09| Mei Terluka

410 259 84
                                    

"Kenapa tadi gue merasa khawatir banget, sama si cewe gila?"

--Sacio Ares Dhananjaya--

✳  ✳  ✳

"CIO!"

BUGH!

Vino dan anggota The Lioners lainnya yang mendengar ada keributan di luar pun langsung berinisiatif melihat apa yang sedang terjadi.

"Mei!" pekik Cio saat menyadari bahwa Mei melindungi dirinya dari pukulan.

Sementara Mei yang baru saja mendapatkan pukulan keras di kepala nya, merasakan pening luar biasa lalu terjatuh pingsan.

Cio yang memangku tengkuk Mei pun merasa ada cairan berwarna merah kental menempel di telapak tangan nya.

"Mei! Cewe gila! Sadar!" sentak Cio sembari menepuk pelan pipi Mei.

Kini seluruh anggota The Lioners ikut bantu menyerang.

"Hei! Lo gak usah bercanda!" sentak Cio frustasi.

Dia menoleh menatap Lian tajam.

Bugh

Bugh

"YO! YO! CUKUP! ANAK ORANG BISA MATI!" tahan Dani dan Aris ketika melihat Cio menghujani Lian tanpa ampun.

Lian yang melihat Cio sedikit kehilangan fokus langsung beranjak bangkit, "CABUT!" seru Lian yang langsung di ikuti anggota nya.

"WOY! JANGAN KABUR LO! PENGECUT!"

"Kenapa lo nahan gue brengsek!" sentak Cio pada kedua sahabat nya.

"Lo bisa bunuh anak orang Yo!"

"GUE GAK PEDULI!" seru Cio lalu menghampiri tubuh Mei yang sudah di pangkuan Vino.

"Yo! Kenapa bisa kaya gini?!" tanya Vino frustasi sekaligus khawatir dengan keadaan adik nya.

Cio tidak menjawab, ia lebih mementingkan keadaan Mei saat ini, "Panggil ambulance!" pekik Cio pada semua anggota.

Vino menggeleng, "Gak perlu, kita obatin Mei di markas." Cio mengangguk lalu menggendong Mei ala bridal style menuju ke dalam markas.

✳  ✳  ✳


"Ris! Ambil P3K sama perbannya cepet!" perintah Cio setelah membaringkan tubuh Mei di ruang khusus pengobatan, ruangan yang biasa Lioners gunakan saat ada korban luka parah.

Aris beranjak cepat keluar ruangan.

"Nih!" Hanya Cio dan Vino yang menangani Mei, sedangkan yang lain keluar dan hanya membantu doa.

Setelah beberapa menit pun, Cio dan Vino beranjak keluar.

Semua anggota yang sebelumnya duduk, langsung berdiri, "Kenapa bisa Yo?" tanya Rangga satu angkat lebih tinggi dari Cio sekaligus sahabat Vino.

Cio menghela nafas nya pelan, "Gue di kepung Arcend Wild."

"Emang pengecut tuh si Lian!" jawab Rangga sarkas.

Vino memandang lurus dengan tajam, "Karna lo udah nyari gara-gara sama orang yang gue lindungin, gue gak akan biarin lo lepas gitu aja Vicente Giuliano." Vino beralih menatap Cio yang terlihat sedang memendam amarah nya.

"Maafin gue bang, gue gak becus jagain adik lo," ujar Cio penuh penyesalan. Dia menundukan kepala nya dalam sembari mengepalkan tangan nya.

Vino tersenyum maklum, "Gue ngerti, se-enggak nya lo udah berusaha jagain adik gue dengan baik,"

"Mei juga keliatannya ngelindungin lo dari serangan belakang kan." Cio diam, ia mengulas semua kejadian yang mereka berdua alami tadi.

"Harus nya gue lebih fokus tadi bang!" Vino terkekeh, "Lo tenang, Mei pasti baik-baik aja, dia cewe yang kuat, gue tau itu."

Keadaan Cio nampak kacau, pakaian nya yang berlumuran darah, juga wajah nya yang babak belur.

"Mendingan lo obatin diri lo dulu gih," saran Vino yang langsung di angguki oleh sang empu.

Cio memilih mengobati luka nya di dalam ruangan yang sama dengan Mei, sekaligus menemani Mei.

"Sssh ..." ringis Cio pelan saat menekan pelan luka di sudut bibir nya.

"Gue bersumpah akan membalas semua perbuatan lo Lian," gumam Cio menerawang tajam.

Entah kenapa melihat kondisi Mei saat ini, membuat amarah nya tersulut terhadap Arcend Wild.

"Eungh ..." lenguh Mei membuka kelopak mata nya pelan. Cio berjalan cepat mendekati brankar dimana Mei berada.

"Mei, lo udah sadar?" tanya Cio menatap Mei khawatir.

Mei memicingkan mata nya, "Gue dimana?" Mei bertanya karna memang dia tidak mengetahui keberadaannya, kalau yang pertama kali ia lihat ruangan serba putih dan berbau obat, ia tak kan bertanya dimana dia berada, karna sudah pasti dia berada di rumah sakit.

Tapi kali ini, yang pertama kali ia lihat hanya ruangan serba hitam.

"Apa yang lo rasain?" tanya Cio khawatir.

"Kepala lo masih sakit?"

"Apa pusing?"

"Badan lo pegel-pegel?"

"Tangan lo patah?"

"Kesel-"

Plak. Mei yang jengah dengan cerocosan Cio langsung memukul lengan Cio keras.

"Gue nanya gue di mana Sacimol?!"

"Lo nanya yang gak penting!" jawab Cio kembali ketus.

Mei mendelik, "Nyebelin!"

"Ssh," ringis Mei tiba-tiba saat merasakan sakit di kepala nya.

Cio memandang Mei cepat, "Pala lo sakit lagi?" Mei mengerang.

"Yo." Cio merasa sedikit aneh saat mendengar Mei memanggil nya seperti itu.

"Kenapa?"

"S-sakit," ringis Mei berkaca-kaca.

Cio mengangguk mengelus kepala Mei pelan, "Lo tenang, gue panggil dokter dulu," ujar Cio lalu beranjak keluar dengan cepat.

"Dokter, saya Cio keluarga Dhananjaya, saya minta dokter ke alamat yang saya kirim, sekarang!" pesan Cio lalu langsung mematikan panggilan nya.

"Mei kenapa?" tanya Vino panik.

Cio menggeleng pelan, "Dia udah sadar, tapi tiba-tiba Mei ngerasa sakit di kepala nya bang,"

Mereka menoleh cepat saat mengetahui ada yang memasuki markas.

"Dok di sini!" arah Cio pada ruangan Mei.

Dokter itu mengangguk lalu berjalan memasuki ruangan dengan cepat.

Vino, Cio dan seluruh anggota The Lioners menunggu di luar ruangan.

Beberapa menit kemudian, dokter itu keluar.

"Gimana keadaan Mei dokter Lin?" tanya Cio.

Dokter Lin itu tersenyum tipis, "Kalian tenang saja, Mei hanya mengalami sedikit cidera di belakang kepala nya, beberapa hari lagi Mei juga pasti akan kembali pulih," jawab Dokted Lin dengan jelas.

Mereka semua menghela nafas tenang, "Kalau begitu, dokter Lin pamit."

Cio mengangguk, "Makasih dok."

Sementara Vino dan yang lainnya sudah masuk lebih dulu untuk melihat keadaan Mei.

"Kenapa tadi gue merasa khawatir banget, sama si cewe gila?" gumam Cio pelan memandangi Mei lewat jendela ruangan itu.

✳  ✳  ✳


Hargai penulis dengan beri vote di chapt ini.

Syukron.

MEISHIE [OPEN PRE-ORDER]Where stories live. Discover now