigil.

"Sudah tahu bagaimana rasanya?" goda Stephen begitu Rita masuk.

Floe memukul lengan si suami. "Kau pikir dia mencicipinya."

"Seperti es serut, tapi hambar," jawab Rita yang membuat mereka tertawa. "Wah, supnya terlihat menggoda. Ehm, apa Axe belum bangun?"

Stephen menggeleng. "Salah satu kebiasaannya di musim dingin, tidur sepanjang pagi. Dan kebiasaannya yang lain, yaitu pergi pada malamnya."

Turut menambahi, Floe mengangkat bahu. "Kami juga tidak tahu apa yang dia lakukan. Tapi Axe bilang ia memang bekerja pada jam-jam itu."

Mencoba terlihat tak tertarik, Rita menyendok sup di mangkuknya meskipun dalam hati bertanya-tanya. Apa yang lelaki itu perbuat pada malam-malam di musim dingin?

***

Tiga bulan menjadi ketua gordon membuat Ravi belajar banyak hal. Awalnya ia merasa tak pantas menduduki singgasana itu, akan tetapi Reyes, Arsy, Edzard, dan para gordon lain termasuk Meisie tak pernah berhenti memberikan bimbingan padanya. Perkembangannya pun begitu pesat, hanya dalam hitungan minggu magicnya yang sudah menyatu dengan milik Azra sudah mampu menandingi Edzard ketika ia ditantang dalam single battle.

Belakangan Ravi juga merasa tidak asing lagi dengan apa-apa yang harus ia tangani. Padahal belum ada setahun ia bergabung dengan dunianya secara resmi. Mungkin memang benar tempatnya adalah di sini, di Cloudera. Takdirnya sebagai pewaris Azra, sudah semestinya ia terima.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Ravi begitu ia menjumpai Reyes di Mideratum. Ruangan luas yang biasa digunakan sebagai balai pertemuan para gordon dan yang dipakai sebagai tempat latihannya beberapa kali terakhir.

"Mengenai Meisie, ibumu," Reyes membari jeda, "aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi akhir-akhir ini ia terihat cukup aneh."

"Aneh, maksudmu?"

THE ORACLEWhere stories live. Discover now