13. Saingan Untuk Arsen

1.6K 204 118
                                    

"Baju dimasukkan biar rapi, dasi juga dipakai  yang betul

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

"Baju dimasukkan biar rapi, dasi juga dipakai  yang betul. Eh, itu kenapa rambutmu panjang sekali?"

Komentar-komentar tegas Pak Banu terus menyapa telinga. Berbekal sebilah kayu tipis, Pak Ardi terus menunjuk beberapa siswa yang baru saja masuk. Guru sekaligus wakil kepala sekolah bagian kesiswaan itu terus berdecak, membuat hidungnya sesekali kembang kempis karena beberapa siswa yang melintas tak memakai atribut lengkap.

"Duh, itu rokmu kenapa pendek sekali? Harus di bawah lutut." Pak Ardi tampak menghela napas. Seorang siswi kelas dua belas berhasil dicegat akibat seragam yang ketat. "Ini sekolah, bukan tempat ajang pamer lekuk tubuh!"

Begitulah rutinitas pagi di hari Senin yang 'sakral'. Hari paling membosankan dan dihindari anak sekolahan. Upacara rutin pagi sudah hampir dimulai. Bahkan barisan para paduan suara sudah rapi. Tiga minggu sudah terlewat, sebentar lagi ujian kenaikan kelas akan menyapa. Waktu berlalu begitu cepat hingga menyisakkan banyak kisah tak terduga. Biasanya para siswi akan bergosip ria dan memuji Chiko yang berjalan tenang di lapangan menuju barisan. Kini wajah cowok itu sudah tak bisa dilihat oleh para gadis.

Lapangan SMA Bakti Nusa sudah dipenuhi semua murid sebagai peserta upacara, para guru serta petugas upacara. Meski begitu, masih saja ada beberapa murid yang tergabung dalam barisan atribut tidak lengkap. Termasuk seorang gadis yang sejak tadi merutuk kesal karena topi yang sudah dipersiapkan semalam justru tertinggal di meja belajarnya.

"Lola, tumben kamu berbaris di sini?" tegur Bu Fatimah yang baru saja melintas dan bergabung dengan barisan para guru. Kebetulan sekali barisan siswa tanpa atribut berdekatan dengan barisan itu.

"Topi saya kelupaan, Bu."

Bu Fatimah hanya menggeleng. Sesaat kemudian wanita bertubuh gempal itu fokus mengikuti upacara. Upacara rutin hari Senin pun dimulai.

Saat awal upacara semua murid tampak serius. Namun, tak menjamin akan khidmat sampai akhir upacara. Apalagi saat Pak Utomo selaku pembina upacara mulai menyuarakan pidato panjang lebarnya yang membuat para murid meringis menahan panas. Alhasil, 'khotbah' panjang lebar itu hanya didengar beberapa murid yang masih tahan dengan rangkaian upacara hingga selesai.

Setengah rangkaian berjalan dengan lancar. Akan tetapi, bisikan-bisikan para murid mulai terdengar di belakang sana. Berceloteh bebas saat guru yang mengawasi tak berkeliling. Membungkam mulut saat Pak Ardi melintas seraya memukul pelan sebilah kayu ke telapak tangan. Sinar mentari mulai terasa menyapa kulit. Sementara itu, Pak Utomo sudah memulai pidatonya di depan mimbar. Setiap minggu yang dibahas hanya tentang kebersihan.

"Panas, ya?" tanya seseorang membuat Lola mendongak penuh.

Betapa kagetnya gadis itu saat seulas senyum menyapa sorot mata. Senyum itu tampak canggung, tetapi dipaksa sebisa mungkin untuk terus terlihat di bibir.

 Putar Balik [Segera Terbit] √Where stories live. Discover now