Alea berjalan melalui koridor kelas menuju toilet wanita yang bersebelahan dengan toilet pria, ia menatap sekelilingnya yang benar benar kosong dan sunyi.

Tap tap tap, langkah kaki yang menaiki tangga itu membuat Alea mengalihkan perhatiannya.

"Revan?"

"Le" Revan menghampiri Alea dengan langkah tergesa gesa. "Irene, pingsan" Ujarnya yang langsung mendapatkan ekspresi terkejut dari Alea.

"Yaudah ayo kita kesana"

• • •

"Ren, bangun dong" Rintihan Alea disamping kasur Irene, setelah mendapat kabar Irene pingsan. Alea dan Revan dengan segera menghampiri ruang guru, dan sekarang Alea dan Revan sudah meminta izin untuk menemani Irene dirumah sakit.

"Le, udah biarin aja" ujar Revan seraya memainkan ponselnya.

Alea menatap Revan sekilas dan mengecuhkannya.

"Kenapa deh dia bisa pingsan?" Tanya Alea tanpa mengalihkan pandangannya.

Revan hanya menjawab dengan delikan bahu, "Yang terakhir gue inget, pas abis dibentak gue, dia duduk terus matanya kaya berkaca kaca, Abis itu langkahnya juga kaya gontai, nah dia pingsan deh" balasnya dengan nada masa bodo.

Alea menyimak baik baik ucapan Revan sebelum akhirnya ia menatap Irene, Suara ketukan pintu itu membuat Revan dan Alea menoleh.

Cklek, pintu terbuka dari luar.. orangtua Irene yang datang, ibunya langsung memeluk Irene dan mengecup keningnya, tidak lupa air matanya yang mengalir deras.

Kedua orangtua itu menatap Alea dan Revan bergantian. "Kalian yang buat anak saya pingsan?" Tanya lelaki paruh baya itu.

Revan mengangkat sebelah alisnya. "Pingsan sendiri" Ujarnya dingin.

Alea melotot mendengar jawaban Revan, sangat tidak sopan batinnya. Lelaki paruh baya yang akrab disapa Candra itu mengerutkan keningnya. "kalian siapanya Irene?"

Alea menatap Candra dengan Lamat, menyimak dengan baik apa yang dikatakan Candra, karena suaranya sangat pelan..

"Ki-kita temennya om"

Candra mengangguk. "Nama kamu siapa?" Tanyanya seraya bergantian melirik Alea dan Revan.

Alea tersenyum. "Alea Adeera Tonio om"

"Revano mahendra" Jawabnya ketus.

Candra terdiam. "Oh yasudah, terimakasih sudah mengantar anak saya, silahkan kalian bisa pergi."

Alea tersentak mendengar itu. Sungguh tidak sopan batinnya.

Revan meraih ranselnya dikursi lalu menarik lengan Alea tanpa sepatah katapun. Brak pintu dibanting dengan kencang, tidak tau bagaimana reaksi mereka yang ada didalam

"Van lepas" ujarnya kepada Revan

"Kenapa?"

"Kenapa lo kaya gitu?"

"Dia gasopan le"

"Tapi dia orangtua Van"

"Dia gasopan le"

"Ck, yaudah lepas!"

Setelah melepas genggamannya dari tangan Alea, ia menatap gadis itu Lamat Lamat. "Kamu serius ga si sama aku?"

Alea mengerutkan dahinya tidak mengerti. "Ko jadi kesini si pembahasannya?udah ah ayo pergi" balasnya seraya menarik lengan Revan, Revan yang mendapatkan respon yang tidak ia harapkan itu akhirnya pasrah dan mengikuti langkah Alea.

"Apa dari awal kamu emang bener bener cinta sama aku le?" Tanyanya lagi disela sela langkah kaki mereka berdua.

Alea masih mengosongkan fikirannya, menatap lurus kedepan tidak menggubris pertanyaan dari Revan, mengapa? Bukankah seharusnya Alea menjawab iya jika ia memang benar-benar mencintai Revan?

Tidak ada jawaban dari Alea membuar Revan tersenyum miring. "Le" ujarnya seraya mencekal lengan Alea,

"Aku mau tanya"

Alea mengerutkan dahinya, "Van ini diparkiran, emang gabisa didalem mobil?" Tanya Alea dengan nada gemetar, firasat buruk terus menghantui fikirannya

Revan menatap Alea datar. "Lo dari awal emang gasuka kan sama gue?" Ucapnya menggantung, "Dan hubungan ini hanya sebatas main main agar jabatan lo menjadi Fuckgirl profesional ga turun, ya kan?" Ia tertawa miris, sakit rasanya melanjutkan kalimat kalimat itu.

Alea terisak, "Gausah lo so nangis gitu, mulai sekarang kita putus!" Lanjutnya dengan raut wajah masam. "Dasar Fuckgirl murahan"

Setelah menyelesaikan kalimat akhirnya, Revan pergi memasuki mobil tanpa menatap Alea, Alea yang masih diam ditempat menggeser sedikit tubuhnya agar jauh dari mobil milik Revan

Ia duduk dikursi taman didekat rumah sakit, fikirannya masih kosong, hatinya hancur, air mata yang sudah sekian lama tidak ada, kini hadir kembali

"Apa ini karma?" Batinnya.

Otaknya terus memutar setiap kejadian bersama Revan, segala kenangan yang masih menetap fikirannya tidak mampu ia hilangkan, bagaimana ia seperti ini? Padahal sudah banyak lelaki yang ia tinggalkan, atau bahkan ditinggalkan, tetapi ia tidak merasa sakit seperti ini.

"Alea" Suara serak itu memenuhi gendang telinga Alea.

Dengan mata sembab dan air mata yang terus mengalir, ia memalingkan wajahnya menatap suara yang tak asing

• • •

Quote

”yang terbaik tidak akan hilang, jika ia hilang berarti ia bukan yang terbaik“


Tbc-


Badboy Vs Fuckgirl Où les histoires vivent. Découvrez maintenant