Hancur

2.5K 220 3
                                    

Hari-hari Arum tidak sebahagia dulu, ia sering termenung, ia sering diam dan sering menghabiskan waktunya sendirian. Reza, orang itu sudah hampir seminggu tidak masuk kampus, beberapa kali Arum menghubungi namun nomornya tidak aktif lagi. Tidak ada yang tahu masalah Arum, hanya ia dan Allah yang tahu. Arum menjalani hari-harinya tanpa semangat, ia sudah tidak memiliki semangat untuk melanjutkan kehidupannya ia merasa hancur.

"Arum di panggil Pak Ibrahim"

Arum mengangguk, lalu melangkah menuju ruangan Pak Ibrahim, orang yang paling di hormati yang ada di kampus. Arum merasa tidak enak, ia rasa ada sesuatu yang terjadi pada dirinya.

Sepanjang koridor kampus, Arum menjadi pusat perhatian, banyak orang-orang yang menatapnya, ia merasa resah di tatap seperti itu

Tok...tok...

"Masuk!"

"Bapak manggil saya?"

"Duduk"

"Iya Pak"

"Foto-foto kamu sudah tersebar luas di kampus ini, akhir-akhir ini orang-orang ramai memperbincangkan kamu"

"Tunggu! Foto?"

"Kamu tidak tau?"

"Saya benar-benar tidak tau Pak"

"Ini" ucap pria itu sambil menyodorkan hp miliknya.

"Astaghfirullah ya Allah" Arum menutupi mulutnya dengan tangannya, ia terkejut melihat fotonya yang sedang terlelap tidur tidak menggunakan jilbab dan tubuhnya yang tertutup selimut, rambutnya acak-acakan.

"Ini beneran kamu kan?"

Arum tidak bisa menjawab, ia syok melihat foto itu.

"Hal yang kamu lakukan ini kelewatan, jika kami mempertahankan kamu bisa-bisa nama kampus ini akan tercemar buruk di mata orang-orang, walaupun kamu berbakat, dengan berat hati saya terpaksa memberhentikan kamu"

Arum pasrah dengan takdirnya, ia berusaha agar tidak menangis di depan pria itu.

"Jika itu keputusan Bapak, saya terima. Maaf Pak" Arum beranjak pergi meninggalkan ruangan itu. Ia sangat sedih karena harus pergi meninggalkan kampus, sudah setahun lebih ia belajar di situ, dan tinggal satu tahun setengah saja lagi mungkin ia lulus. Arum pasrah, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena itu sudah menjadi keputusan kampus.

Ia tidak tau apa yang terjadi jika Ibunya tahu hal yang terjadi padanya, bisa-bisa kejadian beberapa tahun yang lalu terulang kembali.

"Rum kamu kenapa?"

"Put, kamu belum tau kabar tentang aku?" tanya Arum

"Kabar apa?"

"Tidak apa-apa. Aku mau pulang, aku tidak enak badan, aku cuma ingin bilang, jika nanti kamu sudah tau tentang aku, percayalah, aku tidak sekeji itu melakukannya, aku di jebak, dan jika kamu masih ingin berteman denganku aku senang, namun jika kamu ikut-ikutan jijik melihat ku, tidak apa-apa, aku paham. Aku pergi Put"

"Maksud kamu apa Rum?"

"Nanti kamu akan tahu" ucap Arum

Orang-orang memandang Arum sebagai wanita pelacur, wanita murahan, foto-foto Arum sudah tersebar luas, itulah yang membuat mahasiswa yang melihatnya lewat pasti membicarakannya. Arum hanya bisa sabar dan tegar, ini ujian hidup yang harus ia hadapi, ini salah satu cara Allah menyainginya dengan memberikan ujian itu, ia yakin ia bisa melewatinya.

"Wanita murahan"

"Gak ada harga diri banget"

"Mau aja di ajak ke hotel"

"Gak nyangka kan?"

"Munafik"

"Dilihat baik ternyata ehhh..."

Berbagai macam ucapan yang Arum dengar tentang darinya, ia merasa hina di mata mereka semua, ia malu, sangat malu, orang-orang sudah melihatnya tanpa jilbab. Nama baik Arum tercemar buruk hanya gara-gara foto itu. Arum berjanji pada dirinya sendiri, ia tidak akan memaafkan Reza, Reza yang dulu Arum anggap sahabatnya. Ia tidak menyangka orang terdekat saja bisa melakukan hal sejahat itu, begitu mudah hati manusia berubah-ubah.

"Hadapilah kenyataan ini Arum, terima dengan sabar pahitnya hidup"

🥀🥀🥀

Arum duduk di kursi ruang tamu sambil memegang secangkir air putih. Ia tidak bisa menangis lagi karena sudah banyak air mata yang keluar, sekarang Arum merasa bahwa dirinya di ambang kehancuran, ia sudah tidak bersemangat lagi menjalani kehidupannya, Arum merasa malu dan hina, disisi lain Arum ingin bangkit dan ingin melupakan kejadian itu, namun gagal, ia tidak mudah melupakannya.

Arum meletakan cangkir, lalu ia mengeluarkan buah kalung yang tertutup baju. Arum membuka tutupnya, itulah yang Arum butuhkan saat ini, itulah hal yang bisa membuat semangatnya bisa kembali lagi.

"Arum"

Arum terkejut, ia langsung menutup kembali, dan menyembunyikan kalungnya ke dalam baju.

"Ibu? Kok sudah pulang?"

"Ibu yang harusnya nanya, kok pulang cepat?"

"Dosennya ada rapat besar-besaran sehingga kami disuruh pulang" Arum memejamkan matanya, dan menggelengkan kepalanya.

"Kamu kenapa?"

"Tidak apa-apa Bu. Ibu kenapa pulang?"

"Warung sudah tutup, Bibi Ina mau pergi"

"Ibu mau minum? Biar Arum ambilkan"

"Iya"

Arum melangkah menuju dapur, sebisa mungkin Arum terlihat baik-baik saja, ia tidak ingin Ibunya curiga dengannya.

Setelah mengambilkan air, Arum kembali menuju ruang tamu. Arum melihat Jihan yang sedang menyenderkan kepalanya sambil memejamkan matanya, Arum tidak sanggup melihat sang Ibu kelelahan.

"Bu ini airnya"

"Makasih ya Rum"

"Iya Bu. Mumpung Arum ada di rumah, Arum aja yang masak untuk makan siang ya Bu"

"Wah...Bagus tuh, sudah lama Ibu tidak makan masakan kamu"

"Arum ke dapur dulu. Ibu istirahat di kamar aja"

"Iya, nanti Ibu ke kamar"

"Arum ke dapur dulu"

"Iya"

Memasak, adalah salah satu kesukaan Arum, ia bisa di katakan seorang wanita yang pintar masak, ia pintar masak karena Jihan yang mengajarkannya, seorang wanita itu harus pintar masak.

Luangkan waktu untuk memberikan dukungan pada cerita ini. 🤗

ARUM (END)Where stories live. Discover now