Lembut

1.6K 185 15
                                    

Part yg B aja ini suer dah.




"Apa pak iqbaal yakin akan menggugat Bu (Namakamu)?"

Henry selaku Pengacara Iqbaal menatap pada Kliennya itu dengan serius. Ini kali keduanya ia datang kerumah kliennya itu untuk menanyakan perihal perceraian yang iqbaal Minta. Hari pertama mengurus surat-surat perceraian, dan Hari Kedua ini adalah sekedar memberitahu perkembangan kasus perceraian iqbaal. Setelah melontarkan pertanyaan seperti itu belum juga Iqbaal jawab, Henry bisa melihat Wajah keraguan yang iqbaal perlihatkan hal itu jelas membuatnya menanyakan segelintir kalimat yang barusaja kalian lihat.

"Jika pak iqbaal masih ragu atau tidak yakin, Anda bisa membatalkan---"

"Nggak! Saya yakin Pak." Ia menatap tajam Pada Henry, "Saya gak akan berubah fikiran, Saya harap kasus perceraian ini gak akan berlangsung lama, Karena saya ingin ini cepat terselesaikan,"

Henry menghela nafasnya iapun mengangguk, "Baik. Saya akan segera menuntaskan semuanya secara cepat sama seperti apa yang Anda inginkan. Ohiya pak--- Surat-surat yang Anda berikan pada saya, sudah saya kirim ke Pengadilan dan... kita tinggal tunggu prosesnya saja,"

Iqbaal mengusap wajahnya gusar, Ia memasang wajah Frustasinya. "Kapan pengadilan memanggil saya dan juga ibu dari anak saya?"

"Sepertinya tidak lama dari sekarang Pak, Y-yaa mungkin 1 minggu lagi..."






"Gimana hari ini sayang sekolahnya? Lancar?"

"Lancar ayah, Tapi tadi di kelas aku ada yang Nangis," Cerita Cia disela kunyahannya, Mendengar penjelasan yang agak risky ditelinganya membuat Iqbaal menghentikan Aktifitasnya

"Nangis? Siapa sayang?"

"Sabrina yah, kasian deh dia."

"Oalah Sabrina, Emangnya kenapa dia nangis?"

"Iya soalnya pensilnya dia ilang garagara Daniel yang ngilangin,Terus dia dihukum sama Miss Gia, Biar tau rasa!" Ujar Cia melanjutkan Melahap Ayam Gorengnya membuat Iqbaal terkekeh

"Gak boleh gitu sayang, Daniel itu temen kamu juga. Gak boleh gitu lagi ya?"

Cia mendecak, "Ya tapikan yaya kesel yah,"

"Sekesel-keselnya kamu, tapi kamu tetap gak boleh bicara seperti itu, oke? Cia kan anak yang baik,"

"Iya ayah, maafin Cia.."

10 menit kemudian....



"Ayah, Cia kekamar dulu ya?"

"Iya sayang,"

Iqbaal meraih ponselnya yang sedaritadi tergeletak disampingnya, "Hhh, beberapa tender aku cancel gara-gara Kasus perceraian aku, Rugi sih.. tapi gapapa lah, demi kasus aku ini,"

Tak berselang lama datanglah Siti datang menghampirinya membawa kotak berukuran sedang berwarna merah muda, iqbaal yang teringat akan kotak itu dengan segera menghampiri kamar Cia karena Kotak itu berisi kado untuk Cia agar Puterinya itu tidak terus terpikirkan oleh Bundanya itu

"Kenapa aku sampai lupa sih ngasih ini, huft. Baal, baal.. Anda terlalu sibuk kawan," kekehnya disaat ia menaiki tangga

Kini ia sudah sampai dikamar Cia, ketika ia hendak menarik knop, Kedua telinganya mendengar Cia yang sepertinya sedang berbicara. Iqbaal terdiam sejenak, Ah mungkin Cia sedang menelfon dengan temannya tapi tunggu! Iqbaal seketika terdiam kaku ketika mendengar Cia menyebut 'Bunda'

Apa jangan-jangan Cia sedang bertelfonan dengan (Namakamu)? Kening Iqbaal mengerut, Tapi kan handphone (namakamu) ada digenggamannya, Jadi mana mungkin Cia bisa bertukar kabar dengan wanita itu, Kecuali.

Rahang iqbaal mengeras, ia meletakkan Kotak itu di nakas dekat Vas bunga dengan kasar. "Kecuali kalau Cowok Sialan itu ngasih dia Handphone!" Dengan segera Iqbaal menggebrak Pintu Cia membuat Puterinya itu terkejut bukan main bahkan ponsel dalam genggamannya terjatuh

"Sama siapa kamu telfon?!"

Cia terlihat gugup sekali, Ia hendak memungut ponselnya itu tapi dnegan segera iqbaal meraihnya lalu ia menempelkan ponselnya ditelinga

"Halo! ini sama siapa?!"

Wajah Iqbaal seketika mengedur, Ia merasa tidak enak hati. Kedua matanya tersorot pada Cia yang memasang wajah sedikit kesalnya. Ketika tahu anaknya itu menelfon dengan siapa dengan segera Iqbaal memberikannya kembali





"Ayah ngira Aku telfonan sama Bunda kan?"

Iqbaal menelan salivanya, Ia menggeleng ragu. "Ng--nggak, nggak! Kamu jangan sok tau Cia,"

Terdengar helaan nafas dari Cia, "Ayah, Cia itu udah mulai gede. Cia juga udah mulai mengerti sama semua permasalahan yang lagi Ayah dan Bunda Alamin. Jadi, Ayah gak bakalan semarah ini kalau nggak berhubungan sama Bunda, iya kan?"

"Iya kan ayah?" Ujar Cia sekali lagi karena iqbaal terdiam

Tanpa mengucapkan apapun Iqbaal segera melengos pergi meninggalkan Cia.

Cia menghela nafasnya, ia segera menempelkan ponselnya ditelinga. "H-halo.. Bunda?"

(...)

"Cia gak kenapa-napa kok bunda,"

(...)

"Iya Bunda, untungnya Ayah gak tau.."

(...)

"Y-yaudah bunda, Nanti Cia telfon lagi ya? Assalamualaikum  bunda,"

Cia meletakkan ponselnya disamping, ia memasang lega. "Untung!" Ia mengusap Dadanya














(Namakamu) tertegun mendengar Apa yang diucapkan Cia dan iqbaal yang terdengar dari sambungan telfon, Untung saja Ia dengan sigap merubah Suaranya menjadi seperti anak kecil, dan.. ia juga bersyukur karna iqbaal tidak tersadar atas suaranya itu, padahal dulu ketika sedang bermain boneka dengan Cia, ia selalu menggunakan suara anak kecil agar Cia senang

"Yaampun cia," desisnya pelan

Tak lama dari itu Cia kembali berucap dari sambungan telfon itu. "H-halo... Bunda?"

"Ah?" (Namakamu) tersenyum sendu sembari menghapus airmatanya, "S-sayang? K-kamu.. Kamu gak kenapa-napa kan?"

"Cia gak kenapa-napa kok bunda,"

(Namakamu) tersenyum lega, "Tapi ayah gak tau kan?"

"Iya Bunda, untungnya Ayah gak tau.."

(Namakamu) terdiam sejenak, "y-yaudah, kalau gitu Telfonnya matiin aja ya?"

"Y-yaudah bunda, Nanti Cia telfon lagi ya? Assalamualaikum bunda,"

"Iya sayang, Waalaikumsalam.."

Setelah meletakkan ponselnya, airmata (Namakamu) kembali menetes. Akibat ia menelfon Cia, Iqbaal lagi-lagi harus membentak Puterinya itu walaupun tidak lama, Tapi tetap saja Ia sakit hati

"Maafin Bunda sayang,"


Bersambung....

𝐋𝐞𝐦𝐛𝐮𝐭 (𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum