21. Disupiri Fakhri

168 33 6
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya😊

***

Fakhri makin heboh sendiri, supaya Shinta mau tutup mulut dia sampai bekap mulut Shinta.

Aku yang tidak mengerti apa-apa di sini hanya bisa menonton.

Shinta memukul-mukul tangan Fakhri yang membekap mulutnya. Tak mendapat respon. Ia beralih ke pinggang Fakhri dan melayangkan cubitan yang sukses membuat bekapan di mulutnya terlepas dan Fakhri yang berteriak kencang.

Tentu saja teriakan Fakhri menarik perhatian orang-orang di kafetaria. Aku dan Shinta sampai harus menutup wajah dengan ke dua tangan karna malu.

Astaga, Fakhri benar-benar memalukan.

"Malu kan jadinya? Makanya diem aja, jangan julid!" Ia berseru ketus. Dan tampak marah.

Fakhri benar-benar seperti anak kecil yang sedang merajuk karna tak dibelikan mainan. Dia sungguh lucu dengan ke dua pipi menggembung dan bibir mengerucut. Meskipun ia tutupi dengan menunduk sembari memainkan ponselnya.

Aku dan Shinta saling lirik. Saling mengucapkan kata dengan lirikan mata. Apa yang harus kami lakukan dengan suasana yang berubah canggung ini?

"Gak usah saling lirik gitu, punya mulut kan? Gunain." Fakhri berujar menyindir kami. Dia sepertinya benar-benar marah.

"Kasar banget," ucapku pelan. Aku mulai merasa tak nyaman. Aku mengalihkan pandangan ke arah lain dan menyedot isi gelas jus ku hingga tandas.

Dari sudut mataku, aku bisa melihat Fakhri dan Shinta yang berbisik-bisik. Sepertinya mereka menyadari aku mulai merasa tak nyaman.

"Minta maap dulu," ujar Shinta pelan.

"Kok gue yang minta maap?" Fakhri bertanya tak terima.

Sebenarnya aku juga bingung hanya karna ucapan Fakhri tadi aku malah merasa tak nyaman. Seperti gampang baper. Agaknya hormon pramenstruasi telah mempengaruhi emosiku. Kalau diingat-ingat, sekarang sudah akhir bulan, tanggalnya sudah dekat.

"Sorry, gue yang bikin suasana jadi canggung gini." Aku berucap pelan.

Fakhri menghela napas. Sedangkan Shinta mengusap bahu ku pelan.

"Udah mau tanggalnya ya?"

Aku mengangguk.

"Tanggal apaan emang?"

"Makanya cari pacar, hal begini tuh lo harus paham sebagai cowok."

"Hal begini gimana?" Fakhri malah penasaran.

"Intinya lo cari pacar dulu," ujar Shinta tak mau memberitahu Fakhri yang membuat cowok itu cemberut lagi.

***

Setelah kembali dari urusan kamar kecil. Kami berpisah, aku dan Fakhri ada kelas sedangkan Shinta punya kegiatan organisasi terkait pameran yang akan diadakan sebentar lagi.

"Lo dateng besok ke pamerannya Shinta?"

Aku mengangguk. "Kalau lo?"

"Gue males datang sendiri, gimana kalau kita datang bareng?"

"Oke!" Aku membalas cepat dengan mengacungkan tangan.

Setelah sampai di kelas. Kehebohan tak bisa dibendung. Sebab empat hari lalu, saat aku baru sembuh dari demam, aku sempat menjadi bahan ejekan di kelas karna Fakhri yang mengkhawatirkan keadaaanku dengan berlebihan sampai menempelkan punggung tangannya di dahiku di depan kelas, yang tentu saja menarik kehebohan teman-teman satu kelas.

Dan itu terulang kembali. Mereka bahkan meminta pajak jadian pada kami. Astaga, mereka ini!

Untungnya dosen yang mengajar datang tepat waktu. Aku akhirnya bisa terbebas dari keroyokan teman sekelas yang meminta pajak jadian.

Dua jam lebih berlalu sangat mempengaruhi suasana kelas. Banyak yang lesu karna menahan kantuk. Yang memberi ku keuntungan lagi, sebab setelah kelas selesai mereka tak merecoki aku dan Fakhri. Tenaga mereka benar-benar habis, agaknya.

Di depan kelas, aku bertemu Shinta. Katanya ia sudah menunggu sejak tadi. Lalu menarik tanganku dan juga Fakhri untuk bergegas pergi.

Kami berhenti tepat di area parkir mobil. Shinta menyuruhku masuk ke kursi penumpang salah satu mobil, dia juga ikut masuk dan duduk. Sedangkan Fakhri duduk di balik kemudi.

Ia tampak tak percaya atas apa yang baru saja Shinta lakukan.

"Ngapain lo di mobil gue?"

"Ayoooo ke mekdi!!!" serunya senang seraya merangkulku.

"Hah?" Fakhri memiringkan kepalanya seolah tak percaya dengan yang Shinta serukan.

"Hah hah hah terus, ayo ke mekdi Fakhri. Gue hari ini ada waktu luang, gue mau ngerayain kedatangan Sasa. Meskipun udah telat banget." Shinta melirikku. "Tapi gak papa kan Sa?"

"Hehe, gak perlu begini juga Ta."

"Harus begini Sa! Udah ayo jalan!"

"Lo nyuruh gue jadi supir kalian?" Fakhri menunjuk dirinya dengan ekspresi tak percaya.

Namun, anggukan yang Shinta berikan seperti perintah mutlak tersendiri bagi Fakhri. Cowok itu duduk dibalik kemudi dengan merengut.

***

Aku update lagi nih pagi-pagi. Udah gak sabar mau bilang ada beberapa adegan yang gak muat di wp jadi aku oper ke ig. Mungkin rada gak nyambung karna chapter yang up di wp sama yang lagi aku tulis di draf beda. Karna aku udh nulis buat ending kisah ini.
Anggap aja scene bonus ya, semoga kalian suka❤

Cek ig aku sekarang : @/sansan_wp

[HS] Kembali Temu di Bawah Hujan (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang