Bagian 5

28 10 0
                                    

'Di dalam khayalku, kau selalu ada'-Rendy Mahesa
*

**

Sore itu, Rendy berbaring di pinggir kolam dengan kedua kaki masuk ke dalam kolam renang. Pandangannya ke atas, memerhatikan HP yang dipegangnya. Dia rindu. Rindu perempuan yang disukainya. Walaupun perempuan itu tak lagi bersamanya, tetapi dia tetap ada di hati Rendy. Tunggu. Memang mereka pernah bersama? Tentu saja tidak. Lebih tepatnya, Rendy mengagumi perempuan yang bahkan belum pernah diajaknya berbicara lebih dari lima menit.

Kenapa bisa Rendy menyukai perempuan yang bahkan tidak terlalu mengenalnya? Rendy menyukai kelembutan dan keramahan perempuan itu. Dia juga memiliki jiwa pemberani.

Dulu, waktu Rendy masih SMP, dia selalu melihat perempuan itu sepulang sekolah. Awalnya Rendy tak sengaja melihatnya yang sedang membantu ibu-ibu mengambil buah-buahan yang jatuh akibat kantong belanjanya yang bolong. Keesokan harinya di tempat yang sama, Rendy melihat lagi perempuan itu sedang membantu nenek-nenek sedang menyeberang. Sampai di situ, Rendy belum merasakan apa-apa padanya. Rasa itu muncul ketika dia melihat perempuan itu sedang melerai anak SMA yang sedang berkelahi. Rendy suka cara perempuan itu berbicara. Perempuan itu terlihat lembut, tetapi dia juga bisa setegas dan seberani itu. Dia muncul di tengah-tengah anak SMA itu tanpa takut terkena pukulan atau hantaman salah satu dari mereka.

"SMA Angkasa," ucap perempuan itu saat ditanya dia berasal dari SMA mana. Semua langsung terkejut. SMA Angkasa terkenal dengan prestasinya yang bagus. Selain itu, hampir semua yang bersekolah di situ adalah orang-orang yang berpengaruh. Rendy sangat tahu itu karena Rio juga bersekolah di situ.

Melihat reaksi mereka, sekolah mereka tidak lebih baik dari SMA Angkasa. Ataukah, orangtua mereka tidak lebih berpengaruh dari orangtua murid di SMA Angkasa.
Ada kalimat yang masih diingat Rendy saat perempuan itu melerai mereka.

"Kalau kalian punya masalah, jangan tawuran di sini. Di tempat lain yang gak ada orang lain. Kalian gak mau acara berkelahi kalian diganggu kayak gini, kan? Gue juga gak suka kalau jalan yang biasa gue lewati dihalangi kayak gini."

Rendy tersenyum mengenang pertama kali dia menyukai perempuan itu. Dia juga masih ingat saat perempuan itu menyelamatkannya yang hampir tertabrak motor. Kala itu, Rendy yang masih mengenakan seragam SMP-nya hendak menyeberang saat lampu lalu lintas sudah menunjukkan warna merah, sedangkan lampu untuk pejalan kaki berwarna hijau. Tiba-tiba ada yang menarik lengannya sehingga dia kembali ke pinggir jalan.

"Hei, perhatiin lampu merah dong!" teriak perempuan itu seraya memperhatikan motor yang sudah melaju jauh. Kemudian dia tersenyum pada Rendy. "Gak apa-apa, kan?" tanyanya ramah.

Rendy menggeleng tanpa bersuara. Matanya tak berkedip menatap perempuan itu. Dia tak menyangka diselamat oleh pujaan hatinya.
Mungkinkah ini takdir? Batinnya.

"Lain kali, biarpun lampu pejalan kaki udah hijau, tetep perhatikan kanan kiri ya."

Rendy mengangguk. Lagi-lagi dia tak bersuara. Bahkan dia tak bergerak sama sekali saat perempuan itu mengacak rambutnya lalu pergi dengan senyuman.

Tiba-tiba dadanya terasa sesak. Matanya panas. Ah, Rendy tidak suka menangis, tetapi hanya mengenang perempuan itu mampu membuatnya terlihat cengeng.

"Reina," lirih Rendy seraya memeluk HP-nya di dada.

Rendy membuka matanya saat mendengar suara pintu terbuka. Segera dilap pipi dan matanya dengan tangannya. Dia tidak mau jika ada yang tahu kalau dia sudah menangis. Setelah memastikan air matanya tak membekas, dia masuk ke dalam rumah.

"Kok rumah sepi, Ren?" tanya Rio seraya meletakkan tasnya dan duduk di sofa. Diloggarkannya dasi yang terlalu ketat mengikat lehernya.

"Semua pada pergi. Ke party," jawab Rendy. Dia sengaja menekan kata terakhirnya untuk lebih mempertegas.

Love Like GrenadeWhere stories live. Discover now