6. First Lesson

52 16 0
                                    

Setelah membuka mata, Ikbal tidak mendapati siapa-siapa di kamarnya. Menyadari hari sudah berganti, ia memutuskan untuk membersihkan diri. Sekelebat ia merasa jika ada sesuatu yang hilang dari isi kepalanya, tetapi entah itu apa.

Seingatnya terakhir kali, sang paman hanya berpesan padanya untuk menjaga Rita. "Jaga saudarimu, aku percayakan Rita kita padamu sepenuhnya."

Ikbal mengusak kepalanya yang penuh busa sampo gelisah. Dia berpikir keras, bagaimana hubungan mereka sebenarnya? Apa hubungannya dengan Azra dan Rita?

Dan yang menjadi pertanyaan terbesarnya adalah, siapa dia?

***

"Pertemuan yang nggak terduga, ya, El?" Zidane menarik satu sudut bibirnya. "Kenapa dia pergi lagi? Nggak minat untuk menetap di sini?"

"Kita masih punya tugas yang lebih penting dari sekadar membahasnya," sergah Ely memalingkan muka. "Aku dengar kamu akan mengajar dua bocah aneh itu. Semoga berhasil."

"Mereka tidak aneh, justru aku penasaran, sehebat apa magic yang mereka kuasai hingga bisa sampai Cloudera."

"Can't wait for the great news."

Ely menghilang setelah mengatakannya, sementara Zidane bergegas pergi. Langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan yang suara keramaiannya tak kalah dengan pasar tumpah bahkan saat ia masih di luar.

Membuka pintu, Zidane disambut dengan tatapan mata lebar dari berpasang-pasang mata. Seisi ruangan itu senyap seketika dan masih ada beberapa yang membenarkan posisi duduk. Sedangkan Rita dan Ikbal yang duduk di pojokan hanya saling diam sejak mereka masuk.

Sebut saja ruangan itu ruang kelas. Dengan Zidane sebagai guru alias gordon yang akan memberikan pelatihan pada mereka hari ini. Semua magicer pemula duduk berjajar dalam barisan kursi kayu panjang, hanya saja tak ada meja di hadapan mereka. Tidak ada jendela, tetapi ada satu lubang dengan sinar matahari menelusup dari sana, kecil, terletak tepat di tengah-tengah ruangan.

Zidane mengerutkan keningnya tatkala sebuah tulisan hologram di samping titik cahaya matahari muncul. Di sana terdapat tulisan Flawyer.

"Yang benar saja mereka menempatkanku di sini? Tapi, kenapa mereka juga termasuk?" monolognya lirih.

Setiap kelas pelatihan memiliki tingkatan yang berbeda, dan flawyer merupakan yang terendah. Ditempatkan dalam ruangan itu membuat harga diri Zidane sedikit terluka, mengingat ia termasuk gordon kelas tinggi yang kekuatannya tak main-main.

"Kita langsung berlatih pengendalian saja. Aku yakin kalian sudah cukup bagus menggunakan magic mengingat karantina yang kalian jalani sudah hampir sebulan. Dan aku mau kau," ucap Zidane menunjuk Rita, "tunjukkan kemampuanmu!"

Rita yang menyadari jika ia menjadi sasaran gordon di depan itu mengerjap, dia bahkan tidak pernah melatih magicnya dengan baik. Bagaimana dia bisa melakukannya?

"It's okay. Anggap saja kamu sedang bermain-main seperti biasanya," bisik Ikbal menyemangati.

Melangkah mantap, Rita langsung menuju ke titik sinar matahari berada. Ia menengadahkan kedua telapaknya dan memejamkan mata, selang beberapa detik matanya terbuka, dia sudah merasa lebih baik. Energinya sudah cukup.

"Aku perlu barang bekas, sesuatu yang sudah tidak terpakai," ujarnya datar.

Hening. Tidak ada yang menanggapi. Lalu matanya mencari-cari dan tak mendapatkan apapun. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk melepas satu kaos kakinya.

THE ORACLEWhere stories live. Discover now