64. Perubahan Membawa Kesakitan!

Start from the beginning
                                    

Syafa berusaha tidak berekspresi di depan Aziz. Dia tersenyum miring lalu menyentak tangan Suaminya yang bertengger manis di dagu. Tanpa buang waktu ia dorong dada bidang Suaminya sebelum melangkah. Namun, berhenti akibat di tahan oleh cekalan cukup kuat. Syafa hanya diam saat Aziz mendesis marah. Namun, detik berikutnya Suami istighfar lalu membelai pipinya.

"Apa yang terjadi pada, Adek? Katakan apa kesalahan, Mas? Apa yang Mas perbuat sampai Adek begini?"

"Aku muak sama, Mas. Tidak ada salah karena di sini aku yang salah telah muak dan bosan pada hubungan kita. Mas terlalu mementingka kerja tanpa peduli aku."

"Maaf jika Mas berbuat demikian. Mas janji akan mengurangi jadwal Mas di rumah sakit untuk, Adek. Mas minta maaf dan Ma mohon jangan muak pada semua. Kita bangun rasa jenuh, Adek. Ingat Adek tengah mengandung tidak boleh banyak pikiran. Sekali lagi maafkan, Mas."

"Maaf, aku sudah muak akan semua ini. Mas tahu aku sangat ingin pergi dari kehidupan, Mas. Jadi, jika nanti aku pergi Mas harus ikhlas. Sudah jangan berbicara omong kosong!"

"Apa maksud Adek bicara begitu? Apa Adek berniat pergi dari kehidupan, Mas?"

"Ya, aku akan pergi dari kehidupan, Mas setelah anak kita lahir."

"Jangan tinggalkan, Mas. Apa Adek mau menelantarkan anak kita? Apa Adek mau pergi atas kemuakan pada, Mas? Mas minta maaf jika ada salah sampai Adek muak. Dek, tolong mengerti Mas tidak akan membiarkan Adek pergi. Jangan minta pisah karena Mas akan mempertahankan hubungan kita. Jika ada pria lain maka ingat cinta, kisah kasih dan semua hal indah yang kita lalui. Yang terpenting Dedek kembar membutuhkan, Bundanya."

"Maaf, aku akan tetap pergi. Tidak, karena anak-anak akan Mas urus dengan baik. Mas aku sudah putuskan akan pergi dari kehidupan kalian. Mas ingat cinta dan kenangan itu sudah padam. Bundanya akan pergi bersama pria lain maka Ayahnya harus bisa merawat."

Setelah mengatakan itu Syafa langsung bergegas menuju kamar di dekat tangga. Dia kunci lalu merosot jatuh dengan derai air mata bercucuran. Andai saja suaminya menggunakan kecerdasan dan kepekaan maka menangkap apa yang dikatakan. Dirinya menangis dalam diam seraya mengusap perut buncitnya. Syafa terus menangis dalam diam meratapi nasib begitu pilu.

Jujur saja Syafa sangat kesakitan berkata begitu pada Aziz. Namun, ini demi kebaikan agar Suaminya tetap bahagia bisa memiliki momongan. Dia ingin mempertahankan cinta, keharuan, harapan dan segala rasa sang Suami untuk si kecil. Syafa akan berjuang keras bertahan demi melahirkan anak-anak serta memberikan kebahagiaan untuk Aziz.

Keras kepala itulah Syafa yang bertindak sendiri. Dia hanya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Seorang Ibu rela kehilangan nyawa asal anak-anaknya selamat. Begitupun seorang istri rela berkorban begitu besar demi kebahagiaan Suami. Itulah yang dilakukan Syafa sehingga banyak kali tangisan.

Di samping itu Syafa terus berdoa kepada Allah semoga apa yang dilakukan tidak dimurkai oleh Allah. Dia berharap semoga saja Allah senantiasa mempermudah jalan menuju akhir. Dirinya hanya memiliki Allah untuk berlindung, meminta pertolongan, kekuatan dan keselamatan. Syafa juga turut bersyukur sebentar lagi Allah akan memerintahkan malaikat Izrail datang mencabut nyawanya. Dengan begitu Syafa bisa berada di sisi-Nya dengan cinta yang menggebu.

Sepeninggal Syafa air mata yang di tahan meluncur bebas. Aziz mencengkeram dada kirinya berusaha keras menghalau rasa pedih. Dia tidak mau ditinggal terkhusus bersama anak-anak. Ia tidak ingin Istrinya minta pisah lalu menelantarkan mereka. Aziz merasa miris akibat Syafa tega berkata demikian.

Perubahan membawa kesakitan besar bagi Aziz. Akibat perubahan Syafa hatinya terkoyak menimbulkan luka menganga. Sungguh rasanya sangat pilu sampai air matanya terus berjatuhan. Dia terdiam tidak mampu berpikir logis sehingga menimbun kecerdasannya. Andai ia peka sedikit maka akan menangkap maksud perkataan Istrinya. Aziz yang kalut melupakan satu hal Syafa tidak mengatakan perpisahan hanya kata pergi setelah melahirkan.

Aziz ingat masa indah sewaktu bersama Syafa. Keceriaan, keanggunan, rengekan, manja dan segala sikap Istrinya terngiang. Dia merasa pilu ingat Istrinya telah muak pada dirinya. Ia hanya bisa tertunduk meratapi nasib akibat semua yang terjadi. Aziz merasa pilu Syafa-nya telah berubah dalam waktu singkat.

Sungguh sakit sampai Aziz tidak percaya Syafa berbuat demikian. Apa ia terlalu gila kerja sampai Wanitanya berubah? Padahal sudah tidak jadi Dosen lagi sewaktu tahu Istrinya mengandung. Lalu kerja pun di rumah sakit terbatas. Lalu kenapa Istrinya jadi muak padanya? Aziz yang sadar langsung istighfar lantaran Syafa tengah mengandung jadi bisa bersikap demikian.

"Maafkan Adek berbuat begitu pada, Mas. Tolong maafkan Adek telah menyakiti hati, Mas. Yang perlu ingat Adek sangat mencintai Mas selamanya. Cinta Adek atas nama Allah maka sudah sepantasnya selalu tersimpan dalam. Adek sangat mencintai Mas karena Allah. Maafkan Adek telah berbuat jauh. Tolong jangan marah karena Adek takut. Mas,   tolong maafkan Adek telah tegas menyakiti hati," batin Syafa.

"Dek, walau perubahan terjadi maka Mas akan tetap berjuang. Mas akan berjuang mempertahankan hubungan kita. Mas tidak akan membiarkan anak-anak terlantar tanpa, Adek. Mas sangat mencintai Adek karena Allah. Maka sudah sepantasnya Mas berjuang demi bahtera rumah tangga kita. Mas sangat mencintai Adek selamanya. Atas nama Allah segala cinta di dunia hanya untuk Adek. Mas minta maaf ya kurang becus jadi, Suami. Mas harap besok Adek sudah kembali seperti semula," batin Aziz.

Cut ....!!!!

Bagaimana perasaan kalian membaca chapter ini?

Semoga kalian senang.

Wassalamu'alaikum.
Rose.
11*07*20

Dalam Sajadah Cinta, Syafa! Where stories live. Discover now