7. Dito Terdengar Khawatir

248 44 14
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya😊

***

Yang paling pertama bereaksi adalah Dito. Dia berlari menuju villa secepat mungkin kemudian disusul beberapa panitia yang lain, terutama panitia medis. Lalu kami kembali dikumpulkan sebab barisan sudah pecah dan terjadi keributan di sana sini.

Kami digiring kembali ke dalam kamar masing-masing dan diberi tahu kalau Kak Nadine akan baik-baik saja. Ada juga yang ketakutan dan malah menyebarkan rumor kalau villa itu berhantu dan bilang Kak Nadine pingsan karna dirasuki hantu yang malah membuat parno yang lainnya. Salah satu senior mendekat dan memarahi orang itu lalu segera menenangkan beberapa yang parno akan hantu untuk cepat melangkah menuju kamar mereka.

Aku sendiri tidak bereaksi apa-apa. Meskipun ada hutan kecil di sisi kanan villa, tak membuat aku ikut-ikutan parno karena hantu. Aku berjalan acuh di barisan paling belakang bersama Kristi dan Wulan. Kami mulai berembuk untuk bisa menguping dan lebih bagus kalau bisa mengintip ruang istirahat panitia di mana Kak Nadine beristirahat.

Untungnya yang menjaga barisan kami hanya satu orang panitia yang dari lagaknya terkena virus parno akan hantu, ia sibuk melirik ke sisi kanan villa di mana ada hutan kecil yang tentunya terlihat gelap sebab masih jam tiga pagi. Aku tertawa kecil melihatnya dan menggiring barisan dengan tergesa. Kami bertiga berhenti berjalan dan sengaja memisahkan diri dari barisan, lalu setelah dirasa Kakak panitia tadi sudah tak menyadari ada orang yang tertinggal di lapangan depan villa, kami bertiga segera berlari menuju sisi kiri villa, tepat di luar ruangan istirahat panitia.

Disitu ada dua jendela kecil dengan teralis besi tanpa kaca yang letaknya lumayan tinggi. Wulan sudah sibuk menarik dua kursi yang ia temukan dari teras depan villa, kemudian menatanya berdekatan lalu kami bertiga naik bersama.

Memang sih dari jarak seperti ini tidak akan terdengar suara apa pun itu dari balik dinding. Namun, Wulan mengeluarkan sebuah benda yang membuat kami terkagum-kagum.

"Ini alat yang abang gue bikin sendiri, lumayan lah bisa nangkep suara dari jarak beberapa meter." Ia membagikan sebuah alat berbentuk antena di ujungnya dan ujung satunya lagi terdapat earphone sebagai alat dengar dengan kabel sebagai penyambung, masing-masing kami mendapat satu.

"Gini cara makenya." Wulan memasang earphone di kedua telinga terlebih dahulu, lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi sampai antena yang ada di ujung kabel menyentuh teralis besi. Kami mengikuti instruksinya dan benar saja alat itu berfungsi. Beginilah percakapan yang bisa kami dengar.

"Udah dikasih minyak kayu putih?"

"Astaga, dia pucet banget."

"Badannya juga panas, cepet selimutin."

"Ada yang bawa jaket lebih gak? Atau ada yang bawa selimut lebih? Handuk kering juga bisa?"

"Coba pijitin sela-sela jempol tangannya, kayak gini."

"Kok dia belum sadar juga ya."

Begitulah beberapa percakapan yang bisa kami dengar dan sebagian besar kalimat itu dilontarkan oleh Dito. Aku mengenal suaranya dan aku rasa dia sangat khawatir didengar dari suaranya yang sibuk meminta sesuatu.

Ah, jadi begini ya. Aku ternyata salah, mereka cukup dekat untuk dibilang tak memiliki hubungan.

Aku menurunkan tangan dan melepas earphone dari telinga dan turun dari kursi. Entah kenapa rasanya aku jadi tak bersemangat.

Kristi dan Wulan juga ikut turun, aku tahu mereka bingung namun hanya diam tak bertanya apa pun.

"Udah yuk, balik ke kamar." Aku melangkah lesu menuju depan villa. Menunduk tanpa melihat jalan di depan, hingga aku menabrak sesuatu yang membuat aku mengaduh.

"Kenapa masih ada di sini? Fira lo gimana sih, kok masih ada anggota baru yang keluyuran di luar villa?"

Aku mendongak. Dan mendapati Dito tepat berada di depan ku. Ternyata aku menabrak dadanya tadi. Tapi, kok kenapa cowok itu ada di sini? Bukannya ia harusnya ada di dalam ruang istirahat panitia dan sedang mengkhawatirkan Nadine?

Kak Fira yang Dito panggil tadi mendekat. Dan wajahnya yang garang itu sudah siap untuk mengomel. Namun, sebelum ia melampiaskan amarahnya pada ku, Dito segera menyela. "Buat dia biar gue yang urus, lo urus dua temennya."

Lalu tanpa bisa membantah aku diseret pergi oleh Dito dan hanya bisa melihat ke dua teman ku yang agaknya akan terkena hukuman.

**

[HS] Kembali Temu di Bawah Hujan (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang