Gracia, salah satu pekerja di perkebunan bunga itu memandang Lusi sambil tersenyum. Lucy tidak mungkin mencurigai Gracia sebagai mata-mata Dean seperti bagaimana Marina karena Gracia yang jauh lebih dulu bekerja di perkebunan itu sebelum Lucy dan Lusi yang saat itu masih berumur 1 tahun datang.

"Anak kamu, loh, rambutnya pirang alami kayak bule aja," kata Gracia sambil bekerja. Lucy hanya tersenyum. Tiba-tiba mengingat Dean. "Nama kalian juga mirip. Sama-sama Lusi."

"Beda di huruf doang," kata Lucy lanjut bekerja.

Untung saja Gracia tak pernah mau penasaran dengan kehidupan Lucy. Meski beberapa pekerja terkadang mempertanyakan siapa ayah Lusi sampai membuat Lusi juga ikut-ikut bertanya soal di mana keberadaan papanya.

Disaat Lucy terpojok seperti itu, Lucy hanya akan mengatakan bahwa papanya sedang bekerja di luar negeri. Itu adalah jawaban dari lubuk hatinya. Terkadang Lucy menyesal kenapa waktu itu dia tidak menjawab bahwa papa Lusi sudah tidak ada. Karena terlanjur mengatakan jawaban itu, Lucy terus menjawab hal yang sama.

Selama lima tahun ini Lucy sangat tenang hanya ada Lusi di sampingnya. Meski tak jarang ada masalah satu dua yang datang menghampiri hidupnya, tetapi itu tak jauh-jauh dari pekerjaan atau masalah keuangan.

Setidaknya tak lebih besar dari masalah yang menghampirinya beberapa tahun lalu.

***

Anak perempuan itu terus berlari mengejar temannya yang lain sampai mereka jauh dari jangkauan para orangtua. Lusi, rambutnya pirang, warna kulitnya kecokelatan karena selalu bermain di bawah sinar matahari, matanya cokelat terang, dan selalu mencolok dari yang lain.

Terkadang dia dirundung oleh teman-temannya yang nakal karena mengejek rambut Lusi yang berbeda dari anak lainnya, tetapi Lusi berani melawan mereka. Lusi juga punya beberapa teman yang selalu siap berdiri paling depan melawan mereka yang berani membuat Lusi sedih.

Mereka sedang main kejar-kejaran. Di antara semua anak perempuan lain, Lusi yang larinya paling kencang. Dia sampai memegang bunga di telinganya agar tak jatuh. Larinya semakin pelan saat dilihatnya seorang lelaki berumur 37 tahun sedang berjongkok di samping sebuah mobil sedan hitam.

Langkah Lusi berhenti sambil mengatur napasnya.

Mama bilang, jangan berurusan dengan orang yang tidak dikenal.

***

"Hai?" sapa pria yang memakai kaos hitam sambil tersenyum haru. "Bunganya cantik."

Anak perempuan di depan Dean, anak perempuan yang sejak beberapa bulan lalu sudah dia ketahui keberadaannya dan dia perhatikan secara sembunyi-sembunyi dan baru kali ini Dean berani muncul di hadapan anak itu.

Mereka memiliki semua gen yang sama.

"Nama kamu siapa?" tanya Dean, tak tahan ingin mengetahui nama seseorang yang katanya adalah anaknya dengan Lucy. Seseorang yang Dean percayai untuk mencaritahu keberadaan Lucy akhirnya berhasil menemukan mereka.

Orang itu tak mungkin salah.

"Lusi," gumam Lusi ragu-ragu dan saat itu juga hati Dean menghangat.

Nama mereka mirip.

Selama ini Dean hanya bisa melihat Lusi tanpa bisa melihat Lucy. Dean sudah lama memperhatikan dan dia selalu melihat anak yang sama. Di mana anak mereka satunya lagi? Bukankah anak mereka kembar?

"Om mau?" tanya Lusi, mengambil bunga dari telinganya dan dia arahkan kepada Dean. Dean refleks menengadahkan tangan. Tangan Lusi yang menggenggam bunga terbuka. Bunga yang sudah agak kusam itu jatuh tepat ke tangan Dean yang berkali lipat besar dari tangan mungil Lusi.

Baru kali ini Dean merasa hatinya sangat tentram. Dean tersenyum haru.

Mungkin, ini yang namanya bahagia?

Di depannya berdiri anaknya dengan Lucy. Buah hati mereka.

"Lusi, nanti mama kamu marah," kata seorang anak lain yang berdiri tak jauh dari mereka. Lusi langsung berbalik sambil menaruh telunjuknya ke depan bibir.

"Huss. Jangan bilang ke mama aku, ya, please!"

Dean menunduk setelah melihat Lusi menjauh bersama teman-temannya. Dia memandang bunga pemberian Lusi.

Dan teringat percakapannya dengan Lucy beberapa tahun lalu.

"Dean, kamu nggak pengin punya keluarga kecil? Aku, kamu, dan anak. Anak-anak...."

"Kedengarannya akan menjadi keluarga yang bahagia?"

Dean mengangkat wajahnya dan melihat Lusi yang sudah sangat jauh. "Kita nggak bisa menjadi keluarga yang bahagia ... satu hari saja?"

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Deal with A Possessive BoyfriendWhere stories live. Discover now