8. By Your Side

3.6K 249 6
                                    

Author's POV

"Alex, kita ke mana?" Tanya Nala yang berjalan perlahan dengan tangan yang memegang senjata dengan siaga, mencoba sekeras mungkin untuk tidak mengeluarkan suara dan memancing para mayat hidup itu.

"Aku tidak tahu," jawab Alex.

"Hei, kenapa berhenti?" Alex berbalik menatap Nala yang berhenti di belakangnya.

"Untuk apa kita berjalan kalau tidak ada tujuan?" Seru Nala sambil mengangkat kedua tangannya.

Alex berjalan mendekat, "Aku tahu, aku berusaha mencari jalan keluar."

Nala agak menunduk, "Entah kenapa aku menjadi asing dengan gedung sekolah ini tiba-tiba, padahal kita setiap hari datang kesini."

"Mungkin karena tatanan ruangannya kacau dan banyak mayat bertebaran di lantai, ditambah minimnya pencahayaan. Aku tidak mengerti mengapa mereka mematikan listrik." Alex menggerakkan kepalanya kesana kemari seperti berusaha mencari sesuatu, dia juga memperhatikan kelas-kelas yang ada di dekatnya. Nala pun ikut melihat apa yang dilihat Alex.

"Mereka?" tanya Nala yang terdengar benar-benar tidak mengerti.

"Ya, pasti pihak berwajib seperti Polisi atau mungkin Garda Nasional melakukan pemadaman listrik di seluruh kota, beruntung ini masih pagi," jawab Alex tanpa menatap Nala, ia masih melihat sekitarnya dengan seksama.

"Seingatku, ini kelas Matematika," Alex menunjuk kelas di sebelah kirinya yang berarti sebelah kanan Nala, "Dan seharusnya ada tiga kelas lagi menuju tangga ke lantai atas," Alex menunjuk ke arah sebelah kanannya dan Nala melihat tempat yang ditunjuk Alex.

"Untuk apa kita ke lantai atas? Jalan keluar harusnya berada di bawah," seru Nala.

"Kita akan melihat keadaan diluar lewat jendela-jendela di lantai atas, kita bisa melihat keberadaan kita, dan jalan keluar," jelas Alex.

Nala terdiam sebentar kemudian mengangguk perlahan. Mereka berdua pun kembali berjalan dn berusaha untuk tidak membuat suara sedikit pun walaupun itu mustahil. Sesekali mereka melangkahi mayat-mayat yang tergeletak dengan wujud mengerikan.

***

Alex's POV

Aku dan Nala berjalan berdampingan perlahan dengan mata melihat sekitar, berjaga-jaga jika ada gerakan mencurigakan di dekat kami.

Tak lama kemudian, tangga yang kumaksud sudah ada di sebelah kiri kami. Aku pun memberi isyarat kepada Nala untuk naik ke lantai atas. Aku berjalan di depan Nala untuk melihat keadaan di lantai atas. Setelah kurasa aman, kami pun mulai berjalan seperti biasa.

"Lalu apa yang kita lakukan?" Tanya Nala sambil melihat sekeliling.

Aku melihat beberapa jendela sejak pertama sampai di lantai atas, tetapi aku mencari cara untuk melihat keluar dari jendela itu karena mereka tinggi, melebihi tinggi badan kami berdua, bahkan tinggi para guru pun tidak dapat mencapainya.

"Nala, naik ke pundakku," ucapku yang membuatnya melihat ke arahku lagi.

"Hah? Apa?" Tanyanya dengan sedikit terkejut.

"Kau harus melihat keadaan diluar, memberitahuku jika ada sebuah tanda, tiang bendera, kain, papan, atau apapun yang menurutmu sebuah tanda di setiap bagian gedung yang dapat membantu kita mencari jalan keluar, aku juga sebenarnya merasa asing dengan gedung ini, apa semua orang juga begitu?" Jelasku dengan cepat disusul pertanyaan di akhir yang sepertinya tidak perlu dijawab karena Nala masih terdiam berusaha mencerna kata-kata ku.

"Di ujung lorong kanan ada gymnasium, sedangkan jika kita berjalan ke kiri, kita akan bertemu tangga di tengah-tengah, dan di ujung lorong ada tangga lain, aku tidak ingat ruangan-ruangan yang ada di sekitar sini, tetapi kau bisa melihat tangganya dari sini," lanjutku menjelaskan.

Nala mengangguk-angguk, sepertinya dia sudah mengerti. "Ya, aku mengerti, aku bisa melihatnya," katanya dengan cepat.

Aku langsung saja jongkok, lalu Nala menduduki pundakku, perlahan-lahan ku angkat kakiku dan berdiri kemudian berjalan perlahan mendekati jendela. Nala oleng lalu meletakkan tangannya dengan tiba-tiba di wajahku.

"Ups...maaf," ucapnya sambil tertawa sedikit, aku hanya menggeleng.

"Bagaimana keadaan di atas sana?" Tanyaku pelan.

"Uhm...kita berada di ujung gedung sekolah ini, kita menghadap lapangan parkir, tidak ada siapapun di lapangan parkir, hanya ada satu mobil sedan biru dengan atap terbuka, sepertinya tidak ada pemiliknya," ucap Nala.

"Berjarak dua jendela dari sini, ada bendera menempel di tembok, lalu berjarak enam jendela, di lantai bawah ada pintu keluar menuju lapangan parkir, dan...yap, hanya itu yang kulihat," jelas Nala panjang lebar dengan perlahan dan jelas.

"Tetapi...asal kau tahu, jarak satu jendela ke jendela lain cukup jauh, tapi kita bisa kan menelusuri lorong ini?" lanjut Nala sambil menunduk melihat ke arahku.

"Seingatku, gedung ini tidak hanya satu gedung lurus, tetapi ada beberapa lorong lain yang menuju bagian gedung lain, kenapa sekolah ini sangat besar? Seperti gedung pemerintahan saja," keluhku sambil melihat sekeliling.

"Uhm...Alex, kau bisa turunkan aku sekarang," tanpa kusadari Nala sedang berjuang untuk bertahan di atas pundakku.

Aku pun kembali berjongkok lalu dia turun secara perlahan, membereskan bajunya dan rambutnya lalu mengambil senapannya yang bersandar di dinding.

"Kita harus kembali ke bawah, ke gudang senjata, peluru kita tidak akan tersedia selamanya, kita harus mengambil persediaan baru dan senjata lain yang non-api."

"Baiklah, ayo...." 

The Way OutWhere stories live. Discover now