18. The Right Choice

2.8K 197 4
                                    

Ann's POV

Aku terus berlari dan Johnny mengikutiku ketika aku menoleh ke belakang sesaat. Nala, Alex, dan Delissa masih belum bergerak, mereka tidak berlari, pergi, atau apapun. Apa mereka tidak mendengar suara-suara itu?

Tak lama kulihat sekelompok mayat hidup muncul dari lorong kanan. Delissa, Nala, dan Alex pun mulai berlari mengikutiku dan Johnny.

"Belokk!!" Alex berteriak. Aku pun berbelok ke kiri, kembali ke gudang senjata. Sial! Mayat hidup dimana-mana dan mereka belum pergi. Aku tidak bisa menggunakan senjataku dalam kondisi seperti ini maka aku fokus berlari, terus berlari. Namun, kudengar orang-orang di belakanhku menembakkan pelurunya ke para mayat hidup itu.

Tentu saja! Mereka tertarik dengan suara! Ini terlalu nyaring.

"Berbalik! Berbalik!" Teriakku lalu berbalik badan saat melihat sekelompok mayat hidup lain di depan kami. Aku bertabrakan dengan Johnny tetapi Johnny menangkap bahuku sehingga aku tak jatuh.

Kami berdiam diri, membentuk lingkaran menggunakan punggung kami. Menyiapkan senjata kami masing-masing. Bahkan Delissa pun melakukan apa yang kami lakukan.

Ini gila, kami dikepung mayat hidup yang tidak utuh, kulit wajah mereka terkelupas, tak ada bibir di wajah mereka, pakaian mereka tak ada yang utuh, robek, mereka berjalan menyeret kaki mereka, ada yang tangannya hanya tulang, bahkan ada yang perutnya bolong dan isi perutnya keluar dan menggantung.

Ughh...aku tak bisa menahannya, aku maju dan memukul kepala mayat hidup itu satu persatu, darah bermuncratan dimana-mana. Aku bisa merasakan darah mereka menyentuh kulitku, mengalir di lengan dan wajahku.

Aku bisa mendengar yang lain pun melawan, menembaki mereka, memukul mereka, menusuk mereka, (yang dimaksud "mereka" adalah para mayat hidup).

"Kita tidak bisa terus melawan, kita harus pergi," Nala berbicara ditengah-tengah keributan ini. Lalu aku melihat Johnny berlari melewatiku dan menerobos mayat hidup itu.

"Johnny!" Teriakku. Aku memukul satu mayat hidup di hadapanku lalu mengikuti Johnny. Dimana dia?!

"Aarrgghh!!! Annelyn! Tolong aku!!! Arrghh..," teriakan Johnny tidak jelas. Terlihat empat mayat hidup berkumpul di lantai dan terlihat sedang menikmati sesuatu.

"Jhonnnyy!!!" Aku memukul dengan ganas, membiarkan semua darah mereka menutupi tubuhku.

Aku tak tahu kenapa aku marah. Johnny kan keras kepala, ceroboh, dan selalu ingin membahayakan orang-orang sekitarnya, tapi aku tak bisa melihatnya seperti itu. Ia tetap temanku, semenyebalkan apapun dia. Namun ini sudah terlambat. Dia sudah mati dan aku harus mengakhirinya dengan cepat. Selagi aku berusaha menghabisi mayat hidup yang memakan Johnny, ketiga orang baru yang bersamaku membantu untuk membebaskanku dari para mayat yang juga ingin merasakan dagingku. Aku mengayunkan tongkat baseball yang kumiliki dengan kuat dan cepat hingga kepala mereka hancur.

Di tengah kericuhan yang terjadi, kami mendengar suara tembakan lebih banyak yang entah darimana datangnya. Mayat hidup satu persatu jatuh hanya dalam hitungan detik.

***

Alex' POV

Kami terkepung. Mereka terlalu banyak. Sehebat dan selincah apapun kami, tetap saja kalah jumlah dan senjata. Tetapi kami tidak menyerah. Tak lama aku mendengar seorang laki-laki berteriak yang sepertinya Johnny, disusul oleh teriakan seorang gadis gang ternyata Ann.

Aku hendak membantunya, dia memukul para mayat hidup itu dengan liar lalu aku ikut menembakinya.

Senjata milikku dan Nala tidak mengeluarkan suara yang terlalu nyaring karena kami menggunakan peredam suara yang kami temukan juga di gudang senjata sebrlumnya, jadi tidak bersuara nyaring seperti punya Johnny.

Saat hendak menembak kepala Johnny, seseorang telah menembaknya terlebih dahulu. Entah siapa. Kemudian mulai menembaki mayat hidup lain yang mengerubungi kami.

Semua mayat hidup pun akhirnya 'mati' dan kami semua sangat perasaran siapa yang membantu kami, termasuk Delissa.

"Hei! Aku tahu kalian disana!" Teriak Delissa. Serius? Dia senang sekali berteriak! Dia benar-benar ingin mati sepertinya.

"Hei! Kau tak perlu berteriak Delissa!" Ann yang sedari tadi diam saja pun berbicara. Delissa membalasnya dengan putaran bola matanya.

Akhirnya sedikit demi sedikit kami bisa melihat sosok yang membantu kami berjalan menuruni tangga.

Seorang laki-laki berwajah tampan namun dingin sekali, dan satu orang laki-laki berwajah polos.

"Maaf mengagetkan kalian, kami hanya ingin membantu, kebetulan saja kami lewat sini dan mendengar keributan," laki-laki dingin itu menjawab dengan suara yang lebih dingin dari wajahnya. Tidak terlihat seperti benar-benar ingin membantu kami.

"Terima kasih sudah menyelamatkan kami, tapi kami harus pergi," ucapku sambil berjalan ke arah Nala dan menuntunnya pergi.

"Tunggu, kami punya tempat berlindung, makanan, minuman, tempat aman," ucapnya. Benarkah yang dia katakan? Aku berhenti dan kembali menatapnya.

"I'm in," Delissa ikut dengan kedua orang itu menuju tempat perlindungan mereka.

"Ada lagi?" Tanya laki-laki yang satunya. "Oh ya...aku Alvin, dia Ray."

"Alex," ucapku memperkenalkan diri.

"Ini Nala dan Ann," tambahku, memperkenalkan mereka berdua.

"Aku Delissa."

"Kami tidak ingin menetap di tempat ini, kami ingin mencari jalan keluar, tak akan ada siapapun yang datang," Nala membuka mulutnya dan menjawab dengan datar. Aku menengok ke arahnya saat dia menggenggam tanganku.

"Aku...aku ikut mereka," ujar Ann ternyata ingin bergabung bersama kami.

"Baiklah, terserah kalian saja," Delissa berbalik pergi mengikuti kedua laki-laki itu.

"Kau yakin kita membuat pilihan yang tepat?" Tanya Ann.

"Tentu saja, kita tak akan menetap dimanapun lagi. Kita harus segera keluar," ucapku lalu berbalik. Nala masih menggenggam tanganku ketika kami melanjutkan berjalan.

Dari ujung mataku dapat kulihat Nala yang menoleh untuk menatap Ann yang berjalan di sampingnya. Aku pun menoleh untuk melihatnya. Mereka tersenyum kepada satu sama lain lalu Nala mengulurkan tangannya, Ann meraihnya dan mereka bergandengan tangan sepertiku dan Nala.

Sejauh yang aku amati, Ann merupakan seorang gadis yang canggung, ia cenderung merasa takut dan ragu untuk mengambil tindakan. Namun ia sepertinya baik.

The Way OutWhere stories live. Discover now